Singa Padang Pasir

208 6 0
                                    

well, cerita ini sebenarnya tugas bahasa indonesia gitu._. 

semoga ceritanya gak aneh ya :'v

Happy Reading !

****

Aku duduk termenung di pinggir jendela kamarku, memikirkan akan besarnya tanggung jawabku sebagai seorang dokter yang akan bertugas di negeri orang. Rambut panjang hitamku melambai tertiup angin sore. Pemandangan kota Jakarta ini akan kurindukan sampai 6 bulan ke depan. tepatnya saat aku telah menyelesaikan tugas kemanusiaanku di Negeri perang, Palestina.

Untung saja aku ditemani oleh temanku yang kebetulan juga bertugas di Palestina. Temanku bernama Assyah Tirana, ia memliki paras cantik khas asia. Kami sama-sama lahir 23 tahun silam. Bisa dibilang kami terlalu muda untuk mendapat gelar “Dokter”.

***

Udara subuh yang dingin membangunkanku dari tidur lelapku. Aku segera menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku dan mengambil wudhu.

Setelah selesai shalat subuh, aku langsung menyiapkan barang-barang yang akan kubawa ke Palestina. Yap, hari ini aku berangkat untuk tugas kemanusiaanku. Supir pribadiku sudah siap untuk mengantarkanku ke bandara Soekarno-Hatta.

***

Terlihat seorang wanita berkerudung merah dengan menggeret sebuah koper besar melambaikan tangannya ke arahku.

“Sabira !” panggilnya padaku.

Ya, namaku Sabira Kanzu. Biasanya dipanggil Sabira. Aku langsung berjalan ke arahnya, lalu memeluknya erat.

“kamu semakin cantik saja Assyah” ucapku tulus. Ya dia memang cantik, bahkan jauh lebih cantik dariku. Kami pun berbincang-bincang sebentar tentang Palestina. Lalu kami saling diam ketika operator bandara mengatakan bahwa pesawat menuju jalur gaza,Palestina akan segera Take Off. Aku melihat sekilas ke arah Assyah, wajahnya memucat, tangannya seketika dingin.

“kamu kenapa?”tanyaku khawatir.

“a-aku fobia terhadap ketinggian” ucap Assyah.

Aku pun menghiburnya agar ia tak usah khawatir lagi. Dan untungnya Assyah sudah lebih tenang daripada sebelumnya. Aku dan Assyah mencari tempat duduk kami dan segera mencari posisi senyaman mungkin untuk penerbangan kami yang pastinya akan memakan waktu lama ini.

***

Kami telah mendarat dengan selamat di Yasser Arafat International Airport. Aku dan Assyah segera menuju ke tempat bunker yang di sediakan.

 Kami telah sampai di bunker. Aku bergidik ngeri melihat ruangan yang akan kami tempati selama 6 bulan ke depan ini. Aku melirik ke arah Assyah, wajahnya terlihat ketakutan. Kami langsung membaringkan tubuh kami ke tempat tidur yang telah disediakan dengan ragu-ragu, lalu kami pun masuk ke alam mimpi.

***

Sudah seminggu kami menetap di Palestina. Mata kami pun sudah terbiasa melihat tentara yang terluka, bahkan para syahid yang meninggal di hadapan kami, darah-darah yang berceceran, juga potongan-potongan tubuh manusia.

“TOLONG ! TOLONG !” teriak 2 orang tentara yang menggendong seorang tentara lainnya. Aku dan Assyah berlari menghampiri mereka. Kepalanya penuh darah, serta luka tembakan di kakinya.

Assyah membersihkan darah-darah di sekitar kepala tentara itu. Ternyata lukanya cukup besar juga. Assyah langsung mengambil jarum dan benang untuk menjahit kepala tentara itu. Ia terlihat panik, bahkan terlalu panik. Aku melanjutkan tugasku membersihkan luka tembak di kaki tentara itu. Setelah ia selesai diobati, ia tertidur pulas di ranjang klinik.

Singa Padang PasirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang