NN

553 12 0
                                    

Nesi Azaffa Harfian menyuap sendok terakhir sarapan paginya lalu menegak segelas air dengan tenang.

"Papa udah putuskan, bulan depan kita akan pindah rumah. Papa sudah membeli sebuah rumah."

Nyonya Harfian mengangguk. "Mama dan Papa perlu suasana baru. Kamu gak keberatan kan, Nesi?"

Nesi mengangguk lalu memperbaiki posisi kacamatanya.

Sebagai anak semata wayang, orang tua Nesi cukup memerhatikan keinginan dan perasaan anaknya. Namun lelaki itu memang selalu menuruti kemauan orang tuanya.

"Nesi gak masalah selama masih bisa ngejangkau kampus Nesi, Pah, Mah."

Nesi baru saja lulus dari SMA dan sudah lulus dari tes di salah satu perguruan tinggi negeri ternama di kotanya. Tentu saja saat ini, itu lah yang menjadi prioritas Nesi.

"Kamu pikir papa beli rumah di pelosok mana, Nesi?"

Nyonya Harfian tertawa disusul dengan senyuman dari Nesi.

"Masih di kota ini dengan suasana yang jauh berbeda. Papa juga yakin kamu pasti betah di sana."

Nesi bangkit dari kursinya sambil membenahi piring bekas ia makan.

"Kalo masalah itu, Nesi percaya sama papa seratus persen."

***

Kuinila Eloni Pamesya mengusap keringat di pelipisnya setelah satu jam lebih membereskan buku-buku semasa SMA nya ke dalam kardus-kardus mi instan untuk segera membuangnya.

"Echa! Udah selesai belum rapihin bukunya?" teriak Erin, kakak Echa atau Mesya dari luar kamarnya.

"Iya Kak! Aku udah selesai kok!"

Mesya bangkit dan mengangkat kardus-kardus yang sudah terikat tali itu. Tiba-tiba saja, ponselnya yang berada di tempat tidur berbunyi.

Mesya membuang napas panjang. "Siapa sih?" Ditaruhnya kembali kardus itu dan ia mengambil ponselnya.

"Nadira." gumamnya lalu langsung menerima panggilan itu.

"Halo, Dir."

"Lagi ngapain, Cha?"

"Kamu aneh, Dir."

Di seberang sana Nadira tertawa. Sebenarnya, ia merasa Mesya lah yang aneh!

Mesya mengenal Nadira sudah sejak ia duduk di bangku SMP. Kala itu Mesya murid pindahan dari kota lain. Dan ntah kebetulan atau bagaimana, ternyata rumah yang ia tinggali tepat di samping rumah Nadira! Sampai sekarang. Masih sampai sekarang. Namun saat SMA memang Mesya dan Nadira tidak satu sekolah kembali seperti saat SMP.

"Aku belom mau ngerebut gelarmu sebagai orang aneh, Echa!"

"Aku aneh ya?"

"Ckck. Yaudah deh, nanti sore kamu ke rumahku ya! Gila kamu mentang-mentang udah mau kuliah terus tiga hari kamu di dalem rumah aja!"

"Aku kan beres-beres, Dir." Mesya mengapitkan ponselnya di antara bahu dan telinga lalu kembali mengangkat kardus-kardus berisi buku itu.

"Hmm, pokoknya aku tunggu kamu deh. Dah!"

Tutt.

Mesya memandangi ponselnya dengan wajah keheranan. Lalu ia menggelengkan kepala, melempar ponsel itu ke tempat tidur, dan melanjutkan kegiatannya.

***

Nadira Senaptian akan pindah dari rumahnya yang ia tinggali saat ini dua hari lagi. Ia dan keluarganya akan pindah ke luar kota karena dinas Ayahnya. Dan nampaknya, ia juga tidak mungkin dapat sekampus dengan Mesya, salah satu teman dekatnya itu.

Dipandanginya kamarnya yang tinggal bersisa tempat tidur dan koper-koper berisi pakaiannya.

"Ini kah yang namanya perpisahan?" ucapnya lirih. Sangat lirih.

-- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- --

Yo guys! Kenalan dulu sama Nesi, Mesya, dan Nadira!

Aku juga masih inget sama KEINA kok~

Bantu Vote dan Comment cerita baruku ini ya!

Makasih!

Jum'at, 27 Juni 2014. 11.23 PM

NNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang