Ujian

15 1 0
                                    

Embun di pepohonan menyapa pagi ku. Dengan keadaan setengah sadar, aku berjalan untuk mengawali hidup. Ya, aku pergi ke sekolah seperti layaknya anak biasa. Awal yang baik untuk dapat mengurus ujian pemilihan beasiswa untuk adik kelas. Tanpa terasa kini ku sudah tumbuh dewasa. Tak ku sadari bahwa aku adalah seorang wanita yang mengurus acara ini, kalian tau bahwa zaman sekarang wanita paling enggan mengikuti organisasi dengan menggunakan pikiran. Menurut ku bermain dengan pikiran sangat menyenangkan dibanding hanya asyik berduaan makan di cafe ternama yang katanya sama pacar tersayang. Aku akui bahwa aku anak yang polos dan lugu, jadi wajar saja aku terkadang seperti dibodohi oleh teman kelasku. Tidak ada laki-laki yang ingin mendekatiku karna mungkin mereka malu dengan keadaanku yang tak mengerti kata GAUL. Satu minggu sebelum ujian berlangsung, adik kelas diperkenankan untuk belajar bersama senior. Satu junior mendapat satu senior untuk dapat mengajari nya. Aku kedapatan Raka, sebelumnya aku sudah mengenalnya. Dia adalah teman ekskul silatku. Dia anak yang gigih, dengan wajah yang tampan. Aku suka saat dia bertarung di arena perlombaan, di sana bagai pahlawan yang ingin merebut kekuasaan. Seminggu itu dia sering mengunjungi rumahku karna ingin menguasai materi ujian. Kami belajar bersama, tak lebih dari belajar maksud dan tujuan kami. Tetapi perasaan suka mulai timbul dariku. Ya aku tau diri, mana mungkin aku mendapatkan balasan suka darinya. Kami belajar sambil bercanda tawa bersama. Aku semakin terbawa arus gelombang cinta. Genap seminggu kami belajar, akhirnya ujian tiba. Tanpa sadar, aku yang saat itu merubah penampilan ku dengan rambut yang terurai, walaupun terlihat sedikit lepet katanya. Aku mengawasi ruangan 1 dengan sesekali mengibaskan rambutku, bagai iklan sampo ternama. Dalam hatiku, aku hanya ingin mencari perhatian Raka. Apa mungkin dia pura-pura tidak melihat? Ataukah dia merasa jijik? Terserah, aku hanya ingin tau perasaannya, walau nantinya akan menyakitkan. Selesai ujian Raka mendatangiku, aku terkejut. Aku berfikir, apakah dia ingin menyatakan perasaannya. Ternyata dia ingin belajar di rumahku saat pulang sekolah. Nafasku terhela, saat mendengar Raka berkata begitu. Aku anak cupu, norak, jelek, ingin berharap lebih dari seorang Raka yang tampan, gagah, gaul. Aku hanya dapat menenggelamkan perasaan yang entah akan kemana.

Mystery of my schoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang