My euphoria

93 10 0
                                    

MY EUPHORIA
영원히 [yeong wonhi- forever]
Vi

"ABAANG!!" suara petir itu muncul setelah Hadid, abangku mengambil kunci motor tanpa permisi. Aku sangat kesal, bukan hanya karena ia mengambil kunci motorku tanpa permisi, ia juga memakan setengah loyang pizza mozarella yang baru saja aku beli.

"Abang ga sampe setengah jam kok, jangan bikin tetangga sengsara ya." ucap orang paling paling menyebalkan yang pernah aku temui. Segeraku masuk ke dalam rumah, mengunci pintu lalu naik ke lantai tiga. Bisa dikatakan bahwa langkah kakiku tidak benar hanya karena sangat tidak mood.

"Tuhan, kenapa engkau menciptakan manusia seperti dirinya?" ucapanku sudah dapat masuk dalam kategori menyumpah mati Hadid. Aku masuk ke kamar, menguncinya lalu menjatuhkan diri ke kasur empuk.

"Kenapa aku harus punya abang? Kenapa aku ga jadi anak tunggal aja," aku masih setia bergelut dengan pikiranku.

Benda pipih berwarna hitam di atas nakas bergetar, aku mengambilnya. Tertera nama seseorang di sana, nama sahabatku yang mengidolakan bang Hadid.

Aku mengangkat telepon dari Fasha-sahabatku, aku yakin sepenuh hati bahwa ia akan mengajakku berjalan-jalan.

"Hannaaaah kesayangnya Sha comel," aku bisa menebak bahwa ia berada di dalam kamar sedang memeluk boneka kumamon besarnya. Boneka hadiah ulang tahun dari aku dan bang Hadid.

"Paan? Pen ngajak aku jalan? Motor aku dicuri orang sableng tadi." Terdengar dari ujung sana suara orang ketawa dengan cempreng. Aku duduk dipinggir ranjang, merapikan rambut dan tersenyum mendengar suara Fasha.

"Aku jemput kamu lima belas menit lagi, awas sampai belum siap," aku berdiri, aku merasa seperti memiliki pacar yang sedang mengajakku nge-date malam ini.

"Iya beb, aku otw…" belum selesai aku berbicara, Fasha sudah teriak seraya tertawa. Aku yakin dia jijik denganku,sebenarnya Fasha sudah memiliki pacar, tetapi pacarnya sedang berada di luar kota, jadilah ia bermalam minggu denganku.

"Udah ya Han, aku otw keluar rumah… keluar rumah aja tapi," aku mengambil baju di belakang pintu, lalu duduk di meja rias.

"Yeuu, kalo gitu mah kaga usah ngajak jalan neng… mending aku malming sama jodoh," aku masih setia memegang hp, yang kumaksud dengan jodoh ialah oppa-oppa Korea kecintaanku. Fasha sepertinya membuka pintu dan keluar dari kamarnya.

"Jodoh kamu yang belum pasti, tau kamu hidup aja enggak." Aku tertawa, syukur-syukur dia sahabatku, andai tidak sudah habis ku gorok lehernya.

"Bodo ya neng, aku pen ganti baju, jan nganggu… bye beb." Aku memutuskan sambungan agar tidak perlu mendengar protesan dari Fasha.

Setelah selesai bersiap-siap, aku menelpon abangku dan mengatakan bahwa aku akan keluar bersama Fasha. Tentu dengan senang hati Hadid mengijinkanku, karena dengan begitu ia dapat menggunakan motorku lebih lama. Sebenarnya ia juga memiliki motor, namun bensinnya habis dan ia benci mengisi bensin. Ia bisa pusing bahkan sampai pingsan ketika mencium bau-bau menyengat, hidungnya terlalu sensitif.
Aku lalu keluar dari kamar dan menunggu Fasha di ruang tamu. Belum sempat aku menjatuhkan bokongku, suara klakson mobil Fasha sudah terdengar jelas. Aku membuka pintu, lalu segera menguncinya kembali.

Fasha membuka pagar, ia berjalan menujuku. Hal yang paling pertama ia ucapkan bukanlah salam, tetapi protesan yang mengatakan bahwa dirinya tidak lesbi dan masih setia dengan Ranz—pacarnya.

"Hmm… Ya in dah, kuy jalan," ajakku memberhentikan protesannya. Ia berjalan mendahuluiku. Aku berjalan keluar, menutup pagar dan masuk ke mobil jazz hitam milik Fasha, lebih tepatnya milik kakaknya.

MY EUPHORIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang