0.7 Pernyataan Tiba-tiba

86 25 44
                                    

"Ada satu kondisi, dimana suatu perbuatan yang baik pada waktu dan kondisi yang salah, adalah perbuatan yang salah."

"Woy, Kak!"

Masih berjalan.

"Oy! Bekantan betina!"

"Kembarannya Raisa!"

"Babunya Jun Yong Pil!"

Entah Jun Yong Pil siapa, aku hanya asal menyebut nama ala-ala oppa-oppa kesukaanmu.

Apakah telingamu disumpal gorengan? Atau ini efek pelajaran fisika Pak Mar sehingga telingamu berhenti berfungsi.

Kutarik saja tanganmu, sekalian modus. Modus sedikit.

Kamu tampak terkejut.

"Elang? Ada apa?"

Aku memamerkan senyum termanis, "Tadi dipanggil-panggil nggak nengok. Budeg mendadak?"

Kamu hanya tersenyum dan menggeleng. Lalu berbalik dan meninggalkanku.

LOH.

LOH.

"Loh, malah ditinggal. Jalan yuk, Kak!"

"Nggak mood."

"Harus mood! Ke tempat es krim kesukaanmu deh!"

"Maaf ya."

"Elang bayarin nih!"

"IH UDAH DIBILANGIN NGGAK MAU, BAWEL AMAT SIH!"

Aku terkejut mendengar bentakan nada tinggimu itu. Kamu tak pernah bersikap sekasar itu padaku.

"Kak Nata lagi?"

Ha, sudah kutebak.

Lihat, matamu yang masih berkilat-kilat mendengar namanya. Memuakkan.

Memuakkan melihat betapa lemahnya kamu jika sudah tentang Kak Nata. Laki-laki yang begitu mudah melepasmu, namun mengapa kamu sulit melepasnya?

"Eh? Elang! Lepas ih!"

"Nggak, aku bukan orang yang mudah melepaskan orang yang berarti untukku, tidak untuk kedua kalinya." Ucapku sambil menariknya menaiki motorku.

Sebenarnya apa yang diperbuat Kak Nata sehingga kamu menjadi selemah ini? Apa dia mencuci otakmu? Mengapa wajahmu terus surut tak kunjung reda? Sedahsyat itukah arti Kak Nata untukmu hingga kamu bahkan tidak menyentuh es krim rasa cotton candy kesukaanmu?

Kamu pikir melihat wajahmu yang seperti tak bernyawa itu tidak menyakitkan?

Sangat.

Begitu menyakiti sampai-sampai tak sanggup untuk diakui.

Namun apa kamu peduli jika aku tersakiti? Haha. Kemungkinannya hanya 0,1 %. Satu berbanding seribu.

"Kak,"

"Udah nonton Avengers belom?"

"Kak?"

"Eh? Apa?"

Aku menghela napas kesal. Mendengarku saja tidak, bagaimana bisa membalas perasaan?

"Nggak capek, Kak?"

"Capek kenapa?"

"Jadi budak cinta gini."

Kamu akhirnya mendongak, mendengarkan.

"Budak cinta gimana?"

"Masih tanya? Aku kira Kak Juni udah cukup pintar untuk tahu kapan harus bertahan dan kapan harus melepaskan. Kapan harus melupakan dan kapan harus memperjuangkan."

"Ternyata Kak Juni selemah ini. Ternyata Kak Juni sebodoh ini. Lemah dan bodoh hanya karena satu manusia brengsek seperti Kak Nata."

"Sudah." Ia berusaha menyelaku.

Tidak, aku tak pernah berhenti berjuang.

"Kenapa Kak? Kenapa kamu tak bisa melupakan dia? Kenapa kamu tak bisa melupakan orang yang jelas-jelas tidak pernah memperjuangkanmu? Apa kamu tidak lelah berjuang sendirian? Apa kamu tidak tahu bahwa Kak Nata sudah melupakanmu sama sekali? Ia yang tidak tahu bagaimana kamu hidup setelah putus darinya."

"Cukup, Elang."

"Apa perlu aku pergi menghajarnya sekarang? Menghajarnya sampai babak belur atau sampai mati sekalian? Agar rasa sakitmu terbalaskan. Apa perlu aku menunjukkanmu bagaimana bahagianya ia hidup tanpamu sekarang? Agar kamu bisa melupakannya. Apa--"

"Elang, kamu nggak mengajakku ke sini hanya untuk menjelek-jelekkan Nata, kan?"

Apa kamu melihat betapa tajamnya tatapanmu saat ini?

"Masih saja membela Kak Nata."

"Bukan gitu."

"Pasti si brengsek itu senang sekali melihat Kak Juni yang menderita seperti ini. Pasti ia merasa puas melihat hidupmu yang berantakan. Ia bahagia, karena telah menang."

"SUDAH CUKUP YA ELANG! Gue udah sabar dari tadi mendengarkan semua omong kosong lo itu. Gue pikir lo ngajak gue ke sini untuk menghibur gue, tapi realitanya malah lo cuma ngajak ribut di sini. Gue udah muak. Lo pikir lo kenal sama Nata? Kalian hanya tahu nama satu sama lain. Lo nggak tahu Nata. Lo nggak tahu sifat dia. Lo nggak tahu apa yang dia rasakan sebenarnya."

"Dan lo mempermasalahkan betapa bucinnya gue sama dia? Lo menunjukkan betapa menyedihkannya hidup gue tanpa dia? Lo membahas hal yang nggak ada urusannya sama lo. Semua itu masalah antara gue dan Nata. Cuma kami berdua. Lo nggak berhak ikut campur di dalamnya."

Aku benar-benar tak bisa berkata-kata mendengarnya. Aku membiarkan orang-orang yang menonton kami layaknya drama picisan.

"Terus lo bilang apa lagi? Gue bodoh? Tolong hargai perasaan gue, cuma itu yang gue minta dari lo. Sudah sepantasnya gue merasa sedih putus dari cowok yang udah 5 tahun bareng sama gue. Cowok yang selalu menghargai dan memahami gue. Beda jauh sama lo."

"Gimana mungkin aku benar-benar bilang kamu bodoh, Kak? Aku akan terlihat berkali-kali lebih bodoh, karena mencintai cewek yang bodoh kayak Kak Juni."

Baik, aku sudah mengakuinya.

Kerja yang bagus, Elang.

Kamu mungkin akan kehilangan perempuan ini selamanya.

Tbc.

Selamat menjalankan ibadah puasa temann:)

Pasti es teh hari ini terlihat berbeda dari hari-hari kemarin:)

The Broken-hearted GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang