Satu

508 97 52
                                    

Yerin membiarkan sepatu kets putihnya penuh noda karena harus berjalan di tanah basah. Ini musim panas di tahun 2017 dan kondisi cuaca sering berubah-ubah. Kadang kala, Yerin menemukan kondisi mentari yang sangat menyengat. Terasa membakar kulit. Rasa-rasanya, Yerin ingin memakai sweater hijau lumutnya untuk menutupi lengan hingga telapak tangannya, tapi itu tidak mungkin karena temperatur yang terkadang mencekik diri. Tentunya, Yerin tidak ingin mendengar kabar bahwa dia mati di musim panas ini karena membekap dirinya dalam sweater. Itu terdengar konyol.

Setelah menjajakkan kaki di bukit yang membuatnya menggerutu, menyerapahi Park Jimin, teman semasa kecilnya sebab pemuda itu menyuruhnya untuk datang ke tempat biasa tanpa mengenal waktu hingga akhirnya dia terjebak dalam kubangan lumpur. Ya, semua terjadi karena semalam hujan lebat. Petir saling bersahutan. Gemuruh bergumandang, menggentarkan hati yang rapuh. Yerin semalaman dipeluk kegelapan sebab seluruh listrik di kompleksnya mati dan hal itu membuat suasana terasa mencekam, ditambah adiknya Jung Jeno yang memainkan kakinya. Menggelitikinya lalu menggodanya tentang hantu. Sialan memang bocah yang satu itu.

"Aku tak yakin berapa lama aku harus menunggumu dengan kaki pendekmu itu."

Lamunan Yerin menguap di udara kala sebuah suara terdengar menginterupsi di telinganya. Yerin mendongak dan menemukan Jimin duduk di atas batang pohon. Pemuda itu memakai seragam musim semi, entah apa yang salah dengan otak pemuda itu. Jimin selalu bertindak di luar nalar dan itu sedikit aneh.

Yerin berusaha menapakkan kakinya pada tanah lengket yang menggenggamnya, membuat Jimin berdiri dari tempatnya dan membantu Yerin yang tampak kewalahan. Pemuda itu menuntun Yerin ke batang pohon yang tadi didudukinya kemudian mendudukkan gadis itu di sebelah tempatnya tadi.

Yerin mengangkat tangannya, menutupi jidatnya kala sinar mentari siang mengintip di cela-cela pohon. Membuat matanya menyipit. Bibirnya mengerut kala bau tanah yang basah menyapa hidungnya. Terkadang, Yerin membenci aroma sehabis hujan turun.

"Yerin-ah..." Yerin menengok kala suara lembut Jimin memanggil namanya. Jimin sendiri bungkam, memilih memfokuskan pandangannya pada batu berukuran cukup besar dan menyandar di pohon, meninggalkan Yerin untuk memandanginya. Tenggelam dalam visual Jimin yang sempurna di matanya.

Jimin mengubah penampilannya musim panas ini. Laki-laki itu mengecat rambutnya menjadi merah darah. Katanya, untuk menyaingi semangat matahari musim ini. Atau, berharap dia menjadi salah satu karakter anime Jepang yang sering ditontonnya; Gaara. Aneh memang, tapi Yerin justru memberikan saran yang terdengar konyol kepada Jimin yakni untuk sering-sering memakai eyeliner agar membuat mata sipitnya tampak lebar.

Jeno di ruang tengah kala itu pun terpikal saat mendengar saran Yerin, sedang Jimin yang duduk bersamanya di atas kasur sprai stroberi hanya dapat tersenyum simpul dan mengacak surainya. "Ya, aku akan melakukannya," ujar pemuda itu, tapi sampai sekarang Jimin tidak melakukannya.

Yerin seharusnya marah, mengingat betapa banyak laki-laki Park tersebut mengingkari perkataannya seakan seluruh perkataan Yerin tak berarti apa-apa baginya. Akan tetapi, perasaan yang telah mengendap di hati Yerin mengalahkan semua egonya. Tak peduli berapa kali seorang Jimin mengacuhkannya, Yerin akan tetap menyukainya.

Yerin akan terus menyukainya, bahkan hingga hari ini, detik ini. Detik di mana ia dan sang pujaan hati sedang duduk di bawah rindang pohon yang menghantarkan angin musim panas. Di saat ujung kelingking laki-laki itu tanpa sengaja menyentuh kulitnya, menghantarkan ribuan kupu-kupu yang menari di perutnya. Yerin menyukai sensasinya. Diam-diam tersenyum kala matanya tak sengaja melihat sudut bibir laki-laki itu terangkat membentuk senyum.

"Yerin-ah.." Saat laki-laki itu menyebut namanya. Yerin menengok, memerhatikan laki-laki itu hingga laki-laki itu menoleh ke arahnya. Pemuda itu tersenyum kecil saat melihat Yerin yang tengah mengerjap menatapnya, "Ada sesuatu yang harus aku katakan padamu."

Adalah kata-kata yang membuat jantung Yerin memompa dengan cepat. Darah dari puncak kepala hingga ujung kakinya pun mengalir deras. Berdesir, memanggil nama Jimin. Perlahan, Yerin kehilangan gravitasinya, rasanya seperti melayang.

Menggigit bibir bawahnya sembari melemparkan pandangannya ke beberapa arah, "Apa?"

"Eunha ..." Alis Yerin bertaut saat nama gadis lain disebut pemuda tersebut, sedikit bingung dan brrtanya-tanya hingga akhirnya Jimin kembali membuka suaranya, "... Aku menyukainya."

The Doll [kth x jyr] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang