❝Pada suatu malam di musim panas yang lucunya terasa dingin. Tanda-tanda kehidupan mulai surut digantikan temaram cahaya dari lampu jalan yang mulai usang. Toko-toko pun telah terkunci sejak beberapa jam lalu, senin yang melelahkan hingga orang lalu lalang pun tak tampak. Namun, ada satu kehidupan yang asyik dalam dunianya sendiri berdiri di muka halte.
Plum merah mudanya bersenandung pelan. Badan mungilnya bergoyang pelan mengikuti irama yang mengudara dari benda bulat kecil di telinga. Sesekali maniknya melirik ujung jalan yang telah sepi sejak sejam lalu. Berharap ada bus yang mampir dan menurunkan penumpang di tempatnya berpijak.
Taruhan gila. Diputuskan dengan sembrono dalam perjalanan pulang usai berlembur. Dan begitulah sebab ia berdiri disini. Sebuah halte yang baru ia ketahui keberadaannya padahal hanya berjarak lima pemberhentian dari halte dekat tempat ia tinggal. Harus ia akui sikap apatisnya sudah keterlaluan seperti kata Euiwoong, junior di tempatnya bekerja.
Maniknya mengecek arloji di pergelangan sekali lagi. Jam operasional bus hampir habis dan belum ada bus yang lewat lagi sejak busnya tadi. Hati merapal doa tak jelas. Akan sangat sia-sia kalau taruhan gila ini tak terlaksana setelah semua usahanya.
Ia bukannya kurang kerjaan, hanya saja hidup seorang Ahn Hyungseob terlalu monoton sampai ia sendiri muak menjalaninya. Niat hati ingin menghibur diri dengan perbuatannya kali ini. Meskipun yang akan ia lakukan bisa saja dikategorikan tindakan kriminal, ia tidak perduli.
Deru mesin di penghujung jalan mengembangkan tiap sudut bibirnya. Tak berselang semenit bus biru tua berhenti tepat di depannya. Pintu otomatis itu terbuka mempersilahkan ibu-ibu dengan riasan tebal dan seorang pemuda dengan nuansa monokrom turun.
Maniknya tak sengaja bertemu tatap dengan mata elang pemuda itu. Senyum Hyungseob semakin mengembang. Tak buruk, pikirnya.
Pemuda itu tampak tak perduli. Tapi bukan Hyungseob namanya kalau ia melewatkan kesempatan yang mungkin takkan terulang lagi. Jadi buru-buru ia genggam lengan sang pemuda monokrom.
Tidak ada penolakan, hanya tatapan bertanya seakan sang pemuda telah menyetujui taruhan gilanya. Hyungseob tersenyum lagi sebelum akhirnya bertanya, "Apa kau percaya takdir?"
Sang pemuda monokrom menghela nafas berat, tanganya melepaskan genggaman Hyungseob perlahan. Orang gila, pikirnya.
"Tidak." jawabnya lirih bersiap untuk pergi dari si pemuda mungil gila.
"Aku sedang bertaruh dengan takdir. Lebih tepatnya aku sedang mencari takdirku." seru Hyungseob yang tak menarik minat sang pemuda monokrom sama sekali. Buktinya ia sudah mulai melangkah menjauhi Hyungseob.
Hyungseob tak pantang menyerah. Jadi dihadangnya sang pemuda sebelum ia benar-benar hilang dari pandangannya. Raut wajah tak senang didapatnya, semoga saja ia tak mendapat pukulan.
"Apa lagi?! Menyingkirlah." katanya tak suka.
"Aku harus melakukan sesuatu. Sebentar saja."ujar Hyungseob lalu menarik tengkuk sang pemuda yang lebih tinggi darinya itu.
Plum merah mudanya menempel sempurna dengan bibir tebal sang pemuda. Ia tak perduli dengan tatapan membelalak dari sang pemuda jadi ia pejamkan mata untuk menikmati momen gila yang tengah ia lakukan. Tak ada lumatan, tak ada hisapan ataupun tanda ciuman panas lainnya. Hanya saling menempelkan selama beberapa detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Was Made For Loving You [JinSeob]
FanfictionSebab Ahn Hyungseob tercipta hanya untuk Park Woojin seorang. Story inspired by Ed Sheeran ft Tory Kelly's Song with the same title. (Disarankan baca sambil dengerin lagunya.) Illustration picture by Illan.