Aga : 7

819 80 21
                                    

Aga tertawa terbahak-bahak melihat pertengkaran Tom dan Jerry di acara tv yang sedang dia tonton. Dia bahkan memukul-mukulkan tangannya pada sofa saking gemasnya dengan Tom yang selalu gagal menangkap Jerry. Di sebelah kanannya, Evan terlihat santai menemani Aga menonton tv. Sesekali dia ikut tertawa lepas bersama Aga. Tidak jauh berbeda dengan Shasa yang duduk di sebelah kiri Aga, dia juga ikut tertawa melihat kelakuan dua ekor binatang yang tidak pernah akur itu.

"Micin, kenapa bulunya kucing sama ayam beda?"

Uhukk, uhukk!!

Shasa langsung tersedak keripik singkong yang tengah dia makan. Dia menggerakkan kepalanya ke arah Aga dengan sangat kaku, seperti robot. Dia bahkan langsung kehabisan kata-kata saat mata Aga menatap penuh tanya padanya. Mata Shasa bergerak melirik Evan yang ternyata tengah asik bermain ponsel, entah apa yang tengah dia lakukan.

"Evan... tolongin gue..." rengek Shasa tak berdaya. Evan hanya mengangkat sebelah alisnya tanpa melepaskan pandangannya dari layar ponsel, membuat Shasa merengek kesal.

"Evan... ini matanya udah kayak laser mau nembus gue nih, tolongin napa..."

Tidak tahan dengan rengekan Shasa, Evan akhirnya menyerah. Dia meletakkan ponselnya di meja kecil yang ada di sampingnya dan beralih menatap Aga yang kini tengah menatapnya intens.

"Apa tadi pertanyaannya?" tanya Evan sok polos. Padahal sejak tadi dia mendengarkan pertanyaan Aga, hanya saja dia tengah mengetes kemampuan Shasa dan seperti yang dia bayangkan, Shasa tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Dia sempat sangsi, bagaimana gadis itu menjadi saingannya selama di SMA kalau otaknya seperti ini? Apa dia dulu sangat bodoh ya?

"Kenapa bulu kucing sama ayam beda?"

"Beda dong, kalo punya kucing itu namanya rambut, kalo punya ayam namanya bulu. Punya ayam fungsinya untuk menjaga kulitnya, menjaga ayam tetap hangat dan untuk membantu terbang. Biasanya yang punya bulu itu cuman unggas aja. Paham nggak?" Shasa refleks menggeleng mendengar pertanyaan dari Evan. Mata Shasa langsung membulat melihat Aga menganggukkan kepalanya. Aga mengerti apa yang Evan katakan? Bukan manusia!

"Jadi yang kemaren Aga cabut sama kak Shasa itu bulu kaki atau rambut kaki?"

"Rambut kaki."

"Sip, berarti Aga udah paham sama penjelasan Abang." Tepat saat Evan mengakhiri kalimatnya, ponselnya berdering nyaring. Evan menunjukkan ponselnya, membiarkan Aga dan Shasa mengetahui siapa yang menghubungi Evan. Begitu melihat nama Mario di layar itu, keduanya kompak mengangguk, memberikan izin Evan untuk menjawab panggilannya.

"Micin, gerah. Pengen es krim..." Shasa langsung menggeleng keras mendengar kata-kata Aga. Lihat saja, suara anak itu bahkan terdengar serak dan sengau. Semalam saja anak itu merengek tidak bisa tidur karena hidungnya tersumbat. Bisa digantung Evan dia nanti kalau ketahuan memberi es krim pada Aga.

"Nanti kalo udah sembuh ya? Kan masih pilek."

"Gak mau, maunya sekarang."

"Eh, kemaren om Dokter bilang apa? Gak boleh makan apa?"

"Sedikit aja, satu jilatan aja."

"Nanti kalo udah sembuh boleh makan 2 deh, janji."

"Gak mau, maunya sekarang!"

"Kalo makan sekarang, nanti Aga demam lagi. kalo Aga demam lagi nanti Abang sedih, Aga mau lihat Abang sedih? Enggak kan? Nanti ya kalo udah sembuh?"

Aga mengerucutkan bibirnya, merasa kalah dengan kata-kata Shasa baru saja. dia tidak punya pilihan lain selain mengangguk pelan. Shasa tersenyum melihat Aga mau menuruti kata-katanya. Tiba-tiba alarm di ponsel Shasa berbunyi nyaring. Benar juga, sudah waktunya Aga minum vitaminnya.

NEVERLANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang