LOVE FLAVOUR - 3

16 3 0
                                    

Sejak saat itu, keduanya sering kali bertemu di kampus atau di lapangan tempat mereka bertemu pertama kali. Awalnya mereka hanya saling melewati tanpa berkeinginan untuk saling bertegur sapa. Rara memang merasa jika memang pertemuan mereka hanya sebatas pertemuan tanpa sengaja sehingga mereka tidak punya kewajiban untuk saling bertegur sapa. Tapi sebuah tugas kuliah membuat mereka mau tidak mau harus saling bicara, mereka ditempatkan di kelompok yang sama secara acak.

Mulai dari itu, mereka mulai berperan seperti dua orang yang saling mengenal lalu berubah menjadi teman dan mulai memiliki waktu untuk di habiskan bersama. Jika biasanya Rara akan sendirian saat Dian dan Revan pergi berkencan maka sekarang ada Alan yang menemaninya. Rara juga memiliki kebiasaan untuk mampir melihat Alan bermain dengan anak-anak di lapangan saat ia pulang dari kampus. Benar-benar perasaan nyaman yang luar biasa. Hingga melihat Alan yang tengah tertawa dan berbincang akrab dengan gadis lain tempo hari membuat hatinya berdesir menyakitkan seakan ada sebuah luka sayatan tak terlihat sedang ia rasakan.

"Hei, kau melamun" Seseorang menyentuh bahu Rara dan mendudukkan diri di samping gadis itu.

Rara tersenyum dan menggeleng pelan lalu memberikan sebotol air mineral dingin yang memang ia bawakan untuk pria disampingnya itu. "Alan, apa kau selalu bermain disini?"

Alan selesai meneguk air yang diberikan padanya hingga menyisakan setengah botol di sana. Pria itu menoleh dan menatap Rara yang sedang menunggu jawabannya. "Hmmm... menghabiskan waktu bersama mereka lebih menyenangkan, lagipula aku juga selalu melakukan sesuatu dari sini. Kenapa bertanya?"

"Tidak, bukan apa-apa. Hanya penasaran saja, aku lebih sering melihatmu bermain dengan anak-anak itu ketimbang berada di kampus"

Alan mengangkat sebelah alisnya, terkejut dengan apa yang diucapkan oleh rara. "Kenapa? Kau merindukanku jadi kau ingin selalu melihatku setiap kali kau ada di kampus"

Rara tertawa geli atas rasa percaya diri pria itu. "Cih... percaya diri sekali" Alan tersenyum lalu mengacak lembut puncak kepala rara dan kembali masuk kedalam lapangan bermain bersama anak-anak disana. Walaupun Rara sempat kesal karena rambutnya jadi berantakan tapi segera mungkin senyum manis gadis itu terukir di bibirnya. Beberapa menit kemudian Alan kembali dan menarik Rara untuk bermain dengan mereka.

Rara berhenti di depan pagar rumahnya, sudah jadi rutinitas Alan mengantarkan Rara pulang saat mereka selesai bermain di lapangan bersama anak-anak. Dan di saat itu jugalah mereka akan semakin dekat.

"Oh ya, Dian dan Revan memintaku untuk ikut dengan mereka menonton film besok. Bisakah kau ikut?" Tanya Rara walaupun sedikit ragu.

"Kenapa mengajakku? Apa kau tidak punya kekasih yang bisa kau ajak pergi?"

Rara menggeleng cepat. "Tidak ada, aku tidak punya teman lain selain dirimu, Dian dan Revan" Alan tertawa keras sampai memegangi perutnya dan sebuah tamparan keras di punggung alan membuat pria itu berjengit kesakitan. "Kau sedang meledekku? Tidak jadi! jangan ikut, lebih baik aku menjadi obat nyamuk daripada kau ikut denganku" Rara menghentakkan kakinya kesal lalu berbalik menuju pagar rumah tapi sebuah tangan menahan pergerakannya.

"Kau marah?" Alan mendekat yang secara otomatis membuat Rara melangkah mundur hingga punggung kini bersentuhan dengan pagar rumahnya. Jarak mereka benar-benar dekat dari jarak sedekat ini Rara bisa mendengar deru nafas bahkan hembusan nafas Alan dan itu membuat kinerja jantungnya kacau berantakan. Kini jantungnya berdebar dua kali lebih cepat dibandingkan biasanya.

"Hei, menjauhlah dariku" Pinta Rara sedikit tergagap. Alan tersenyum lalu datangnya bergerak ke arah Rara membuat gadis itu dengan sigap melengkungkan tubuhnya semakin ke belakang dan menutup mata. Tak terjadi apapun dalam beberapa detik, gadis itu merasakan jika pagar di belakangnya terbuka oleh tangan Alan.

"Masuklah. Malam ini sangat dingin. Katakan saja jam berapa aku harus menjemputmu besok, aku akan menemanimu"

Rara mengerjabkan matanya, gugup dengan kebodohan pikirannya yang ngelantur. "Oh... aku akan mengirimkan pesan padamu nanti. Sampai jumpa" Secepat gadis itu berkata, secepat itu pula gadis itu menghilang dibalik pintu rumahnya.

Alan tersenyum melihat kegugupan dan salah tingkah gadis itu. Pria itu masih berdiri disana dalam beberapa menit ke depan, dengan tangannya yang menyentuh dadanya tempat dimana ia bisa merasakan detakan jantung yang tak teratur akibat kedekatan yang baru saja ia lakukan.

Dia sudah sejak lama memperhatikan seorang amara sejak masuk ke universitas, senyum gadis itu membuatnya tak bisa berpaling atau mengalihkan perhatiannya tapi sayang saat itu ia terlalu pengecut untuk mendekati Rara dan puncaknya ia dengan sengaja melempar bola yang seharusnya ia tendang ke gawang ke arah Rara yang sedang berjalan. Ia memang menemukan gelang rara tapi bukan saat di lapangan melainkan di dekat rumah gadis itu. Karena rasa pengecutnya lagi ia harus berbohong agar Rara tidak menganggap alan sebagai seorang pengungtit walaupun kenyataannya ia memang selalu bermain dilapangan menunggu gadis itu lalu mengikuti rara sampai kerumahnya hanya untuk sekedar melihat gadis itu dan meredakan kerinduannya.

&&&

(TBC)

LOVE FLAVOUR [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang