1

18.9K 855 16
                                    

Eville PoV
"Eville!" Aku menoleh sebentar ke belakang karena dipanggil, memandang tepat pada Wilson yang berusaha mengejar. "Jangan jauh-jauh! Kita tidak boleh bermain di hutan seperti ini, berbahaya!"

Aku tersenyum, bersandar di balik salah satu pohon dan berkata tenang, "Karena itu ... kamu harus berlari lebih cepat Wilson, segera tangkap aku agar permainan berakhir."

"Tidak bisakah kita berhenti saja sekarang? Tempat seperti ini benar-benar berbahaya, aku tidak berbohong," ujar Wilson yang menoleh ke segala arah, ia lalu kembali memacu kakinya begitu memandangku.

"Oh ayolah! Umurku sudah 16 tahun, bukan anak kecil yang perlu banyak peringatan ketika bermain." Aku melompati beberapa akar pohon besar dengan kecepatan yang dikurangi lalu melanjutkan dengan lebih cepat lagi ketika Wilson semakin dekat. "Bukankah hal ini cukup menyenangkan untuk dilakukan anak seumuran kita? Beberapa hari lagi adalah tahun ajaran baru, kita harus bersenang-senang sebelum kembali berteman dengan buku dan tugas, 'kan?"

"Justru karena itu, akan gawat kalau salah satu dari kita tidak bisa masuk sekolah karena terluka!" sanggahnya.

"Oh, jangan berburuk sangka dulu, Wil. Kita hati-hati, oke? Dan seperti yang kubilang tadi ... ini akan selesai jika kamu berhasil menangkapku, jadi ayo cepat lagi!" seruku sebelum melewati semak-semak.

Aku menghentikan lariku, mengatur nafas kemudian berbalik ke belakang guna memeriksa keberadaan Wilson.

"Wilson?"

Sejauh apa pun aku memandang sekeliling, sejauh apa pun aku berjalan pelan tidak tentu arah, dan sekeras apa pun aku berteriak ... Wilson tidak juga kutemukan.

Hanya ada aku, udara dingin, keheningan, pohon-pohon yang terlihat semakin menyeramkan, bayangan tinggi hitam di balik pohon gersang, serta aura mencekam.

Aku berlari, berlari, dan berlari hingga kedua kakiku sakit. Rasanya seperti aku berlari di tempat yang sama sebab tidak ada ujung yang kudapatkan.

Pipiku mulai basah, aku mengumpat berulang kali, berteriak frustasi ingin mengistirahatkan kaki tapi tidak bisa karena bayangan itu kini berlari mengejarku dengan sejenis pedang ditangannya.

Kaki kananku menubruk akar pohon dengan keras, rasanya sakit tapi aku tidak lagi peduli sebab ada hal yang lebih mengerikan.

Aku oleng ke jurang yang curam. Itu terjadi terlalu cepat hingga aku tidak sempat meraih apa pun agar tidak jatuh. Aku sengaja memejamkan mata, tidak sanggup melihat bagaimana aku akan mati.

Tapi karena tidak juga merasakan apa-apa, aku akhirnya memberanikan diri untuk membuka mata.

Dan aku yakin orang-orang tidak akan percaya jika aku bercerita tentang apa yang kulihat! Jangankan orang lain, aku saja tidak percaya!

Aku melayang dengan kedua kaki di udara, hanya berjarak sekitar satu meter dari atas tanah. Dan entah bagaimana, aku turun ke tanah secara perlahan. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi, astaga?

"Eville?! Kamu tidak apa? Bagaimana keadaanmu? Ada yang terluka?" Wilson yang tadinya tidak terlihat sama sekali tahu-tahu sudah menghampiriku, ia juga menepuk pipiku khawatir.

Aku terdiam sejenak, memperhatikan sekeliling sembari berpikir yang terjadi barusan adalah mimpi. Tapi ketika mendongakkan kepala, aku yakin bahwa kami sedang berada di dasar jurang.

Aku menggenggam tangannya erat, detak jantungku berpacu kencang, aku mulai terisak.

Belum juga detak jantungku mereda, tiba-tiba saja beberapa makhluk aneh menyerupai monster yang tingginya hanya selutut muncul.

Vilcathe Academy (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang