Cinta Tetes Terakhir (Tentang Delvina)

21 0 0
                                    


Stockhlom, 28 Agustus 2004

Sampai langit berhenti menangis ,

senyummu kan selamanya kulukis.

Delvina,

Rinduku sekarang meronta,

terus berteriak tanpa kata,

mengalir deras di pelupuk mata.

Devina,

sekarang dikau entah kemana,

sedang hatiku terus merana,

memanggil hadirmu laksana purnama.

Delvina,

semalam aku mendengar ketukan pintu,

kau kah itu?

Atau hanya tangis rinduku?

Ah, lupakan saja!

Lagipula kau tak mendengarnya.

Terkadang,

aku tahu namun tak menahu,

bahwa sajakku tak seindahkenangan hari itu.

Namun, tintaku takkan berhenti didepan pintu,

sampai aku menembus hatimu.

Surat yang kukirim mungkin telah kau terima, namun entah kapan engkau membalasnya. Delvina, akhir-akhir ini kau lebih sering menghantuiku, entah apa yang telah berlalu padamu.

****

Kicau burung bersahutan pagi itu, musim dingin telah berlalu. Dedaunan kembali bersemi dengan hijau nya. Namun, tidak dengan hatiku yang terus mengaharapkanmu kembali hadir ke pelukanku. Namaku Rohman, namun disini merak lebih mengenalku sebagai pria yang romantis. Ya, mereka memanggilku Roman.

Bagi tetanggaku, mereka menganggapku sebagai imigran Italia. Wajar saja, kebanyakan dari mereka mengira aku adalah keturunan dari raja Romawi. Nyatanya, aku berasal dari Indonesia. Aku berasal dari sebuah desa kecil yang terletak di provinsi Bengkulu. Lalu apa yang dilakukan anak desa di Eropa? Awalnya, aku hanya berniat untuk melanjutkan studiku melalui jalur beasiswa. Namun, kontrak kerja yang kudapat memaksaku untuk terus menetap di kutub utara.

Aku bekerja sebagai Jurnalis di sebuah media ternama di Swedia, gajiku memang tidak seberapa bagi orang swedia. Namun, untuk ukuran rupiah, gajiku tentulah jauh lebih tinggi di banding PNS di indonesia. Hal itu pula yang terus membuatku terus bertahan di negeri "kulkas" ini.

Hal yang paling susah dicari di swedia adalah makanan yang halal. Tentunya, hal tersebut bukan menjadi penghalang bagiku yang telah hidup survival bertahun-tahun tanpa kasih sayang orang tua. Aku memanfaatkan masalah itu menjadi peluang. Aku membuka sebuah usaha kecil-kecilan di komplek rumah susun yang kuhuni, yang kebetulan juga banyak dihuni oleh orang muslim.

Kurang lebih, aku telah 5 tahun berada di swedia. Sebelumnya, aku juga telah menyelesaikan gelar master ku di negeri yang dingin ini. Kini, aku hampir menyelesaikan gelar doktor ku di bidang psikologi. Swedia memang bukanlah tujuan mahasiswa melanjutkan gelar psikologinya. Namun, tawaran beasiswa yang menggiurkan serta dorongan karena kondisi keluargaku yang berantakan membuatku melangkah ke negeri Viking tanpa pikir panjang, bahkan tanpa memberitahu sesiapapun.

****

Delvina,

Mari kita berandai-andai!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 27, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Cinta Tetes TerakhirWhere stories live. Discover now