Nabi Ibrahim ialah seorang nabi yang dilahirkan di tengah-tengah masyarakat jahiliyah yang musyrik dan kafir. Beliau adalah anak Azar yang masih keturunan Sam bin Nuh. Nabi Ibrahim dilahirkan pada tahun 2295 sebelum Masehi, di negeri Mausul. Ayah beliau adalah seorang pembuat patung berhala dan beliau sendiri sangat membenci berhala-berhala itu. Beliau lahir pada zaman kerajaan Raja Namrud yang mengaku dirinya sebagai Tuhan.
Ketika Nabi Ibrahim Dibuang Ke Hutan
Nabi Ibrahim diasingkan atau disembungkan ke hutan oleh ayahnya sebagai bentuk penyelamatan, karena pada masa itu, raja Namrud mengeluarkan undang-undang bahwa setiap bayi laki-laki yang terlahir harus dibunuh. Atas izin Allah SWT, Nabi Ibrahim selamat dari gangguan binatang-binatang buas. Setelah beliau tumbuh besar, beliau berpikir siapakah yang pantas untuk disembah. Karena banyak kaumnya yang menyembah berhala yang terbuat dari batu, dan Beliau tidak mau ikut menyembah berhala itu, karena baginya hanyalah sebuah benda. Kemudia beliau melihat bulan dan bintang di malam hari, matahari di siang hari, ia berkata “Mungkinkah benda-benda itu Tuhan?” Namun ternyata, bulan dan bintang menghilang dan matahari terbenam, lalu ia berkata: “Aku tak akan bertuhan kepada benda-benda seperti itu.” Maka Allah berfirman dalam QS. Al-An’am ayat 76-79.
Yang artinya: “Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam”. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat”. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar”. Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”
Setelah Nabi Ibrahim beranjak dewasa, Allah memberinya akal dan kecerdasan yang luar biasa dan mulailah Nabi Ibrahim menyampaikan dakwahnya.
Nabi Ibrahim Menghancurkan Berhala Raja Namrud
Disaat Raja Namrud dan kaumnya pergi meninggalkan negerinya dan saat itu kampung-kampungnya kosong. Maka nabi Ibrahim melaksanakan niat yang selama ini dipendamnya, yakni menghancurkan berhala-berhala yang dipuja dan disembah oleh Raja Namrud dan rakyatnya. Beliau menghancurkannya menggunakan kampak dan hanya satu yang tidak dihancurkan, sengaja kampaknya dikalungkan dileher patung terbesar itu.
Setelah Raja Namrud dan pengikutnya tiba di negerinya, maka murkalah ia terhadap kejadian itu. Raja Namrud langsung menuduh Nabi Ibrahim sebagai pelakunya, karena sudah terkenal bahwa Nabi Ibrahim sangat membenci berhala-berhala itu. Lalu Nabi Ibrahim dihadapkan padanya untuk diadili.
Sang Raja berkata dengan geram: “Wahai Ibrahim, bukankah engkau yang telah menghancurkan berhala-berhala ini?”
“Bukan!” jawab Ibrahim singkat. Mendengar jawaban itu, Raja Namrud semakin geram dan berkata: “Lalu siapa lagi kalau bukan engkau, bukankah kau berada disini saat kami pergi dan bukankah engkau membenci berhala-berhala ini?”
“Ya, tapi bukan aku yang menghancurkan berhala-berhala itu. Aku pikir, berhala besar itulah yang menghancurkannya, bukankah kampaknya masih berada dilehernya?” sahut Ibrahim dengan tenang.
Raja Namrud membantahnya: “Mana mungkin patung berhala dapat berbuat semacam itu!”. Mendengar hal itu dengan tegas Nabi Ibrahim berkata: “Kalau begitu, kenapa engkau menyembah berhala yang tidak dapat berbuat apa-apa?”
Mendengar pernyataan Ibrahim, para pengikutnya tersadar dan terpikir oleh mereka Tuhan yang selama ini disembah tidak dapat melihat, mendengar, dan bergerak. Namun, Raja Namrud semakin Murka.
Nabi Ibrahim Dibakar
Karena Geram dan kesalnya Raja Namrud, akhirnya ia memerintahkan para tentaranya untuk menghukum Nabi Ibrahim dengan seberat-beratnya. Nabi Ibrahim dihukum mati dengan jalan dibakar hidup-hidup.
Api dinyalakan besar sekali dengan kayu sebagai bahan bakarnya, sementara Nabi diikat dan ditempatkan ditengah-tengah tumpukan kayu. Tetapi Allah lebih berkuasa dalam segala hal. Allah belum menghendaki Nabi Ibrahim mati dan kalah oleh Raja namrud. Lalu Allah berfirman:
Artinya: “Kami berfirman: “Hai api, menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.” (QS. Al-Anbiya: 69)
Menyaksikan proses pembakaran itu, Raja Namrud dan para pengikutnya tertawa dengan penuh kepuasan. Mereka mengira, Nabi Ibrahim telah hancur menjadi abu bersama api itu. Namun, begitu terkejutnya mereka setelah api yang menyala dahsyat itu padam. Nabi tiba-tiba berjalan keluar dari puing-puing pembakaran dengan selamat tanpa luka sedikitpun. Lalu beliau pergi berhijrah ke negeri Kan’an dan baitul Maqdis. Disanalah beliau hidup dan memiliki keturunan.
Ujian Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim juga diuji oleh Allah SWT dengan perintah-Nya untuk mengorbankan putra kesayangannya Ismail. Lalu beliau mau mengikuti perintah Allah tersebut. Namun kemudian Allah menggantikan Ismail dengan seekor kambing kibas untuk disembelih. Maka legalah hati Nabi Ibrahim, lalu memeluk putranya dan memuji Allah SWT. Peristiwa ini diabadikan dalam Qur’an surat Ash-Shaffat ayat 101-111.
Bersama Siti Hajar (istrinya) dan Ismail, Nabi berhijrah ke Mekah. Disanalah beliau membangun Ka’bah sebagai pusat penyembahan manusia kepada Tuhannya. Nabi Ibrahim terkenal sebagai Nabi yang banyak berdoa kepada Allah SWT.
Nabi Ibrahim as., memiliki dua istri yaitu Sarah dan Siti Hajar serta memiliki dua putra Ismail dan Ishaq yang keduanya pun menjadi Nabi dan Rasul Allah. Ismail dilahirkan oleh Siti Hajar dan Ishaq dilahirkan oleh Sarah. Beliau menikah dengan Hajar karena bersama Sarah tidak dikaruniai anak, kemudian Sarah meminta Ibrahim untuk menikahi budaknya Hajar dan lahirlah Ismail. Kemudian tidak lama Sarah pun akhirnya memiliki putra yaitu Ishaq.
Nabi Ibrahim wafat pada usia 200 tahun. Beliau lahir pada tahun 1273 setelah terjadinya peristiwa banjir dan topan pada masa Nabi Nuh as.