prolog

41 13 2
                                    

Plak!

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi Lyona. Dengan sejuta kekuatan ia berusaha agar tidak menangis dihadapan Mamanya . Ia hanya menundukkan kepala sebagai tanda rasa bersalah yang tengah ia rasakan saat ini. Lyona terus mengumpat dalam hatinya . papa, tolong lyona . Lyona takut, pah. Lyona butuh Papa!

"Jawab pertanyaan Mama! Siapa cowok yang nganterin kamu tadi!" Pekik Mama menarik paksa rambut Lyona sampai kepala Lyona mendungak secara paksa.

Tembok yang sudah mulai meninggi roboh seketika. Air mata Lyona mengalir deras ditambah rasa sakit yang ia rasakan. Wanita yang begitu ia sayangi berubah menjadi pembunuh berdarah dingin.

"Sakit ,mah..."Dengan nada parau Lyona berusaha melepaskan tangan Mama yang masih memegang rambutnya."Dia cuma teman, Lyona."

Dengan cepat Mama menarik rambut Lyona lagi dan membanting tubuhnya diatas sofa." Jangan pernah kamu tunjukan lagi laki-laki itu di hadapan Mama atau kamu akan Mama siksa!" Tegas Mama menunjuk wajah Lyona memudian pergi meninggalkannya di ruang tamu.

Lyona menatap nanar punggung Mamanya yang semakin menjahu dan tidak terlihat lagi.

*****

Hanya suara hairdryer yang terdengar di kamar berukuran 4×5 berwarna biru dongker milik Lyona yang sedang berdiri di hadapan cermin berukuran besar.

Tok..tok..tok...

Lamunan Lyona buyar ketika mendengar pintu kamarnya diketuk. Ia langsung mematikan hairdryer dan menaruhnya diatas meja terdekat kemudian berjalan ke arah pintu. Lyona tidak langsung membukanya , ia terlebih dahulu menunggu suara seseorang yang ada diluar kamarnya karena ia takut kalau - kalau Mama yang ada diluar.

"Non, ayo makan . Tadi bibik udah masak makanan kesukaannya , non." Teriak Bik Ijah

Lyona membuang nafas lega mendengar suara Bik Ijah. "Iya, bik." Sahut Lyona membuka pintu kamarnya." Mama dikamarkan, bik.?" Sambung Lyona ketika sudah di liar kamar.

Bik Ijah mengangguk."Iya, non. Nyonya lagi dikamar, kok. Non, nggak usah takut."

"Ya, udah . Ayo, bik." Kata Lyona sambil bejalan kearah dapur.

Hal semacam ini sangatlah lumrah ia rasakan jadi, tidak heran jika ia terlihat baik baik saja di hadapan semua orang meskipun itu hanya tameng untuk menyembunyikan rasa sakit yang begitu dalam di hidupnya.

Lyona tebelalak melihat Mama yang sedang berjalan ke arahnya. Sejujurnya Lyona sangat tidak ingin melihat wanita ini lagi dalam hidupnya tapi, takdir sudah tidak dapat dirubah , setakut apapu ia pada wanita itu , sejauh apapun ia menghindari wanita itu pada akhirnya wanita itu tetap Mamanya. Wanita yang menghantarkan Lyona ke dunia ini.

"Ly, maafkan Mama, nak." Kalimat keseajuta kali yang Lyona dengar dari mulut Mamanay membuat Lyona mendengus pelan.

"Mama gak bisa ngendalikan emosi Mama, kalau Mama liat kamu di antar sama laki laki." Sambung Mama mengelus lembut rambut panjang Lyona.

Lyona tidak menjawab, ia mengambil gelas yang berisi air yang dihadapanya lalu meminumnya dan kembali menaruhnya." Dia cuma teman, Ly, mah."

"Apapun itu , siapapun dia. Mama nggak suka liat kamu dekat sama laki-laki kecuali papamu." Ucap Mama menari kursi tepat didepan Lyona lalu duduk.

Sampai kapan Mama terus terusan berfikir semua laki-laki itu sama? Gumam Lyona dalam hati. "Iya , mah... "

AURORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang