PROLOG

12 3 2
                                    

Hidup hanya sekali dan waktu terus menghitung mundur. Aku mengira dengan masuknya aku ke ‘masa masa terindah’ ini, sebuah kisah akan didapat dengan sendirinya.

“ya aku harap dunia bakal sesederhana itu."

Aku menghabiskan banyak waktu yang ku punya untuk menonton film romansa. Ada begitu banyak kisah kisah romantis yang menyentuh hati, dan itu semakin membuat aku ingin mempunyai kisah asmara yang seperti itu…

Sebuah khayalan yang membuat aku berpikir bakal jadi gimanakah kisah asmaraku di dunia ini. Mungkin ini terlalu cepat untuk memikirkan ini buat seorang remaja SMA, tetapi satu dunia sepakat disaat saat seperti inilah dunia mulai menyingsing kan keindahannya.

Aku ingin mempunyai sebuah kisah cinta terbaik yang pernah aku miliki. Dan itu membuat aku penasaran, bagaimana cara mendapatkan cinta tersebut?

Sebuah kisah mengibaratkan cinta dengan seseorang yang disuruh berjalan di lorong kebun bunga yang panjang dan memetik bunga yang menurut anda tercantik dan tidak boleh kembali untuk mengambil bunga yang sudah dilewati. Dan ternyata dia gagal, karena dia meskipun dia sudah menemukan bunga yang cantik, dia merasa bakal ada bunga yang lebih cantik menunggunya didepan sana, tetapi ternyata tidak ada dan tidak ada jalan kembali.

Tapi rupanya kisah cinta tidak sesimple itu, karena solusi dari kisah tersebut adalah dengan mengambil saja apa yang ada didepan mata dan mensyukuri nya. Namun, entah kenapa aku merasa, seegois itu kah kita? Apakah kisah cinta ini hanya berasal dari sudut pandang sang pemetik? Pernahkah kita bepikir sejenak bahwa bunga tersebut tidak ingin dipetik oleh kita? Dan dengan seenaknya saja kita memetiknya.

Pikiran itu terus menghujam kepalaku berhari hari. Kita selalu berpikir dari prespektif kita sendiri dimana bunga tersebut sudah berjejer dan tidak bersedia di petik oleh siapapun, tinggal kita saja yang ‘terserah’ mengambil yang mana.

“Bukankah itu egois” pikirku.

Dan jika kita sudah terlanjur memberi cinta kita ke sebuah bunga tetapi bunga tersebut menolak untuk dipetik, apakah ada jaminan jika rasa cinta yang kita berikan kepada bunga pertama bakal sama dengan bunga yang nantinya kita temukan kedepannya? Bisakah kita merelakan bunga pertama dipetik oleh orang lain?

Aku merebahkan badan ke kasur, menghadap ke langit kamar.

“ah fak silau!”.

Aku mencoba mengangkat tangan ku untuk mengahalau sinar lampu yang menyilaukan.

“Jika suatu hari nanti aku bertemu dengan ‘bunga’ tersebut, aku berharap tidak bakal ada ‘bunga kedua’. Aku harus berhati hati dalam memilih, biar aku tidak dikecewakan."

Aku menggenggam tanganku. Cahaya lampu tersebut terlihat menembus sela sela jariku.

“aku capek, ngantuk, buat apa juga mikirin ini. Hidup aku masih panjang.”

The Pain of ViewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang