1

357 53 13
                                    


Kubuka pintu rumahku, ralat, bukan rumahku, tapi rumah yang kusewa. Keadaan di dalam sangat gelap. Tentu saja, memangnya siapa yang kuharapkan akan menyalakan lampu kalau bukan aku. Ya, aku tinggal sendirian. Jangan berpikir aku wanita karir yang kaya dan mandiri. Aku menyewa rumah ini karena biaya sewanya murah dan cukup sempit untuk kutinggali sendiri. Mengerti?

Aku hanya seperti kebanyakan orang lainnya. Mengadu nasib di ibukota Korea Selatan, Seoul. Aku bekerja kantoran sebagai karyawan rendahan, mengirim sedikit uang untuk orang tuaku di kampung dan mencoba untuk betah menjalani rutinitas yang membosankan. Seperti orang kebanyakan ‘kan?

Oh, ya, namaku Lee Taeyong. Wanita usia dua puluhan yang memilih tidak mengejar cita-cita dan menjadi karyawan biasa dengan gaji standar setiap bulannya. Lagipula aku memang tak punya cita-cita. Selepas lulus dari kuliah yang kulakukan pertama kali adalah mencari perusahaan yang masih menghargai ijazahku, dan aku pun mendapatkannya.

Urusan cinta, aku sungguh tidak terlalu memikirkannya. Aku punya banyak teman lelaki di kantor, tapi ya itu, hanya teman. Tak ada seseorang pun yang menarik perhatianku pun tak ada yang tertarik padaku. Entahlah, mengurusi cinta tak akan ada habisnya. Lebih baik aku segera memasak ramyeon untuk mengisi perutku yang lapar.

...

Sluurpp…

Oh itu aku. Aku sedang menyeruput ramyeon yang baru saja matang dan masih panas. Kan tak enak kalau tak memakannya selagi panas.

Trek

Apa itu? Kulihat ke arah sumber suara yang asalnya dari sekitar tv kecilku. Remote tv jatuh? Kurasa aku tak menyenggolnya. Tikus?

Huft. Sempurna sekali! Sudah sempit, berantakan, ada tikusnya lagi! Sempurna sekali rumah ini. Oke, yang berantakan itu memang salahku. Mungkin efek dari berantakan itu pula tikus jadi berminat tinggal di rumah ini. Abaikan. Sebaiknya cepat habiskan ramyeonku dan tidur. Besok pagi masih banyak pekerjaan.

Aku baru saja keluar dari kamar mandi saat kudengar suara gemericik air dari wastafel. Aneh. Seingatku aku sudah menutup kran wastafel. Ish, atau aku sudah mulai pikun?

Setelah menutup kran wastafel dan memastikan kali ini benar-benar tertutup, aku melanjutkan perjalanan menuju kasurku yang sempat tertunda.

Sniff sniff

Harum apa ini? Seingatku kamarku tak seharum ini. Tunggu. Aku kenal baunya. Ini....

"Tidaaaaak!!! Parfum mahalku!"

Oh sial, hampir tumpah semua! Parfum seharga hampir seperempat gajiku yang kubeli karena gengsi dengan teman-teman sekantor sekarang hanya tersisa seperdelapannya?! Oh god, aku baru sadar aku pintar matematika.

Tapi... ini benar-benar sial. Kalau aku libur, ingatkan aku untuk membasmi tikus sialan dari rumah ini. Setidaknya tikus itu harus belajar menumpahkan pembersih lantai di ruang tamu alih-alih menumpahkan parfum mahalku di kamar, paling tidak itu bisa membantu pekerjaan mengepelku.

Terlalu kesal, aku bahkan tak membaca doa sebelum tidur sebagaimana diajarkan orang tuaku. Masa bodoh. Aku lebih memilih mimpi membunuh tikus-tikus itu daripada tidur tenang malam ini.

Tik tok tik tok

'Brrrr'

Dingin. Kutarik selimutku yang sudah melorot sampai pinggang.

Tik tok tik tok

Dingin lagi. Aish, kutarik lagi selimutku yang lagi-lagi melorot sampai pinggang.

Tik tok tik tok

Ish, siapa sih yang menarik selimutku? Tahu-tahu sudah merosot sampai lutut. Awas saja kalau ini perbuatan tikus lagi, akan kupastikan besok pagi dia sudah jadi santapan kucing tetangga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Falling for a Ghost?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang