Dua bulan sudah Sherry menempati posisi Ratu mendampingi Ash. Selama dua bulan belakangan ini ia menjadi lebih mengetahui seluk beluk dunia iblis, meskipun sesekali ia juga kembali ke dunia manusia untuk sekadar bertemu Cindy. Soal pekerjaannya di bar, ia terpaksa mengurangi jam kerjanya karena Ash mengancam akan membakar bar itu kalau ia menghabiskan waktu lebih lama di sana.
Tentu saja Sherry tau itu hanya gertakan. Lagipula bisa dikatakan kalau ia lebih sering menghabiskan waktunya di atas tempat tidur dibandingkan di luar. Ash sudah memastikan salah satu tugas utamanya terlaksana setiap pagi.
Kini Sherry sudah lebih terbiasa membiarkan dirinya dilayani oleh sepasukan pelayan iblis yang akan mematuhi perintahnya hanya dengan sekali jentikan jari. Tapi ketiadaan kesibukan itu nyaris membunuhnya. Maka dari itu hari iji ia berniay meminta Ash memberinya tugas. Apa saja selama bukan berdiam diri layaknya Ratu. Sherry bahkan bersedia disuruh melakukan tugas bersih-bersih.
Tapi...
"Tidak boleh!" merupakan jawaban tegas dari Ash. Pria itu sedang duduk di balik meja mahoni besar dengan berlembar-lembar kertas di tangannya. Ia bahkan tidak mendongak saat Sherry mengajukan usulnya.
"Tapi aku nyaris mati kebosanan!!" protes Sherry. "Aku hanya ingin memiliki kegiatan yang akan membuatku terlalu sibuk sehingga bahkan melamun pun aku takkan sempat. Kau sudah melarangku sering pergi ke dunia manusia, dan sekarang kau juga melarangku melakukan apa-apa!"
"Kau adalah ratuku. Tugasmu adalah berada di sisiku dan menyenangkanku."
Sherry naik darah mendengar kearogansian dalam suara Ash. Kedua tangannya terkepal.
"Aku akan melakukan apapun yang aku inginkan! Bahkan kau pun, khususnya, takkan bisa menghentikanku!!" seru Sherry.
Ash bisa merasakan perasaan Sherry sebaik ia merasakan emosinya sendiri. Selain karena mereka sudah memadukan intisari kehidupan mereka, itu juga karena ia sudah sangat mengenal Sherry sehingga tau bahwa Sherry tidak akan bisa dibujuk dengan mudah saat ini. Hal terbaik yanh bisa dilakukannya adalah membiarkan Sherry mendinginkan kepalanya lebih dulu sebelun melanjutkan diskusi ini.
Pintu yang dibanting merupakan jawaban dari perintahnya. Ash menyugar rambutnya. Ia jadi ikut senewen gara-gara Sherry. Belakangan ini ia merasakan perubahan emosi Sherry yang tidak terkendali, yang kadang begitu tenang, dan kadang meledak-ledak seperti barusan. Kalau ini adalah contoh kehidupan berumah tangga, maka Ash tidak tau apakah ia senang atau tidak.
Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. Ia mendongak dan melihat Aaron masuk. Kening sepupunya itu berkerut dalam.
"Ada apa?" tanya Ash.
"Aku baru saja diceramahi mengenai ketiadaan emosi dan sopan santunku oleh ratumu," kata Aaron seraya menuju ke lemari minuman untuk mengambil segelas wiski.
Ash memberi isyarat agar Aaron juga memberinya segelas. "Mungkin itu imbas dari kekesalannya padaku," kata Ash.
Alis Aaron terangkat saat ia meletakkan segelas wiski di hadapan Ash. Akan tetapi sebelum ia sempat berkomentar, pintu perpustakaan kembali terbuka dan Lexi menyerbu masuk
"Hey!! Apa yang terjadi pada Sherry? Dia sedang mengamuk," tanya Lexi.
Ash menahan erangan. Tampaknya Sherry akan membuat semua iblis di kastil itu gila sebelum matahari terbenam. "Anggap saja aku sudah membuatnya kesal," kata Ash.
"Bagaimana bisa? Setahuku kalian itu selengket perangko. Apakah setelah dua bulan berlalu kalian sudah saling merasa bosan?" tanya Lexi kalem.
"Aku bisa membunuhmu karena ucapanmu itu," gerutu Ash.