"Terjadilah dialog antara Kiai dan Pak cendol:
Masih banyak pak?
Masih, den. Wong baru saja buka
Alhamdulillah, ini akan saya beli semua, berapa?
Pak cendol kaget, lho jangan den! Jawabnya sepontan.
Sang Kiai tak kalah kagetnya, kok jangan?
Lho, kalau dibeli semua bagaimana saya bisa berjualan?
Sang Kiai terbelalak, hatinya mulai knocked-down, tapi belum disadarinya.
Pak cendol makin terkekeh, panjenengan ini bagaimana tho den! Kalau orang lain nya mau beli bagaimana! Mereka kan tidak kebagian.
Ia makin terpana, dan pikiran nya terguncang.
(Hal 62)
