Perdebatan (2)

14 2 0
                                    

Klira terbangun dari tidurnya dengan pipi yang basah karna air mata. Ia lalu mengusap dan duduk dikasur empuk miliknya.

Klira baru ingat bahwa dirinya habis mimpi dimana dimimpi itu tubuh mungilnya penuh lebam dan ungu karna dipukuli dengan sebuah balok kayu oleh seseorang yang tidak diingat bagaimana wajahnya oleh Klira.

Sudah tiga hari ini Klira bermimpi sama. Ia tidak tahu apa maksud dari semua mimpi-mimpi itu. Yang ia tahu adalah semua mimpi itu bukanlah mimpi. Ia yakin itu pasti adalah masa lalunya yang hilang dan kini hadir.

Klira beranjak dari kasur menuju jendela. Ia lalu membuka tirainya agar mentari pagi bisa menerobos masuk ke kamarnya.

Klira menyanggul rambutnya dan mengambil handuk untuk bersiap-siap mandi sebelum berangkat ke sekolah.

Tidak begitu lama ia membersihkan tubuhnya. Klira kini mengambil seragamnya di lemari. Setelah itu, ia duduk dimeja rias miliknya dan mulai menata rambutnya.

Klira menatap pantulan dirinya dicermin. Tidak begitu cantik namun sangat sederhana dan natural. Klira tersenyum dan beranjak mengambil tas yang tergantung di gantungan pinggir meja riasnya.

Setelah sudah yakin rapi. Klira lalu mengambil ponselnya di meja samping kasur miliknya.

Klira memegang knop pintu untuk membukanya. Ia kemudian keluar dengan menutup kembali pintu tersebut.

Klira menatap sekelilingnya dengan sayu. Suasana pagi yang biasa ramai dengan ayah dan ibunya kini telah berubah semenjak ayahnya jatuh sakit dibagian pencernaannya akibat dipalak dan dikeroyok oleh anak remaja SMA yang ia tidak tahu siapa karna ayahnya yang tidak mau memberitahukan siapa orang itu. Entah apa yang disembunyikan ayahnya. Klira tetap menyimpan dendam dengan orang itu.

Klira membuyarkan lamunannya. Ia lalu melangkahkan kakinya menuju kamar orang tuanya.

Klira mengetuk pintu yang tertutup sebelum masuk. Dimana setelah itu terdengar suara ibunya dari dalam mengizinkan dirinya masuk.

Klira membuka pintu itu sambil mengucapkan salam. Klira melihat ibunya yang sedang menyuapkan ayahnya yang susah untuk melakukannya sendiri.

"Mau berangkat sayang?" suara lembut ibunya membuat Klira mendekat.

"Iya bu. Tapi...., Klira hari ini libur aja ya bu."

"Kok libur?"

"Klira mau nemenin ayah."

"Klira..., ayah baik-baik saja. Pergilah nak." dengan merintih ayah Klira yang bernama Hendra membujuk anaknya agar sekolah. Hendra lalu memegang tangan putri semata wayangnya dengan lembut agar bisa membuat Klira mengerti dengan keberadaannya.

"Kalau ayah tidak mau kasih tahu siapa orangnya. Klira akan cari tahu sendiri. Kalau gitu Klira pamit ya Yah, Bu." Klira mencium tempurung tangan ayah dan ibunya secara bergantian dengan lembut. Ia lalu pamit dan tidak lupa mengucapkan salam.

Sebelum benar-benar berangkat Klira mengambil selembar roti yang tersedia dimeja. Ia juga mengoles selai coklat diatas roti tersebut dan langsung menggigit pinggirannya dengan lahap.

Klira keluar dari rumahnya mengambil sepatu miliknya di rak pinggir pintu. Klira mempercepat pemakaiannya karna takut terlambat. Ia lalu membuka pagar yang tingginya hanya sedada dengan cepat.

Klira berjalan sendirian dengan menunduk. Ia berjalan lewat gang sepi yang rawan akan preman dengan langkah yang dipercepat. Memang tidak bakal ada preman jika masih pagi hari. Namun tetap saja kejadian kemarin membuat ia trauma dengan gang itu.

"KLLIIIRRRAAAAA." teriakkan didepan gang membuat Klira melambaikan tangannya.

Klira berlari mendekati teman-temannya yang siap untuk berangkat sekolah.

Klira Dan RoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang