SATU

869 114 23
                                    

"Kenapa?"

Satu pertanyaan dengan nada sedingin es itu mampu membuat Jaehyun kehilangan nafsu makannya. Pria dengan rambut dark brown itu menghela napas panjang, tangan kanannya terulur, meraih gelas berisi air putih dan meneguk isinya hingga tinggal setengah. Lidahnya mendadak kelu, serangkaian kata yang sudah tersusun manis di kepalanya mendadak sirna tak kala mendapati sorot datar dari kekasihnya.

"Di setiap keputusan pasti ada alasannya bukan? Lantas apa alasanmu Jaehyunie?" sekali lagi, pria yang dua tahun lebih tua darinya itu bertanya. Nadanya masih sama, membuat Jaehyun mau tak mau membalas tatapan kekasihnya dengan perasaan campur aduk.

Pria itu bimbang, jawaban apa yang bisa dia berikan tanpa harus melukai perasaan kekasihnya. Apakah dia harus berkata jujur? Berkata jika dirinya membutuhkan ruang untuk dirinya sendiri? Jika dia ingin memiliki waktu bebas bersama teman-temannya? Yang bisa pergi minum hingga pagi seperti teman-temannya yang lain. Apakah dia harus berkata jika dirinya ingin mempunyai sedikit privasi tanpa terbebani dengan keberadaan Taeyong disisinya? Haruskah Jaehyun berkata sejujur itu? Atau dia harus sedikit berbohong demi kebaikan bersama?

"Hyung, aku..."

"Kau bosan karena selalu bersamaku ya Jaehyunie?" tanya pria itu, memotong kalimat Jaehyun.

Taeyong tidak buta, dia cukup menyadari perubahan sikap Jaehyun tiga bulan belakangan ini. Jaehyun yang lebih sering pulang malam. Entah karena lembur atau menghabiskan waktunya di luar bersama teman-temannya tanpa melibatkan Taeyong. Jaehyun yang mulai jarang menyentuhnya, Jaehyun yang mulai jarang mengirimi pesan padanya. Taeyong sadar betul, bahkan dengan perubahan-perubahan kecil yang pria itu lakukan entah sadar atau tidak, Taeyong menyadarinya. Jadi ketika pagi ini Jaehyun meminta izin pada dirinya untuk pindah ke apartemen yang di berada di dekat kantornya, setelah hampir lima tahun tinggal bersama. Maka satu-satunya kesimpulan yang bisa di dapat oleh Taeyong hanyalah Jaehyun yang mulai bosan padanya.

"Kabari saja kapan kau akan pindah," ujar Taeyong sebelum beranjak dari duduknya. Kaki kurusnya melangkah ke kamar, mengambil ponsel dan tas punggungnya.

"Hyung aku sama sekali tidak bosan padamu, sungguh! Terbesit dipikiranku saja tidak. Aku hanya ingin suasana baru, itu saja."

Taeyong mengangguk, seulas senyum terbit di bibirnya. Tangannya terulur, mengusap pipi kanan Jaehyun dengan penuh kasih sayang. "Aku mungkin akan pulang pagi, ada lagu yang harus aku selesaikan hari ini juga karena besok aku harus mengajukan demo ke agensi. Kau jangan pulang terlalu larut, langsung tidur jika sudah pulang, jangan main game. Arraseo?"

Jaehyun mengangguk pelan, hatinya merasa begitu kosong ketika tangan Taeyong tak lagi ada dipipinya. "Aku antar hyung."

Taeyong menggeleng. "Taeil hyung sudah menunggu dibawah sejak setengah jam yang lalu Jaehyunie," jawabnya sambil mengenakan tas punggungnya.

"Hyung mianhae," gumam Jaehyun, memeluk tubuh Taeyong dari belakang. Rasanya ada yang bebeda di hatinya, perasaan asing yang baru pertama kali dia rasakan. Satu sisi hatinya di liputi kebahagiaan karena kedepannya dia akan lebih leluasa menghabiskan waktu dengan teman-temannya tanpa dibuat khawatir jika Taeyong akan menunggunya. Tapi satu sisi dia merasakan ada sesuatu yang hilang, berada tidak pada tempatnya. Perasaan macam apa ini? Kenapa rasanya begitu mencekik, Taeyong tak akan meninggalkannya bukan? Terbukti jika pria itu mengijinkannya untuk tinggal terpisah tanpa adanya drama yang tadi sempat di khawatirkan. Bahkan pria itu, kini tengah memeluk tubuhnya dengan begitu erat.

"Aku harus berangkat, kasihan Taeil hyung kalau harus menunggu terlalu lama." Taeyong melepaskan pelukannya, menatap wajah kekasih tampannya untuk sejenak sebelum beranjak keluar kamar. "Jangan lupa habiskan sarapanmu, Jaehyunie," kata Taeyong saat melewati meja makan dan mendapati piring kekasihnya itu masih utuh.

SCANDAL ( JAEYONG )Where stories live. Discover now