Part 2

24 3 0
                                    

Saat itu, beberapa bulan yang lalu, diadakan sebuah acara yang lebih tepatnya seperti pasar malam di dekat rumahku. Sangat maklum acara seperti itu saja digembar-gemborkan karena seperti inilah resiko tinggal di daerah kumuh pusat ibukota, daerah pinggiran rel kereta api. Keadaan ekonomi yang pas-pasan? That’s us.

Aku─sama seperti ayahku─sangat tidak suka dengan adanya acara seperti itu. Ramai, penuh orang, sesak, dan segala halnya yang menjengkelkan. Atau bisa dibilang ayah memang pernah trauma pergi ke tempat seperti itu. Tetapi tidak dengan mama yang entah mengapa tiba-tiba sangat antusias semenjak tersebarnya info tentang pasar malam atau festival itu. Aku benar-benar jengkel pada mama saat itu. Ditambah dengan tingkah mam yang mendadak manja dan keras kepala. Mam juga bersikeras kita semua harus ikut dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal. Ayah pun setuju akhirnya.

Tanpa ada rasa ikhlas sama sekali, aku bermalas-malasan dan tetap ikut karena sebisa mungkin menghindari omelan mam.

Sesampainya disana, semuanya berpencar. Pertama, mam entah kemana langsung pergi ke tempat stand yang ia cari. Aku dan ayah sama-sama bingung dan tak mengerti kemana sebenarnya arah tujuan mam pergi ke pasar festival seperti ini. Tanpa berpikir panjang, ayah juga pergi ke tempat yang ia mau.

Tak tahu harus melangkah, aku hanya berjalan-jalan mengelilingi tempat lainnya. Karena paling tidak tahan dengan keramaian daerah setempat, aku memasang earphone sambil mendengarkan lagu. Aku benar-benar tak menyadari kemana arahku melangkah karena terhanyut dalam lantunan musik yang mengalun lembut di telingaku.

Aku tak paham mengapa mam tiba-tiba melayangkan raut wajah yang luar biasa panik ke arahku. Tetap saja aku berjalan kesana kemari tanpa menghiraukan sama sekali dan terus bernyanyi.

Mam berlari kencang ke arahku sambil membawa tas kardus yang tak kutahu. Mam mendorongku kencang ke luar dari jalur rel kereta sampai tubuhku tergolek jatuh di jalanan. Kepalaku pening dan menyentuh tanah.

Saat itulah aku melihat segalanya. Tubuh mam, hancur berserakan. Dan aku tak lagi mendengar deru suara kereta api, ataupun bunyi jeritan dan pekikan orang lain. Aku tak lagi melihat pemandangan lain selain yang sedang kulihat ini. Aku tak lagi bergerak, bernapas pun rasanya tidak. Aku tak lagi berpikir, menangis pun rasanya tak sanggup.

Yang kurasakan hanyalah bahwa tubuhku tak lagi bersama ragaku.

Prosesi pemakaman mam pun berlangsung begitu saja. Berlangsung sangat cepat, hampir-hampir aku tak menyadarinya. Pandanganku seluruhnya tercurahkan ke arah kertas kecil yang bernodakan krim kue yang berisikan:

Dear my lovely child,

Mam sudah tahu bahwa kamu menang lagi dalam perlombaan solo vocal di sekolahmu tingkat se-provinsi. Pemenang utama, ya? Lalu mengapa kamu tidak bilang ke mam? Ahahha, mam tidak marah kok, sayang. Mam juga tidak kecewa, malahan justru bangga. Anak kesayangan mam yang tak pernah manja ini menang J

Maafkan mam ya, karena mam sudah memaksa kamu untuk ikut ke pasar festival seperti ini, apalagi mam juga tahu bahwa kamu memang tak suka tempat seperti ini. Mam hanya mau membelikan greentea cheesecake kesukaanmu. Maafkan mam juga ya, karena mam hanya mampu membelikannya di tempat yang sedang ada potongan harganya seperti ini. Hehhe, jadi malu :P

Yang paling penting, mam pesan jangan mudah putus asa atau kecil hati ya, sayang. I know you can do the best. Keep singing, zafrinku..

*Ps: mam menemukan sekolah yang cukup murah dan bagus untukmu. Hope you like it..

                                                                                                                 Love, your mam

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hari BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang