Abigail Willem-alexander

56 3 0
                                    

Abby's P.O.V

    Abigail Willem-Alexander, kalian bisa panggil aku Abby. Aku seorang anak perempuan berumur 17tahun. Anak dari buah cinta Reno Willem-alexander dan  Ratnasari Ayu Mahardhika. Ayah seorang dokter bedah disalah satu rumah sakit swasta ternama dikota ini, aku tidak terlalu menyukai profesi ayah. Sedangkan ibu sudah disurga sejak 7tahun lalu, kenapa aku bisa menyimpulkan ibu masuk surga? Bukan hanya ibu bersikap baik semasa hidup, tapi ibu meninggal saat melahirkan adik perempuanku. Yang ku baca dibuku agama islam, seorang wanita akan masuk surga jika meninggal saat melahirkan dan aku percaya itu memang benar. Adik perempuan ku yang bernama Sherina Willem-alexander biasa dipanggil Nana saat ini berusia 7 tahun, aku sangat menyayangi adik kecilku ini. Nana adalah satu satunya titipan ibu yang akan terus ku jaga, aku tidak pernah membenci Nana walaupun ibu harus berkorban nyawa demi kelahirannya. Aku juga memiliki seorang kakak lelaki bernama Ervan Willem-alexander yang saat ini sedang menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi di Universitas Padjadjaran.

    Aku memang berasal dari keluarga dokter. Dari kakeknya kakek buyutku sampai kakakku semua menjadi dokter. Ayah juga sering memaksaku menjadi dokter, tapi aku menolak. Dengan tegas aku lebih memilih masuk program IPS disekolah daripada IPA.

    "By, ada sekolah milik teman ayah yang bisa memasukan kamu ke program IPA. Bagaimana menurut kamu by?" Tanya ayah sambil mengoleskan selai nanas ke roti tawar miliknya.

    "Ayah.."

    "Oh kalo kamu gamau pindah sekolah gak masalah kok by, kamu tau universitas milik om Banu kan? Kamu bisa masuk kedokteran disana walaupun kamu IPS, tapi kamu harus bimbel IPA" potong ayah tanpa memberiku kesempatan berbicara.

    Prang!!!

    Aku melempar pisau selai yang ada ditangan ku kemeja makan.

    "Ayah tau kan Abby gamau jadi dokter!" Tegas ku dengan tatapan yang tajam yang bertemu tatapan kaget ayah.

    Nana yang berada disebelah ayah juga tampak ketakutan.

    "Abby! Keluarga kita adalah keluarga dokter! Kamu mau bikin malu ayah keluarga besar kita?" Nada biacara ayah mulai meninggi.

    "Kakak sebentar lagi kan jadi dokter gigi, kenapa aku juga harus jadi dokter? Ayah pernah tanya mau aku apa? Pernah gak yah?" Pertanyaan ku terkesan kasar, tapi ini adalah emosi yang tak bisa ku tahan lagi.

    "Apasih mau kamu? Tau apa kamu tentang masa depan kamu?" Ayah semakin terbawa emosi.

    "Aku gak mau jadi dokter, apa ayah lupa? Saat mamah mau melahirkan Nana ayah ada dimana? Ayah sibuk kan karena harus mengoperasi pasien ayah? Dan dokter yang membantu ibu melahirkan juga gak becus! Makanya ibu gak selamat! Lagi pula aku yang tentuin masa depan aku! Bukan ayah!" Aku tidak bisa menahan emosiku lagi, sesegera mungkin aku pergi kearah kamar.

    Ayah kini terdiam duduk dikursinya, mungkin sedang merenung.

    Masih jelas ingatan ku, 7 tahun lalu. Aku dan kak Ervan panik karena ibu mengalami kontraksi dihalaman rumah saat sedang duduk. Ditemani mang tarjo dan bi uti, supir dan pembantu dirumah kami. Kami membawa ibu kerumah sakit tak jauh dari rumah, saat itu ayah tidak bisa menemani karena harus mengoperasi korban perampokan. Kak Ervan yang saat itu masih berusia 14 tahun memberanikan diri menemani persalinan ibu. Aku bersyukur mendengar suara tangisan bayi dari balik pintu ruang bersalin. Tapi saat pintu dibuka kak Ervan langsung memelukku sambil menangis dan berkata "ibu udah ada disurga dek" aku tak percaya. Ka Ervan pasti bercanda. Aku lemas mendengarnya.

    Aku saat ini sedang menangis dikamar. Aku hanya rindu ibu, sudah lama ibu tidak hadir dalam mimpiku.

    Clek..

    Pintu terbuka, ternyata ayah yang membuka.

    "Abby.." panggil ayah lembut seraya duduk disamping ku dan membelai rambut sebahuku.

    "Maafkan ayah, ayah tau selama 7 tahun ini adalah masa yang berat untuk kamu. Ayah hanya ingin yang terbaik untuk kamu nak" ayah menaruh kepalaku didadanya. Aku merasakan kehangatan seorang ayah yang sudah lama tidak aku rasakan karena ayah lebih sering berada dirumah sakit.

    "Aku gamau jadi dokter yah.." lirih ku dengan suara yang pelan.

    "Kalau kamu tidak mau jadi dokter, kamu mau jadi apa by?" Kini ayah melepas peluknya dan menatap wajahku.

    "Aku ingin seperti ibu, bekerja untuk perdamaian dunia yah.." jawabku yakin.

    "Kamu yakin?" Tanya ayah.

    "Apa caraku membentak ayah dimeja makan kurang meyakinkan?" Jawabku.

    Ayah hanya terkekeh mendengar jawabku, aku pun ikut terkekeh.

    "Kamu bisa kejar cita-cita mu by" ujar ayah.

    "Maafkan ayah sudah mengekang mu selama ini" lanjut ayah.

    "Terima kasih, aku sayang ayah" aku memeluk ayak kembali, sangat sangat erat. Aku bisa merasakan ayah tersenyum meski tak melihat wajahnya.

###

    "Abby, hari ini latihan kan?" Tanya Gina padaku.

    "Iya gin, pulang sekolah ya" jawab ku dan tak lupa ku lemparkan senyum manis pada Gina yang barusan menanyakan soal latihan futsal. Aku adalah kapten sekaligus ketua ekskul futsal putri di SMA Kencana.

    "Emm.. nanti pulangnya aku nebeng ya by, aku gak bawa mobil dan gada yang jemput" Gina selalu bersikap manja padaku, padalah kami sedang berada dikantin.

    "Iya, tapi aku bawa motor" jawab ku tanpa menoleh kearah Gina.

    "Gapapa ko" Gina tersenyum.

    Disekolah, aku tergolong murid yang populer. Bukannya aku mau menyombongkan diri, tapi aku sendiri sebenarnya tak begitu suka keramaian. Sebenarnya tampilan ku biasa saja, cenderung tomboy. Rambutku sebahu lebih, seringnya aku ikat. Aku paling tidak suka make up, terakhir aku make up itu saat wisuda SMP. Mungkin aku populer karena aku jago dibidang olahraga terutama futsal, dan juga bidang seni musik terutama drum. Aku juga pandai menggambar realis. Tapi ada yang aneh, aku memiliki beberapa fans(ya setiap murid populer pasti lunya fans) tapi kebanyakan fans ku adalah wanita. Mereka sering meneriaki nama ku saat pertandingan futsal atau saat aku tampil saat pensi sekolah. Aku juga tidak tau kenapa.

    Gina salah satu cewek yang sering modus kepadaku. Tapi ku akui modus yang dilakukannya sulit ku tolak. Ya contohnya ketika dia minta antar pulang, aku akan merasa tidak enak jika menolaknya karena ayah kami saling kenal dan rumah kami juga searah.

    Plok..

    Sebuah tisu bekas dan basah mengenai seragamku (serius aku gak tau suaranya gimana)

    "Ups.. gue kira tempat sampah, eh taunya emang sampah beneran ahhahaha" gadis Monster sialan! Oke kalo tadi aku bilang aku punya beberapa fans, kalau ini adalah Quin. Satu satunya hater ku disekolah ini, dia gak pernah bisa membiarkan ku tenang. Selalu saja mengusik ketenanganku.

    "Maksudnya apaan sih!" Emosiku mulai tersulut.

    "Kan tadi gue bilang, gua fikir lo tempat sampah. Makanya gue lempar tisu bekas kesitu" jawab Quin makin nyolot.

"Lo buta ya!" Ucapku singkat dan melangkah meninggalkan kantin dan monster gila itu.

    Aku bisa mendengar suara tawa Quin dibelakangku.

    Benar-benar monster gila! Dia sendirian ngejahilin aku dan sekarang dia tertawa sendirian dikantin.

TBC.

Hi reader sayaaang....
Apa kabs bro?
Gua baca story baru nih, tapi tenang aja cerita sebelah masih gua lanjut kok *kyk ada yang baca aja😂
Dikepala gua banyak banget ide cerita baru yang kalo gak gua tulis tuh malah jadi kepikiran, so... Semoga kalian suka yaaa
Kalo suka jangan lupa tembak *eh vote sama komen maksudnyaaa😂😂😂

The Other SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang