LOVE FLAVOUR - 1

38 5 0
                                    

Menurutmu apa itu cinta? Banyak orang bicara tentang cinta yang akan berujung pada jodoh atau pasangan. jika sudah jodoh pasti takkan kemana-mana lalu jodoh ada ditangan tuhan dan sudah ditakdirkan, itulah kalimat yang lazim di dengar. Tapi mengapa masih banyak orang yang bercerai atau memiliki wanita ataupun lelaki idaman lain. Sebenarnya akhir dari jodoh yang dimaksud ada dimanakah? jika sebuah pernikahan bukankah akhir dari sebuah perjalanan cinta. Jika berpacaran lalu putus, bukankah itu sebuah hal yang wajar karena kita sedang mencari belahan jiwa kita. Tapi jika sudah menikah dan kita kehilangannya, apakah semua itu karena kita tidak berjodoh atau karena dia adalah jodoh kita namun kita tak bisa mempertahankannya ataukah ada hal lain lagi. Kenapa semua yang berurusan dengan cinta ataupun kehidupan begitu rumit jika dipandang ke depan lalu bagaimana mereka yang hanya bermodal menjalani dan melangkah ke depan tanpa banyak berpikir bisa menjalani kehidupan mereka?

"Hei, stop! Rara, kau terlalu banyak berpikir. Astaga aku akan gila jika mendengar ocehanmu terus" Ucap Dian seraya menutup telinganya karena semua pertanyaan dan pemikiran tentang cinta ataupun kehidupan dari sahabatnya itu. Sedangkan si pelaku hanya bisa tersenyum lebar mendengar perkataan Dian.

"Aku hanya berpikir saja" Rara mengendikkan bahunya seraya melahap sepiring mie ayam dihadapannya yang telah ia abaikan beberapa menit lalu karena saking asyiknya bicara.

Dian mendengus sebal. "Kau terlalu banyak berpikir tahu! apa bedanya kau dengan orang-orang yang terlalu memikirkan kehidupan yang rumit di depan mereka" Nada bicara Dian kini naik satu oktaf dan Rara yakin jika ia menjawab lagi maka sudah di pastikan gadis di sampingnya itu akan benar-benar marah.

Setelah itu keduanya terdiam, fokus pada santapan dihadapan mereka masing-masing hingga keduanya terlonjak kaget karena mengira sebuah kepala menggelinding di meja mereka.

"Kenapa kau memukulku?" Sergah seorang pria karena lemparan sendok yang mengenai kepalanya dan membuat si empunya kepala kesakitan.

Kepala itu milik Revan. Pria yang sudah setahun ini menjadi kekasih Dian Kirana. Sebenarnya tidak ada niatan dari pria itu untuk mengagetkan mereka. Ia hanya melihat rara dan dian sedang duduk diam dan menundukkan kepala mereka. Ia menempelkan kepalanya ke meja karena ingin melihat ada yang terjadi tapi malah terkena lemparan sendok yang pasti sudah membuat kepala jeniusnya kini benjol.

Dian mencoba menetralkan nafasnya lebih dulu lalu kembali memukulkan sendoknya pada Revan. "Kau! kenapa mengagetkanku, hah! Menyebalkan"

"Aku hanya ingin melihat apa yang kalian lakukan lalu kenapa kau memukulku dengan sendok. Kau memukulku dua kali. Disini." Jelas Revan dengan nada yang tak kalah tinggi pula dengan Dian.

"Sudah ku bilang itu karena kau mengagetkanku. Oh... jantungku. Kalau aku jantungan kau harus bertanggung jawab. Harus!"

"Tentu saja, karena jantung dan detakkan jantungmu adalah milikku" Dian merona sekaramg. Gadis itu tersipu dan tersenyum malu seraya menutup wajahnya sedangkan Revan tersenyum lebar melihatnya dan Rara menggelengkan kepalannya seraya mengeluarkan desahan pelan.

"ahhh... tidak asyik, aku ingin melihat kalian bertengkar lebih hebat lagi tapi malah berakhir dengan ia tersenyum lebar dan dia tersipu malu" Tunjuk Rara pada Revan dan Dian bergantian. "Apa kalian selalu seperti ini? Apa jatuh cinta selalu seperti ini?"

Dian dan Revan menoleh pada Rara serempak dan gadis itu menunjukkan ekspresi dan gerakan bibir tanpa suara, menanyakan kenapa keduanya menatapnya secara tiba-tiba. "Rara, tidak bisakah kau melihat situasinya?" Ujar Dian.

Rara mengerutkan keningnya, tidak mengerti. "Situasi apa?"

"Apa dia selalu tidak peka?" Ingatkan Rara untuk tidak melemparkan sumpit yang ia pegang pada Revan karena ia masih memerlukan sumpit itu untuk menghabiskan mie ayam kantin kesukaannya.

"Bukankah kau akan ke perpustakaan?" Tanya Dian secara halus. Dan jika Dian sudah melakukan hal itu maka pasti istilah ada udah dibalik payung akan terjadi. Pertanyaan halus itu secara kasar adalah Dian sedang mengusir Rara agar bisa berduaan dengan Revan sekarang.

Rara mencoba menahan tawa geli saat mendengar nada halus milik Dian. Gadis berdeham keras agar tidak kebablasan karena sebuah ide untuk menjahili Dian kini muncul dalam otaknya. "Tidak jadi. Pasti ramai jika jam segini"

"Sedang tidak ada janji?"

"Tidak. Sahabatku hanya kau. Aku juga tidak punya kekasih dan ibuku masih bekerja jam segini"

Dian menggigit bibirnya, lebih tepatnya menggeram mencoba menahan gejolak emosinya yang siap meledak kapan saja. "Rara..."

"Apa kau tidak bisa pergi saja?" Potong Revan gerah dengan ketidakpekaan Rara setelah diusir secara halus oleh Dian.

"Aku mengerti, aku mengerti... kalian tidak perlu marah begitu. Lagipula aku juga akan pergi" Rara menjulurkan lidahnya seraya bangkit meninggalkan meja kantin dan membiarkan kedua sejoli yang walaupun sudah lebih dari setahun berhubungan masih terlihat sebagai dua sejoli yang di mabuk asrama.

&&&

(TBC)


LOVE FLAVOUR [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang