Pertandingan futsal antar kelas telah usai. Terlihat seorang siswi yang tengah membaca novel di sisi lapangan. Dia terlalu asyik sampai tidak menyadari bahwa pertandingan telah usai dan orang-orang disekitar lapang perlahan-lahan mulai pergi, meninggalkannya sendirian.
"Nada! Kok masih disini?"
Siswi yang tengah membaca novel itu ternyata bernama Nada. Dia memalingkan wajahnya ke arah suara yang baru saja memanggil namanya.
"Eh, Debby?" Sapanya kembali pada Debby, "Lho, kok udah sepi?" Tanyanya kemudian.
"Elo keasyikan baca novel tuh. Makan siang bareng yuk!" Debby mengulurkan tangannya agar Nada segera berdiri.
"Umm.. Deb," Nada mengangkat sebuah jaket yang sedari tadi ada di pangkuannya. "tadi ada cowok nitip jaket ke gue, tapi gue lupa, siapa ya orangnya?"
"Punya Pandu! Kemarin gue lihat dia pake jaket ini." Debby menjawab mantap sambil memperhatikan jaket yang ditunjukan Nada. "Salfok terus sih. Jangankan siapa yang nitip jaket, pertandingan udah selesai aja lo nggak tahu, gara-gara keasyikan baca. Parah!"
Nada segera menyimpan novelnya kedalam tas kemudian menyambut uluran tangan Debby.
"Pandunya mana ya?" tanyanya kemudian.
"Makan dulu lah, lapar banget nih!"
Debby menarik lengan sahabatnya yang matanya malah sibuk menjelajah sekitar mencari keberadaan Pandu.
Suasana kantin saat ini tidak kalah ramai dari suasana di lapangan saat pertandingan tadi, penuh sesak serta berisik. Nada yang tidak kuat mengantri seperti biasa memutuskan untuk duduk di area makan, lalu mendoakan Debby yang sedang berjuang mengantri sendirian.
Fokus Nada menangkap keberadaan Pandu yang sedang berjalan menuju keluar kantin. "Pandu!" Panggil Nada keras, tapi sepertinya suaranya tidak sampai ke sana.
"Samperin kali." Komentar Debby.
"Asyik, Makan!" Teriak Nada menyambut dua piring makanan yang datang bersama Debby. "Makan dulu aja, Pandunya nanti lagi."
"Yaiyalah." Balas Debby seadanya yang di sambut cengiran Nada.
"Ngomong-ngomong, Adit gimana?" Tanya Debby tiba-tiba.
"Rumit seperti biasa, biarin ajalah." Jawab Nada santai.
Seorang siswa lelaki tiba-tiba saja duduk disamping Debby, dihadapan Nada, berbarengan dengan makan siangnya yang ikut diletakan di atas meja.
"Numpang makan ya. Meja lain penuh," Izinnya singkat.
"Gusti, tadi gue lihat Pandu baru aja keluar kantin!" Lapor Nada sementara Gusti malah asyik menyantap makanannya sampai Debby menyikutnya pelan.
"Eh iya, gue ditinggal." Jawab Gusti di sela-sela makannya, "Elo sih, gue cariin malah ngilang. Gue kan nitip jaket barusan."
Nada tertegun sebentar, "Oh ini jaket punya elo?"
"Punya Pandu sih, gue minjem. Hehe." Gusti meneguk minumannya untuk mengakhiri makan siangnya yang singkat, "Dah, jaketnya tolong balikin ke Pandu aja ya, gue masih ada urusan nih!" Pesannya sebelum berlalu.
"Dasar nggak tahu malu. Nyuruh-nyuruh seenak jidat!" Cerca Debby yang sama sekali tidak didengar Gusti.
"Udah nggak apa-apa, ntar gue yang balikin." Dengan senang hati Nada menawarkan diri.
"Semangat banget lo nyari Pandu, daritadi. Suka ya?" Ledek Debby yang hanya dibalas cengiran Nada.
Selesai makan siang mereka berpisah karena Nada ada urusan di perpustakaan sementara Debby harus menyelesaikan PRnya yang akan dikumpulkan setelah jam istirahat selesai.
BRUK.
"Duh." Gerutu seorang lelaki yang menabrak Nada. Setelah itu dia kembali mengambil langkah seolah tidak terjadi apa-apa.
"Pandu?" Panggil Nada begitu menyadari lelaki yang menabraknya adalah Pandu.
Pandu hanya berhenti sebentar kemudian lanjut melangkah lagi.
"Ini jaket lo ada di gue! Jaket yang dipinjem Gusti." Kata Nada, tapi Pandu tidak berhenti berjalan dan malah mempercepat langkahnya.
"Elo kenapa sih?" Nada langsung meraih lengan Pandu begitu berhasil mengejarnya.
Tanpa kata-kata Pandu segera melepaskan genggaman Nada, kemudian melanjutkan langkahnya meninggalkan Nada beserta segala tanda tanya di antara mereka.
Nada segera pergi menemui Gusti, membawa harga dirinya yang terlanjur diinjak-injak dan perasaannya yang terobrak-abrik.
"Temen lo nggak punya manner banget deh! Jijik gue." Protes Nada langsung begitu menemui Gusti di kelasnya.
Gusti meraih lengan Nada agar bisa segera pergi sebelum semakin banyak pasang mata yang memerhatikan mereka berdua. Tapi Nada berhasil menghindarinya.
"Nih, lo balikin aja jaketnya sendiri!" Nada melempar jaket milik Pandu tepat ke Dada Gusti. Garis bibirnya sedikit bergetar dan matanya terlihat sangat kecewa. "Nyesel gue masih nyimpen rasa sama dia." Katanya sambil berlalu.
Menyadari sesuatu yang penting, Gusti segera berlari. Bukan, dia tidak mengejar Nada. Dia mencari Pandu. Kata-kata terakhir yang diucapkan Nada mungkin adalah apa yang saat ini mereka butuhkan.
Malam hari saat Nada baru saja akan menarik selimut untuk tidur, mamanya memanggil. Ada yang ingin bertemu dengannya.
Nada segera keluar dari kamarnya dan berjalan ke ruang tamu, dia menemukan Pandu. Refleks Nada berbalik dan berniat meninggalkan Pandu, tapi Pandu menahannya. Lengannya terlanjur digenggam Pandu.
"Semenit aja gue minta waktu lo. Please?" Kata Pandu, lembut sekali.
"Apa?" Tanya Nada singkat.
"Gue minta maaf atas apa yang selama ini gue lakuin sama lo. Kalo gue boleh jujur kenapa hubungan kita selalu nggak bagus itu juga karena elo."
Nada berbalik dan menatap Pandu. Tidak mengerti apa sebenarnya yang Pandu katakan. "Langsung aja deh, nggak usah bertele-tele."
Pandu balas menatap Nada dalam, dia menarik nafas panjang. "Nada seandainya lo tau. Kepribadian lo, sifat lo, sorot mata lo, bahkan ketawa lo. Gue suka."
DEG.
"Jujur gue suka sama lo dari SMP sampe detik ini perasaan gue nggak berubah." Pandu menarik nafas lagi dan menatap Nada semakin dalam. "Elo sangat sempurna buat gue, Nada. Semantara gue, gue selalu ngerasa nggak pantes buat lo." Jelas Pandu.
"Pandu," Nada akhirnya membuka suara.
"Lo perfect, Nada." Sela Pandu, "Lo tau, gue nggak mau ketemu lo, gue nggak mau tatapan sama lo itu bukan karena gue nggak mau. Tapi gue tau perasaan elo sama gue itu gimana. Gue nggak mau perasaan ini semakin dalam. Gue tau lo masih sama Adit."
Nada terkejut bukan main, dia melihat mata Pandu yang mulai tergenang, sudut matanya berusaha sekuat tenaga menahan air yang sejak awal pengakuannya mencoba keluar.
"Kedatangan gue sekarang cuma pengen lo tau kalo apa yang kita rasain sekarang itu salah. Awalnya gue emang memilih untuk menghindar, tapi gue selalu ngerasa sangat bersalah apalagi sama kejadian tadi di sekolah."
Pandu menyeka sudut matanya sambil tetap berusaha mengatur emosinya.
"Elo harus tanggung jawab sama apa yang udah lo perbuat. Elo udah memulai hubungan lo sama Adit dan lo harus jalanin bareng-bareng semua pahit manisnya. Jangan gini, jangan selalu membuka hati."
Nada tetap terdiam, bahasanya seolah terampas habis bersama dengan perasaannya.
"Makasih untuk waktunya. Lo tau, gue seneng dengan cara lo diam kayak gini. Gue pamit ya, Nada. Take care."
Pandu tersenyum sangat tulus, diusapnya kepala Nada saat itu. Seandainya Nada tahu perasaan Pandu masih tetap kuat untuknya. Namun Pandu bukan lelaki murahan yang mau merebut kebahagiaan orang lain.
TAMAT.
Mars
Mei 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Hampir Sempurna
Short StoryJika hatimu sudah ada yang memiliki jangan lupa dikunci rapat-rapat. Orang ketiga tidak selalu datang sendiri, bisa saja karena kau yang masih membuka hati dan membiarkannya datang karena kau mau.