1. Kanza

120 8 2
                                    

Selamat membaca ;)

***

"Jangan kamu pikir cuma cowok yang bisa bikin hari kamu spesial. Kamu tau kan akibatnya kalau itu terjadi? Kalau beruntung sih kamu bakal bahagia banget. Nah kalau buntung? Kamu bisa apa dengan itu. Sakit hati sih pasti."

***

Secangkir coklat panas di tengah dinginnya udara pegunungan malam hari. Rasanya nyaman sekali untuk dinikmati. Duduk santai di balkon kamar yang menyajikan langit malam berbintang.

Sweter putih yang melekat di tubuh Khara nyatanya tidak mengurangi hawa dingin yang dirasakannya saat ini.

Sungguh demi apapun. Khara sedang merindukan seseorang nun jauh di sana. Bagaimana kabarnya. Apa yang sedang dilakukan. Apakah dia juga sama rindunya dengan Khara? Ah.. rasanya sudah tidak mungkin lagi itu. Bukankah terakhir mendengar kabar tentang laki-laki itu, dia sudah sangat sibuk sekarang? Yang berarti, sudah tak mungkin lagi memikirkan hal-hal kecil yang tidak penting. Tunggu. Tidak penting? Apakah hanya Khara yang masih menganggap hal sekecil ini penting? Memikirkan dan hanya memikirkan hal-hal indah yang pernah dilewati bersama seseorang yang dicintai. Jika kalian menganggap Khara terlalu bodoh. Terserah. Bukankah setiap orang memiliki cara masing-masing menggambarkan kisah cintanya? Tentu saja begitu. Jika tidak, berarti bukan dengan hati kalian merasakan cinta, melainkan hanya mata yang kalian libatkan di sana.

Hingga saat ini, hanya satu nama yang masih tersimpan rapi dalam hati Khara. "Lian." Khara berkata pelan.

"Lian? Siapa dia Ra?" Ah nenek. Suaranya lembut tapi mengejutkan. Sejak kapan nenek masuk kamar Khara. Menerobos masuk menuju balkon kamar.

"Eh.. Bub bu bukan siapa-siapa kok. Hehehe." Sedikit terkejut Khara menjawab.

"Cucu nenek ini lagi jatuh cinta ya..?" Selidik nenek.

Wah wah.. Nenek suka bener kalau bicara. "Bukan jatuh cinta lagi, Nek. Ini sih sudah lebih jauh dari jatuh cinta." Tentu saja Khara hanya mengatakan itu dalam hati.

"Atau malah sudah patah hati?"

Tuh kan bener lagi. Makanya Khara tidak perlu curhat panjang lebar tentang hal ini kepada nenek. Karena tanpa diucapkan pun nenek sudah mengerti.

Hanya senyumanlah yang mampu ia keluarkan untuk menanggapi setiap dugaan nenek kepada Khara.

"Dia teman lama Ra kok, nek." Khara berusaha menjelaskan dengan nada senormal mungkin.

"Oh ya?" nenek seakan tak percaya.

"Ya iya. Emang menurut nenek siapa lagi?"

"Pacar kamu di Semarang mungkin?" alis nenek terangkat sebelah.

"Hah? Ra udah putus-" mata Khara melotot, tangannya segera menutup rapat mulutnya yang sudah lancang mengucapkan kata-kata itu. Ah apa yang Khara katakan tadi!

Nenek tersenyum melihat tingkah Khara yang seperti tertangkap basah mengakui kesalahannya.

"Ya sudah, segera tidur sana! Bukannya besok sudah mulai masuk sekolahnya?" Nenek mengalihkan topik seakan tak mau memperpanjang lagi. Mengerti sekali nenek dengan suasana hati Khara sekarang. Tak ingin kenangan masa lalunya menjadi topik bahasan malam ini.

"Iya, nek. Ini juga mau tidur kok. Tanggung, coklatnya masih setengah nih. Hehe."

"Kamu ini ya, nduk. Urusan coklat pasti gak bisa ditinggal." Kalimat nenek hanya dibalas cengiran oleh Khara. "Sudah jam sembilan lebih, ayo masuk kamar! Udaranya sudah tambah dingin lho."

[1] Definisi SetiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang