"Fahmi! Kembaliin pulpen gue! Gue mau nulis, gue tampol pake buku baru tau rasa lo!" aku berdiri sambil memukul meja dengan nada sedikit membentak.
"Sini lo Rin, ambil aja kalo kaki lo yang kecil nan lambat itu bisa ngejar kaki gue yang super fast kayak Flash!" Dia Fahmi Ahza Pratama, terkenal dengan kesombongannya dan kepintarannya. Tapi kalau udah berhadapan sama aku, bukan sosok sombong dan pinter lagi yang aku lihat, JAHIL!
"Miiiii, Please deh. Cape akutuh ngejar-ngejar kamu mulu" kata ku dengan suara terengah-engah akibat mengejar Fahmi.Tapi tiba-tiba..
Semua gelap,
Kepalaku mendadak pusing,
"Sabrina! Sabrina! Bangun! Maafin gue, Sabrina please bangun, nanti siapa yang bisa gue jailin lagi?" suara itu terdengar di telingaku. Samar-samar tapi aku dapat mengenali kalau itu suara Fahmi.
Aku membuka mataku perlahan, yang aku lihat pertamakali adalah tatapan bersalah Fahmi, dia tidak tahu kalau aku punya asma. Lari sedikit, susah nafas. Ujung-ujungnya kalau ga pusing, ya pingsan."HAHAHAHAHA NGAKAK BANGET SUMPAH LIAT LO GITU ANJIR" dengan kepala yang masih terasa berat aku tetap tertawa karena tingkah-nya yang konyol
"Dih gue serius, gue takut kalo lo mati ntar gue yang di marahin sama nyokap lo karena ga jagain elo. Bisa mati gue dimarahin Mamah Ingrid" katanya dengan wajah sok- cuek tapi peduli itu.
"Lo kalo gamau bikin gue sakaratul maut ya jangan bikin gue lari lari dong" kataku sambil menggerutu
"Maaf deh salah gue, gaakan lagi" dengan muka murung dia pergi berjalan ke arah kelas, meninggalkan aku, sendiri.Serius, aku mendadak deg-degan dan by the way, ini tangan kenapa jadi mendarat di pergelangan tangan Fahmi?
"Mi, Makasih banyak. Dan gausah baperan gitu lah alay lo" kataku sambil cekikikan
"Gue takut lo kenapa napa Rin" balasnya dengan memegang tangan ku lebih erat.Fahmi, please deh Sabrina Alaia Raheesa ini udah gabisa nahan rasa baper yang bergejolak di dada-ku. Duh mi, makanya jangan jahil!
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Struggle
Random"Menghadapi pernikahan tanpa direstui keluarga dari kedua belah pihak, menyerah atau tetap memperjuangkan?" Itu adalah pertanyaan yang selalu muncul dikepalaku, entah bagaimana caranya tapi aku harus menghadapi itu semua. Belum lagi orang tua kami y...