02

186 21 32
                                    

Senyum. Banyak orang mengartikannya sebagai penanda kebahagiaan, momen penuh girang yang patut dikenang. Namun, hal tersebut tidak berarti semua senyuman mengukirkan kebahagiaan.

Laksana air mata, seulas senyum yang tersemat juga mampu memuat kesedihan yang selama ini dipendam. Antara senang dan sedih, kemanisan dan kepahitan, tiada seorang pun yang mampu mengidentifikasikannya dengan cepat.

Atau mungkin saja, kedua hal tersebut memang tidak dapat dibedakan.

Your Smile!
Teramitsu Yuzuki x Reader
Warning : angst, kata kasar, OOC, AU, typo, and 3k+ words
By : HoshiPhantomhive

Sejak awal dilahirkan, (name) mungkin sudah dikutuk melalui pernyataan dokter. Xeroderma pigmentosum, kelainan pada kulit yang menyebabkan kepekaan berlebih terhadap sinar matahari, begitu penerangan dari sang dokter. Penyakit yang kini mengekang (name), memenjarakannya dalam sebuah ruangan gelap tanpa paparan sang surya. Hal yang sama juga menyebabkannya kehilangan seluruh anggota keluarga.

Dunia tidak menginginkannya.

Dunia membencinya.

Dunia tidak membutuhkan kehadirannya.

"Bukan hanya dunia. Aku pun membenci diriku sendiri." (Name) memeluk bantalnya seraya menyandarkan punggung ke dinding. "Aku juga tidak ingin dilahirkan seperti ini." Ia menunduk, menyerap semua energi negatif yang menyerang pikiran.

Suara pintu terbuka membuat (name) mengerutkan dahi dengan heran. Di ambang pintu, tampak seorang pemuda berambut hitam tengah mengusap kepalanya dengan ekspresi bingung. "Salah kamar, ya....?" Pemuda itu bergumam. Diamatinya kertas pemberian sang adik dengan saksama.

(Name) menarik selimutnya hingga menutupi separuh wajah. "Kau mau apa di sini? Penyusup?" tudingnya sambil melempar tatapan tajam.

Pemuda itu menggeleng dengan polos. Dalam hati, ia menyesal karena tidak membawa kacamata. Sekarang, semua yang dilihatnya menjadi sangat buram. Ia terpaku, entah ingin mengucap apa. Refleks, ia membungkuk dengan penuh hormat. "M-maaf, aku salah kamar."

"Yuzuki!" Sebuah suara ceria memecah suasana canggung tersebut. "Di sini kau rupanya. Aku sudah mencarimu ke mana-mana. Dan ... kau lupa membawa kacamata, ya?" cerocosnya.

Tidak perlu diselidiki lebih lanjut, (name) sangat hafal nada bicara itu. Suara ceria itu adalah milik Teramitsu Haruhi--pasien yang dirawat akibat usus buntu.

Yang dipanggil Yuzuki itu justru melipat tangan di dada dengan wajah kesal. "Haru, kau belum boleh keluar kamar. Dokter sudah menyuruhmu untuk tetap duduk di kamar. Kalau kau sampai sakit lagi, aku yang repot," ceramahnya sambil memijat dahi.

(Name) dapat mendengar tawa jenaka Haruhi dari dalam kamarnya. "Habisnya aku ingin melihat bunga sakura," dalih sang pemuda sambil merangkul saudara kembarnya. "Ayolah, Yuzuki. Kita pergi bersama!"

"Baiklah, tetapi jangan terlalu lama." Yuzuki menunjuk jam yang melingkar di pergelangan tangannya, lalu menunjukkan alat penunjuk itu kepada Haruhi. "Lima belas menit saja," tegasnya serius.

Haruhi mendongak ke dalam kamar (name). Gelap seperti biasanya. Dilambaikannya tangan kanan ke arah sang gadis. "(Name)-chan mau ikut?" tawarnya sambil menyunggingkan senyum ceria.

Your Smile!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang