Pesan Kunang-Kunang

31 14 2
                                    

Kabut tebal menutupi padang ilalang yang dingin. Membuat sileuet hitam dari seorang wanita paruh baya yang tengah duduk di kursi kayu tua. Seperti sedang menunggu seseorang dalam waktu yang sangat lama. Samar-samar siang mulai berganti malam, membuat seluruh atmosfer di tempat itu menjadi seribu kali lebih dingin.

"tiga juta enam ratus lima puluh dua ribu.."

Wanita itu bergumam sembari menghela nafas panjang. Hawa dingin berhembus dari bibirnya. Wajahnya menggambarkan kelelahan sempurna sekaligus kesedihan mungkin karena ia lelah menunggu berjuta-juta tahun lamanya dan kenyataan bahwa ia harus menambah satu hari lagi (seribu tahun)* dalam daftar penantiannya.
Air mata mengalir di kedua pipinya, kemudian tangisnya pecah, getir dan memilukan. Membuat siapa saja yang mendengarnya merinding miris.

"Adelle....Adelle...ibu merindukanmu!..."

Ia menyerukan satu nama...mungkin nama anak satu-satunya yang dicintainya dengan segenap jiwa dan raga sebelum mobil truk kontainer akhirnya mengantarkannya ke alam yang dingin ini..hilang dari dunia, meninggalkan anaknya yang dalam hitungan tahun manusia, mungkin saai ini ia sudah berusia tujuhbelas tahun.
Ia berlutut, masih menangis...sendirian di padang baka..menatap kunang-kunang yang bermunculan dari air bulir matanya yang jatuh ke tanah, seketika membentuk cahaya, mengeluarkan sayap, dan terbang. Mereka bertambah banyak.
Namun, ia tak peduli. Ia terus menangis sejadi-jadinya. Ia tak pernah membayangkan, kematian akan menjadi sesuatu yang begitu mengerikan. Bukan karena hukuman siksaan pembersih dosa yang ia lewati, melainkan hukuman setelahnya yang mampu membuatnya mati berkali-kali hanya untuk menunggu. Menunggu sebaris doa kedamaian dari anak gadisnya Adelle, yang tak pernah datang, karena kunang-kunang itu seharusnya kembali padanya, membawakan sepucuk doa dari Adelle yang berwujudkan lentera, yang akan mengantarkannya ke jalan kedamaian yang abadi.
Tapi lentera itu tak pernah menjemputnya, kunang-kunang itu tak pernah pulang..mungkinkah Adelle sudah lupa pada ibunya?

Mungkinkah ia mengabaikan kunang-kunang malam yang selalu masuk ke kamarnya melalui celah-celah jendela dan mengitari foto ibunya?
Wanita itu tak tau, sekarang yang perlu ia lakukan sekali lagi hanyalah..menunggu.

-end-

A Letter from NowhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang