Setelah Hujan

5 0 0
                                    

Hujan masih deras mengguyur seluruh permukaan kota. Seketika lalu lintas menjadi sedikit terhambat karena para pengendara harus mengurangi laju kendaraannya. Benda-benda yang tertimpa air hujan menimbulkan bunyi silih berganti. Menjadi musik pengusir sunyi bagi jiwa yang hampir mati terbunuh oleh sepi.

Sesekali angin berhembus lembut, membuat hawa dingin semakin terasa menusuk ke dalam kulit. Tapi semua itu sama sekali tidak menyurutkan langkah Shilla. Gadis itu bersembunyi di bawah payung putihnya agar terhindar dari rintik hujan. Sebenarnya hujan sudah agak reda, tinggal rintik kecil saja. Tapi jika mengenai kepala pun akan menyebabkan pusing nantinya.

Sudah beberapa bulan ini Shilla kehilangan dirinya yang dulu. Dulu, ia adalah gadis yang ceria dan penuh semangat. Tapi sejak ia kehilangan penglihatannya karena kecelakaan, ia jadi sedikit pendiam dan murung. Shilla seperti kehilangan semangat hidupnya. Ia berpikir jika Tuhan telah mengambil semua kebahagiaannya. Semua ini tidak adil baginya.

Danau yang letaknya tidak jauh dari rumahnya, selalu menjadi tempat favorit yang sering ia kunjungi. Dia menemukan kegembiraannya di sana. Dan setelah hujan selalu menjadi waktu paling indah baginya. Seperti yang saat ini ia lakukan. Shilla berdiri di pinggir jalan raya tepat di depan zebracross. Ia berusaha menajamkan pendengarannya untuk mengetahui kapan kendaraan-kendaraan di sekitarnya saat ini akan berhenti dan memberinya kesempatan untuk menyeberang.

Deru kendaraan sudah berkurang. Shilla menggerak-gerakkan tongkatnya ke depan dan mulai melangkah perlahan. Tiba-tiba saja ada seseorang yang merangkul dan membantunya untuk menyeberang.

“Mau kemana?” tanya seseorang itu setelah mereka berhasil menyeberang. Suara laki-laki. Tidak menjawab, Shilla malah mengenyahkan tangan seseorang itu dari pundaknya.

“Saya bisa sendiri, makasih.” ujar Shilla seraya menyunggingkan senyum tipis. Ia kemudian berlalu, meninggalkan seseorang itu.

***

Di sinilah Shilla sekarang, danau favoritnya. Ia melipat payung karena hujan telah benar-benar berhenti sekarang. Lalu ia berjalan mendekati bangku kayu tua di pinggir danau. Bangku itu terlihat sangat kusam dan sedikit berkerit ketika Shilla mendudukinya. Tapi tidak masalah, bangku ini masih cukup kuat untuk menopang tubuh Shilla.

Sunyi dan tenang. Hanya ada suara-suara katak yang saling menyahutkan kegembiraan karena hujan. Sesekali bunyi denting butir air dari dahan yang jatuh ke danau terdengar oleh Shilla. Ia tersenyum, sangat menikmati suasana ini. Karena di saat sepertilah ia merasa berharga. Dunia kembali mengakui bahwa dirinya ada.

“Kreeett..” Shilla tersentak mendengar bangku yang ia duduki kembali berkerit dan sedikit bergoyang. Seperti ada seseorang yang mendudukinya lagi. Ya, Shilla benar, ada seseorang yang duduk di sebelah kanannya saat ini.

“Siapa kamu??” tanya Shilla yang mulai was-was seraya memutar posisinya ke kanan. Menghadap seseorang itu. “Jangan macem-macem sama saya!” lanjutnya karena ia yakin seseorang yang saat ini ada di sampingnya adalah laki-laki.

Shilla sudah hampir mengangkat tongkatnya, hendak memukul seseorang itu. Tapi seseorang itu langsung mencegah gerakan tangannya.

“Ini gue, yang tadi bantu lo nyebrang.” ucapnya cepat, mencegah Shilla kembali berpikiran buruk.

“Kamu? Ngapain kamu ke sini?” tanya Shilla yang terkejut setelah mengetahui seseorang yang ia temui di pinggir jalan tadi sudah ada di depannya. “Dari tadi kamu ngikutin saya?”

“Iya, gue sengaja ngikutin lo karena tadi lo nggak mau jawab pertanyaan gue.” kata seseorang itu. Shilla baru ingat. Tadi seseorang itu sempat menanyakan ke mana dia akan pergi, tapi dia tidak menjawabnya. “Nama gue Raka, boleh tau nama lo siapa?” tanya laki-laki yang mengaku bernama Raka itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Setelah HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang