Perasaan itu datang lagi. Perasaan yang sama yang selalu hadir di hari pertama sekolah usai libur panjang. Bersemangat, takut, penasaran, bahagia, semuanya bercampur hari itu.
Seperti anak yang akan sekolah untuk pertama kalinya, aku berlari kesana kemari mengambil barang-barang yang akan ku bawa. Terlihat jelas bahwa aku belum mempersiapkan diri secara matang, padahal hari itu akan menduduki bangku Sekolah Menengah Atas. Diriku masih saja ceroboh seperti anak kecil.
Mungkin diriku ceroboh karena terlalu deg-deg an dalam menghadapi hari pertama sekolah.
Perasaan deg-deg an menemaniku dalam perjalan ke sekolah. Setelah sampai dan menemukan kelas yang akan aku tempati, aku mendapati diriku terlambat. Dari luar kelas, terlihat murid-murid lain telah duduk sambil mendengarkan pengarahan dari senior.
Senior yang melihat anak yang terlambat ini mempersilahkannya untuk masuk dan menempati tempat duduk yang masih kosong.
"Sepertinya aku tidak terlalu terlambat hari ini.".Bisikku setelah melihat 2 kursi yang belum terisi.
Ada 1 kursi dibarisan paling depan dan 1 kursi dibelakangnya. Aku memilih duduk di kursi dibarisan kedua. Hal itu karena diriku tidak suka duduk di barisan paling depan, dan murid lelaki yang duduk disamping kursi kosong di depan itu terlihat misterius dan aneh.
Tak lama, datanglah satu orang murid perempuan yang paling terlambat. Ia duduk di kursi kosong yang ada di depanku. Setelah semua murid lengkap, senior melanjutkan tugas memberi pengarahan kepada para junior.
Dilanjutkan dengan pemilihan ketua kelas. Setelah itu, masuklah beberapa guru secara bergiliran sambil memperkenalkan nama dan mata pelajaran yang mereka ajarkan. Guru yang pertama masuk adalah guru Bahasa Indonesia. Nama gurunya Bu Sari. Tak lama kemudian, masuklah guru Matematika. Matematika, pelajaran yang paling aku tidak sukai. Kenapa harus ada Matematika di hari pertama?
Riiiiiiing riiiiiiing riiiiiiing
The lesson today is finished
See you tomorrow morning with new learning spirit2 : 45 p.m.
Bell pulang telah berbunyi , aku membereskan perlengkapan sekolahnya dan memasukkannya ke dalam tas. Setelah semua murid selesai membereskan perlangkapan masing-masing. Ketua kelas terpilih, Reynand si misterius memimpin doa pulang.
Saat telah berada di gerbang sekolah, aku mendengar suara yang sudah tidak asing lagi ditelingaku. Benar saja, suara itu milik sesosok makhluk yang sudah ku kenal sejak masih kecil.
"Eh Raga, lu sekolah disini juga? Atau lu mau jemput gue?" Aku sambil menepuk bahu makhluk itu.
"Ya iyalah gue sekolah disini juga. Lagi pula ngapain banget gue jemput manusia kayak lu, gak level." Ucap makhluk tersebut sambil bergurau.
"Teman macam apa anda ini." Kami larut dalam tawa.
Akhirnya kami memutuskan untuk pulang bersama. Rumah kami tidak jauh, hanya beda blok saja.
"Assalamualaikum." Aku membuka pintu rumah. Aku sudah sangat yakin, setelah ini aku akan menerima pertanyaan bertubi-tubi mengenai hari pertamaku di sekolah.
"Waalaikumsalam, gimana tadi sekolahnya?" Pertanyaan pertama.
"Semuanya lancar kok, ma." Jawaban pertama.
"Alhamdulillah. Ada PR gak?" Pertanyaan kedua.
"Gak ada." Jawaban kedua.
"oh gitu, besok mau bawa bekal apa?" Pertanyaan ketiga.
"bawa apa aja deh yang ada"
Dengan sabar diriku menjawab pertanyaan bertubi-tubi itu. Tak lama, muncullah pertanyaan yang paling tidak kusukai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melihat
Teen Fiction"Kisah ini tidaklah berarti. Tak seperti moment yang pernah ku alami dengannya. Aku tak tahu harus kusebut apa perasaanku ini. Terkadang aku begitu tidak menyukai. Dan terkadang, aku dibuat berbunga-bunga olehnya. Jujur... Kisah ini kutulis, karena...