Aku melihatmu menari

12 1 0
                                    


Yunan


Gerakan yang gemulai tampak begitu menawan hatiku. Aku belum pernah melihat sebuah gerakan tubuh manusia yang seindah itu. Saat tanganmu bergerak ke atas dan ke bawah. Saat langkah kakimu ke sana ke mari dengan lincah.

Aku sempat mengira kalau itu adalah sekuntum bunga daisy yang akan mekar di pagi hari di awal musim semi. Bunga yang akan membuat hariku menjadi indah dengan aroma yang menenangkan jiwa.

Dan bersama bunga itu aku akan mengarungi hari ini dengan penuh gairah kehidupan. Seolah ia adalah hal yang membuatku bernapas. Ia adalah apa yang akan memberikan energi hidup dalam diriku.

Seorang gadis menari sendirian di atas panggung yang luas dan kosong, dengan cahaya redup seperti rembulan yang muncul di tengah-tengah musim kemarau. Gerak yang lembut seperti ombak di tengah danau, berpadu dengan hentakan tegas yang mengusir udara yang pengap. Kaki yang jenjang dan indah melangkah dengan ringannya, seolah ia berpijak di atas lantai kaca yang rapuh dan dingin.

Jauh di dalam kegelapan yang pekat aku bersedekap menahan dingin dari rasa sepi yang mencekam. Aku tidak tahu apa yang aku lakukan di tempat itu. Tadinya aku hanya mencari tempat untuk bersembunyi dari hiruk pikuk.

Tempat di mana aku bisa meletakkan jiwaku yang rapuh dengan aman dan tanpa ada rasa takut kehilangan. Namun tempat yang tadinya kuanggap sebagai goa yang tak berujung ini ternyata adalah sebuah semesta tak terbatas yang menyuguhkan indahnya tarian kosmis yang penuh arti.

Di deretan bangku kosong di dalam teater ini, aku seperti seekor tikus hina yang tak diinginkan dan terbuang. Bersembunyi di balik tumpukan batu dan semak belukar. Dengan takjub menyaksikan persembahan terbaik dari seorang dewi yang tersesat di bumi karena kehilangan selendangnya.

Aku duduk di salah satu kursi empuk berwarna merah yang ada di baris tengah. Namun sepertinya gadis itu tidak menyadari keberadaanku di sini karena begitu khusyuk tarian yang terus mengalir seperti sungai di musim hujan.

Sudah lima menit lamanya aku menyaksikannya menari, namun sepertinya ia masih belum akan berhenti. Dan aku sendiripun sudah siap untuk duduk di sini berapapun lamanya. Sayangnya, begitu aku membulatkan tekad, suara pekikan menggema ke setiap sudut teatre.

Gadis penari itu jatuh karena tersandung saat melakukan sebuah gerakan tari yang rumit. Ia terduduk di lantai panggung sambil memegangi kakinya. Meskipun posisiku cukup jauh dari panggung, namun aku bisa melihat dari wajahnya kalau ia begitu kesakitan.

Saat terjatuh, seberkas rambut panjangnya yang diikat dengan sebuah tali berwarna biru muda melambai dengan ringan. Betisnya terlihat berkilauan saat memantulkan sinar lampu panggung yang kekuningan. Keningnya yang berkeringat membuatku ingin mengeluarkan sapu tangan untuk mengusapnya dengan lembut.

Aku berharap ada seseorang yang mendengarkan pekikannya tadi... aku harap ada temannya yang datang menolong... aku berharap ada seorang guru yang datang membantu...

Tapi mereka semua tidak muncul.

Padahal harapan-harapan itu kusebutkan agar semua keindahan yang kurasakan ini berakhir dengan semestinya... dimana aku melihat gadis itu berdiri sambil dibantu seseorang yang dikenalnya, dan aku duduk di sini sambil melihat hal itu terjadi. Agar nanti aku bisa pulang dengan dada yang lega. Agar aku bisa pulang tanpa memikirkan apapun seperti biasanya.

Tapi, harapanku yang mana yang pernah terkabulkan? Tidak pernah ada. Aku bingung... tidak tahu apakah aku harus berjalan menuju pintu keluar dan berlagak seolah tidak pernah melihat semua tarian itu, seolah aku hanyalah orang yang salah masuk ruangan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 06, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Menari di Hatiku (by @HizkaRadin)Where stories live. Discover now