Bab 3

107 5 0
                                    


Sera menangis di balik selimut tempat tidurnya. Ia menggigit bantalnya agar suaranya tidak terdengar.

Mentalnya benar-benar terguncang. Hingga akhirnya ponselnya berdering tertera 'Kak Refat calling' di sana.

Refat, adalah kakak tertua Sera. Sera anak ke tiga dari empat bersaudara. Dia masih memiliki adik tapi adiknya sekarang berada di pesantren.

Sera menggesar tombol telfonnya dan kini ia terhubung dengan kakaknya.

"Halo kak,"

"Halo dek, Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam kak. Kenapa kak nelfon?"

"Kakak udah tau semuanya dari Afar. Kamu tidak papakan? "

Air mata Sera kembali turun. "Kak, Mama marah Kak. Adek mau di jodohin sama anak teman Mama, tapi Adek gak mau,"

"Adek, Mama juga gitu karena kamu juga. Kamu sudah gede. Umur kamu juga udah 17 tahun. Aisyah saja menikah dengan Rasulullah ketika ia berumur 9 tahun. Kamu17 tahun, masa gak mau. Nikah itu enak loh,"

"Ish kakak. Enak apanya. Adek belum siap di suruh sana sini. Adek belum tau masak, mencuci, semua pekerjaan rumah adek gak tau. Adek masih ingin menikmati masa muda Adek Kak."

"Huft. Adek. Menikmati masa muda ad-"

Sambungan terhenti. Ia benar-benar tidak menyangka kalau kakaknya juga tidak mengerti dengan perasaannya.

~*~

Sera berangkat ke sekolah sangat pagi-pagi. Ia tidak mau bertemu dengan keluarganya. Beruntung sekolah sudah terbuka walau masih sepi.

Tempat pertama ia kunjungi adalah ruang musik. Ia ingin bermain musik. Tidak perduli kalau ada siswa yang ingin bermain juga. Biarlah satu hari ini dialah jadi penguasa ruang musik ini.

Lagu pertama Sera mainkan adalah Twinkle Twinkle Little Star. Lagu popular di kalangan anak-anak. Namun setidaknya fikirannya bisa tenang.

Lalu lagu kedua adalah Fur Elise. Salah satu karya Beethoven. Tiba-tiba bayangan kejadian terlintas di benaknya. Perasaan Sera pun berubah bahkan mempengaruhi ritmenya. Melodi yang di hasilkan pun sangat berbeda. Terkesan memaksa, dan pelampiasan emosi yang sangat dalam.

"Jangan jadikan piano sebagai alat pelampiasan," ujar seseorang di pintu ruang musik.

"BUKAN URUSAN-" ucapan Sera terpotong karena melihat pria yang berada di pintu itu. Sera langsung menoleh ke arah laki-laki itu dan ia terpesona dengan ketampanan laki-laki itu. Bahkan ia langsung melupakan masalahnya.

"Memang bukan urusan gue, tapi lo sadar gak, ruangan ini bukan kedap suara. Siapapun yang lewat depan ruangan ini pasti akan merasa terganggu. Kalo lo ada masalah ya curhat pada Tuhan. Jangan jadikan barang yang tidak salah apa-apa lo jadikan pelampiasan. Apa faedahnya coba?" kata laki-laki itu.

Sera masih diam menatap laki-laki itu. Ia tidak mendengar dengan ucapan laki-laki itu. Fokusnya mengarah ke wajahnya.

Jantung Sera pun berdegup kencang melihat laki-laki itu.

Diary, bisakah aku berharap kalau dialah yang sang pemilik tulang rusuk yang kucuri ini?, batin Sera.

"Sera!" ujar seorang laki-laki itu langsung masuk. Laki-laki itu bernama Afar. Saudara kembarnya Sera. "Sera. Lo-" ujar Afar dengan membuang nafas kasar. Sepertinya ia ingin marah dan melepaskan semua amarahnya pada Sera tapi, ia tidak ingin menambah masalah lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 15, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hibbun (NEW VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang