Rintik Hujan Harits

1K 174 2
                                    

Harits benci udara panas. Selain kulitnya yang akan otomatis memerah setiap terpapar sinar matahari, ia juga akan berubah menjadi kepiting rebus yang baru diangkat dari air rebusannya. Harits memilih untuk absen dari kelasnya hari ini dan segera pulang ke kosan, menyalakan pendingin ruangan, sedikit berguling-guling di kasur dan mengerjakan tugas kuliahnya. Ia membawa tungkai panjangnya cepat menuju parkiran mobil fakultas tanpa menghiraukan pertanyaan teman-temannya di kantin tadi.

"Gila lo, kung! Absen udah tinggal sebiji mau dipake padahal baru tengah semester. Tobat kung!" ucap Barry, teman nongkrongnya itu.

"Alah bodo amat. Bilangin si botak gue sakit. Cabut brads."

Baru saja Harits menyalakan mobilnya, tiba-tiba kaca mobilnya diketuk oleh seseorang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baru saja Harits menyalakan mobilnya, tiba-tiba kaca mobilnya diketuk oleh seseorang. Perempuan itu melemparkan senyuman lebarnya yang langsung disambut gerakan kepala Harits, menyuruhnya masuk.

"Gila lo cabut lagi?" perempuan itu langsung nyerocos setelah duduk di kursi penumpang.

"Ck, nggak cabut. Gue nggak enak badan."

"Yaelah. Badan lo mana pernah sih nggak enak. Alesan kan lo pasti mau goler-goler di kosan?"

Harits memilih untuk mengabaikan pertanyaan perempuan itu, "Lo mau kemana buruan bilang biar gue drop."

"Gue mau cari buku. Temenin dong. Ya ya ya? Temenin ya?" Perempuan itu merengek dan Harits hanya bisa mengangguk lemas mengiyakan pertanyaan—yang lebih tepatnya dibilang pemaksaan—perempuan itu. Pupus sudah harapannya menyapa kasur dan kucing-kucing Nazwan di kosan.

Namanya Amaya Senja Kirana. Kata Kirana, namanya berarti hujan sore hari yang cantik. Kirana lahir saat hujan di sore hari. Berbanding terbalik dengan namanya, Kirana tidak terlalu menyukai hujan, berbeda dengan Harits yang lebih memilih hujan-hujanan dibanding terkena panas selama 5 menit. Kirana dan Harits sudah berteman sejak SMP, masing-masing adalah teman pertama saat masa pengenalan lingkungan sekolah berlangsung. Kini mereka tidak hanya berada di satu kampus yang sama, malah berada di satu fakultas yang sama. Kirana semakin sering menjadikan Harits sebagai supir dan ajudan pribadinya.

"Lo mau nyari buku kenapa masuknya malah ke toko baju sih, nyet?" protes Harits ketika Kirana malah memasukki salah satu toko pakaian.

"Protes aja sih. Cewek butuh baju tau!" Kirana melanjutkan kegiatannya memilih baju-baju yang terpajang di etalase.

"Ki buruan gue capek." Protes Harits. "Lagian apaan sih lo tiba-tiba genit gini sok-sok milih baju cewek. Biasa juga cuma kaos sama flannel buluk doang."

"EH FLANNEL BULUK GUE BERHARGA YA!! Susah tuh nyarinya!"

"Udah deh daripada lo marah-marah, mending buruan bayar tuh baju, buruan ke toko buku, buruan kelar biar gue bisa ngerjain tugas."

"Iya iya. Jangan marah-marah kek. Tunggu bentar ya, sayang." Ucap Kirana kemudian berjalan cepat ke arah kasir.

Harits tidak tahu apa yang terjadi dengannya, tapi ia merasa perutnya seperti ditonjok dari dalam berkali-kali. Ia merasa seperti berada di wahana kora-kora yang membawanya naik turun saat Kirana mengucapkan kata-katanya tadi. Kirana tau-tau berubah menjadi lebih menarik di mata Harits. Kirana yang dulu hanya seorang perempuan kecil pemegang sabuk merah taekwondo saat SMP, perempuan yang hobinya loncat 2 anak tangga tiap naik atau turun tangga, perempuan yang menempel poster John Lennon dan Yoko Ono selebar tembok kamarnya, kini berubah menjadi perempuan yang hobi belanja baju setiap minggu, Kirana kini jadi rajin ke salon 2 minggu sekali dan Kirana tidak lagi menyukai matahari seperti dulu. Kirana berubah.

Kosan Babeh (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang