Sehun mencintai ponselnya. Ya, semua orang tahu itu.
Semua orang tahu Sehun tak bisa hidup tanpa benda bentuk persegi panjang warna putih yang selalu menemani hari-harinya. Dengan layar touchscreen-nya—Sehun sangat menyukai itu—dan aplikasi yang banyak—bahkan sangat banyak hingga Sehun harus membeli eksternal memori yang lebih besar lagi untuk menampung game kesukaannya—membuat Sehun berulangkali jatuh untuk benda itu.
Well, ini berlebihan.
Apa yang bisa Sehun lakukan tanpa ponselnya?
***
“Jongin! Kembalikan ponselku!!” Sehun berteriak sambil berlari mengejar Jongin, Jongdae, dan Baekhyun yang merampas ponselnya, atau lebih tepatnya mengerjai dirinya.
“Kau mau ini? Ambil saja kalau bisa.” Jongdae menggoda sembari mengayun-ayunkan ponsel Sehun.
“Ya! Jongin, Jongdae, Baekhyun! Kembalikan ponselku!”
Yang dipanggil hanya terkikik geli melihat Sehun yang mati-matian mengerjarnya. Sungguh, mengerjai Oh Sehun adalah pekerjaan yang menyangkan. Ya, menyenangkan hingga mereka tertangkap basah oleh Kim Junmyeon, salah satu guru matematika di sekolah mereka.
“Kembalikan ponselnya.” Jumyeon berucap dengan wajah datar. Guru yang biasanya murah senyum itu mendadak dingin.
Jongin, Jongdae, serta Baekhyun tak dapat mengelak lagi. Maka ketika Sehun baru saja sampai setelah bersusah payah mengejar, Jongin mengembalikan ponsel Sehun.
“Ambil ini.” Jongin berkata seraya meninggalkan Sehun dan Junmyeon. Tentu saja Jongdae dan Baekhyun mengikutinya di belakang.
“Kau tidak apa-apa, kan? Mereka tidak menyakitimu, kan?”
Junmyeon bergidik ngeri melihat tingkah Sehun. Menanyakan keadaan pada ponselnya? Sehun seharusnya masih waras jika ia bersekolah.
“Oh, ya. Guru Kim, terim—”
“Aku ada kelas. Sudah terlambat. Sampai jumpa Oh Sehun!”
Dan Kim Junmyeon pun menghilang bagai kabut, tinggalkan Sehun yang bertanya-tanya akan sikap anehnya. Walau begitu, Sehun sangat berterima kasih pada Kim Junmyeon—penyelamat ponselnya.
***
“Apa? Ibu dan Ayah akan menginap di Busan selama seminggu?”
Rahang Sehun hampir jatuh mendengar penuturan ibunya. Sungguh, ia bisa gila ditinggal sendirian di rumah.
“Iya. Kau tidak apa-apa, kan, kami tinggal sendiri?”
“Yang benar saja, Bu!”
“Nanti Ibu akan menyuruh pembantu untuk menjaga rumah di siang hari selagi kau pergi sekolah, malamnya—”
“Ibu!”
“Sayang? Mobilnya sudah siap. Kita bisa terlambat.” Itu Tuan Oh, ayah Sehun. “Nah, Sehun. Ayah percayakan rumah ini padamu. Jaga baik-baik, ya?”
“Sehunie, Ibu pergi dulu, ya? Jaga dirimu baik-baik. Jangan lupa makan yang banyak.”
Dan mereka sudah pergi sebelum Sehun sempat berkata atau lebih tepatnya merengek layaknya anak kecil yang meminta dibelikan mainan. Oh, bagaimana Sehun akan melalui malam-malam yang seram itu??