Kenalin, nama gue Marko. 17 tahun kelas 12. Banyak yang bilang gue ganteng, hidung mancung, mata bagus bersinar warna coklat terang, kulit putih bersih terawat, banyak yang mengira kalau gue suka perawatan, lulur, spa, dan sebagainya, gila aja emang gue cewek! Gue begini emang udah dari sononya. Ya ... enggak ada yang salah sih gue jadi ganteng begini, bokap bule dan nyokap artis cantik papan atas negara ini.
Gue adalah perpaduan antara Asia dan Eropa.
Namun, gue enggak ngerasa sedikit pun jadi orang Eropa, soalnya gue lahir dan besar di negeri tercinta ini, tapi sekarang gue enggak mau ngebahas soal keluarga. Gue mau ngebahas tentang gue, tentang hidup gue mencintai dan memperjuangkan CINTA.
Lo tau dong dampak dari wajah ganteng ini? yupz! Gue jadi banyak fans di mana-mana, walaupun gue bukan artis. Tapi gue udah jadi artis setidaknya di sekolah. Followers gue di instagram juga hampir menyaingi Siwon Super Junior, sumpah gue gak bohong!
Namun, semua ini bikin gue gak enjoy ngejalani hidup. Jadi enggak bisa bebas memilih cewek yang disuka lalu gue pacarin.
Terus terang selama ini gue GAK PERNAH PACARAN. Kasian entar yang jadi cewek gue bisa jadi sasaran bullying cewek-cewek yang suka sama gue.
Sebenarnya di sekolah ada satu cewek yang gue suka banget dari dulu. Namanya Sara, Qaisara Azzahra nama lengkapnya. Doi tetangga kelas gue.
Anaknya baik, pinter, dan yang paling gue suka dia cantik, Man! Dia type cewek ideal gue. Mata belo, wajah mungil, hidungnya mancung, dan yang paling ngegemesin dari dia adalah ketika dia tertawa, ada dua lesung pipit di pipinya.
Namun, satu tahun terakhir ini doi memakai jilbab. Bagaimana ini? Apakah gue masih berhak buat mengejar cintanya Sara? Sedangkan gue sendiri adalah non muslim. Gue katolik, Man!
🌿🌿🌿
"Ko, lo diundang gak ke ultahnya Vita?" tanya Dika, CS gue. Nah, sekarang gue mau ngenalin Dika nih. Namanya Andika Suroto.
Dari kelas sepuluh sampe sekarang kelas dua belas dan tiga bulan lagi mau lulus, Dika selalu ada buat gue ketibang ortu gue yang super duper sibuk. Nyenengin sih, tapi kadang bosen juga. Gue udah klop banget sama dia.
Dika itu orangnya perhatian dan dia juga enggak kalah ganteng dari gue. Wajah manis khas Indonesia, bokapnya berdarah jawa dan nyokapnya berdarah sunda. Gue kadang iri sama si Dika, dia memiliki keluarga yang harmonis banget-banget! Nyokapnya super perhatian, dan bokapnya juga selalu ada buat dia.
Dika ini keluarga muslim, nyokap dan kakak perempuannya berjilbab, tapi mereka tidak keberatan Dika berteman dengan gue yang non muslim. Kadang gue juga suka kedapetan perhatian dari bokap dan nyokap si Dika. Gue seneng temenan sama Dika dan deket sama keluarganya.
Dalam soal percintaan kayaknya Dika selangkah di depan gue. Dika selalu berhasil memikat cewek yang dia suka, kalau dihitung-hitung semenjak gue kenal sama Dika, dia sudah empat kali pacaran. Tapi yang gue sekarang enggak tenang adalah sepertinya si Dika juga naksir sama Sara.
"Kagak. Tuh cewek udah musim ujian masih sempat-sempatnya ngadain party," jawab gue.
Alis Dika berkerut, nampaknya dia tidak percaya gue enggak diundang sama Vita.
"Serius lo? Gak mungkin! Elo gitu masa iya enggak diundang ke ultahnya cewek-cewek di sekolah ini?"
"Serius gue! Mana? Undangannya juga gue belum nerima," sangkal gue.
"Ya elah Ko, tuh cewek enggak nyebarin undangan pake kertas, lo kata anak TK! coba lo buka facebook lo!"
Gue ngambil hp gue di tas, dan menuruti kata Dika. Gue login ke jejaring sosial yang jarang banget dibuka itu soalnya males lihat isinya. Sudah ketauan banyak banget pesan yang enggak jelas dari cewek-cewek.
Setelah akun jejaring sosial gue kebuka. Jreeeeng! Benar saja isinya penuh banget sama status-status gak jelas kiriman dari cewek-cewek.
Si Dika yang ngintip facebook gue terkikik-kikik geli ngetawain gue.
"Ko, pamor lo belum meredup, hahaha. Bales kek, kasian kan, mereka."
"Elo aja yang bales! Males gila," ujar gue rada sewot.
Dika mengambil alih hp gue, kayaknya dia lagi nyari-nyari undangannya Vita.
Mata Dika menyipit membaca semua pesan yang masuk ke beranda facebook gue."Nih Ko, Vita Ayla Amalia. Tuh kan, kata gue juga apa lo mana mungkin gak diundang. Nah loh coba lo baca lagi tuh bawahnya. Doi pengen elo yang jadi pasangan dia, hahah."
Gue kaget Dika bilang begitu, gue rebut hape gue dari Dika memastikan apa yang dia omongin beneran.
Ternyata bener, si Vita minta gue jadi pasangannya dia.
Oh God, gue cape jadi orang ganteng. Gue pengen jadi orang biasa-biasa saja."Dua ratus persen gue gak dateng," ucap gue. Dika tersenyum. Entah apa arti senyumannya dia itu.
"Ko makanya lo buruan cari pacar. Biar cewek-cewek itu diem."
Gue cuma senyum nanggeping omongannya si Dika. Sebenarnya gue juga mau punya cewek. Tapi rasanya gue gak bisa mencintai cewek lain selain Sara, si gadis berjilbab itu. Gue juga enggak ngerti kenapa cinta gue kuat banget sama dia. Apa karena dia firs love gue, ya? Ah, gak tau deh.
🌿🌿🌿
Setelah gue dipaksa abis-abisan sama Dika untuk datang ke acara ultahnya Vita, akhirnya gue luluh juga. Enggak tahu kenapa si Dika ngotot banget pengen datang ke acara ultah itu. Akhirnya gue tahu, alasan dia datang ke ultah itu adalah Sara.
My God! bagaimana ini? Masa gue harus saingan sama sahabat gue sendiri? Gak ada dalam kamus gue berantem sama temen cuma gara-gara cewek. Aduh tapi cewek ini Sara, Man! Cewek yang sudah tiga tahun ini bergentayangan terus di pikiran gue. Rasanya gue gak ikhlas aja Sara harus dideketin sama si Dika.
"Ko, Marko! Ya elah nih anak malah bengong. Udah sampai nih. Cepetan turun!" Gue terhenyak dari lamunan. Gue ke sini nebeng mobilnya Dika, gue emang belum punya SIM jadi nyokap nggak ngebolehin bawa mobil sendiri.
"Oh, udah nyampe ye?" ucap gue, lalu membuka pintu mobil dan turun dari mobil. Gue ngerapihin sedikit baju yang agak kusut.
Acaranya di sebuah cafe di daerah Jakarta selatan. Terlihat beberapa orang yang gue kenal masuk ke cafe itu. Mereka juga baru datang kayaknya.
Gue dan Dika melangkah masuk ke cafe itu. Sepertinya cafe ini sudah dibooking khusus untuk ultahnya Vita. Isi cafe itu semuanya temen-temen sekolah gue, dan ada juga yang gak kenal mungkin itu keluarganya Vita.
Pandangan gue berkeliling ke semua sudut cafe. Cafe itu disulap menjadi serba pink karena tema party ini adalah hello kitty. Cewek-cewek yang datang semua pake baju warna pink dengan aksesoris hello kitty dan buat cowok-cowoknya pake baju warna putih, bebas mau kaus atau kemeja. Sepertinya cuma gue dan Dika yang salah kostum. Gue pake sporhem warna hitam sedangkan Dika pake kaus warna merah. Gue dan Dika memang enggak membaca undangan itu dengan teliti, gue cuma lihat waktu dan tempatnya aja.
Gue dan Dika celingak-celinguk rada panik juga karena salah kostum. Ah, gak apa-apa deh ngapain juga harus nanggepin dengan serius party ini, udah syukur gue dateng, ya gak?
Saat pandangan gue berkeliling, mata gue tiba-tiba menemukan sosok cewek paling cantik menurut gue. Dia pake baju pink dengan bawahan rok panjang semata kaki, dengan kerudung warna putih yang dibubuhi aksesoris seperti bando. Dia sedang ngobrol sama teman-temannya, lalu sesekali dia tersenyum dan tertawa dan itu membuat dua lesung pipitnya muncul.
Darah gue rasanya menghangat, dan tiba-tiba saja hormon-hormon kimia dalam tubuh gue bereaksi, seperti oksitosin, serotonin, dan dopamin membuat tekanan jantung gue berkerja dengan kuat.
Cinta memang enggak pernah punya rumus, Man! Sekarang rasanya gue semakin tunduk pada apa yang gue rasain. Tidak peduli lagi perbedaan yang sangat sensitif ini. Gue hanya mencintai Sara.
Cuma dia wanita yang gue mau di dunia ini. Qaisara Azzahra.
🌿🌿🌿
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving Unconditionally
Teen FictionBukan keinginan Marko terlahir sebagai non muslim, tapi cinta membuat ia tidak menerima takdir yang sudah tertulis untuknya. Cinta telah menuntunnya menemukan jalannya sendiri walaupun itu sangat tidak mudah.