Sandal

28 2 0
                                    

Langit mulai cerah, ketika aku dan temanku menyusuri pematang sawah yang melunak setelah terguyur hujan deras beberapa saat lalu.
Langkah demi langkah kami lalui, berusaha menyusul ketertinggalan kami.

"Hati-hati melangkah, licin seka..."
...
"Aduh!"

Belum selesai temanku memperingatkan, salah satu kakiku telah terperosok dalam kubangan.
Untungnya aku berhasil menarik kakiku, namun tidak dengan sandalku.
Sandalku! Sandal kesayanganku...

"Bagaimana ini? Tolong bantu aku.." Pintaku.
Beberapa kali tanganku meraih-raih dalam kubangan, namun belum bisa kudapatkan.
Temanku pun membantu, namun sandalku tetap belum ketemu.

...
"Sudah, ikhlaskan saja.. Lagian kan arusnya deras, bisa saja sandalmu terbawa arus. Kita harus jalan terus, atau kita akan semakin tertinggal."

"Tidak! Aku mau sandalku! Bantulah aku.."

"Sudahlah, ayo jalan saja!"

"Tunggu! Ah! Ini dia, bantu aku menariknya!" Paksaku.
"1..2..3!

Lagi!

1..2..3!"
...

Aku pun mendapatkan kembali sandal kesayangan milikku.
Ya, milikku.

Sayangnya itu hanya ada dalam angan.
______________________________________
Karena dalam kenyataan:

Beberapa kali tanganku meraih-raih dalam kubangan, namun tetap tak bisa kudapatkan.
Temanku pun membantu, namun sandalku tetap tak ketemu.

...
"Sudah, ikhlaskan saja.. Lagian kan arusnya deras, bisa saja sandalmu terbawa arus. Kita harus jalan terus, atau kita akan semakin tertinggal."

"Baiklah, besok akan kucoba telusuri lagi, siapa tahu ketemu."

"Yaa.. Siapa tahu? Semoga saja. Kakimu tidak apa apa kan?"
...

Sejujurnya, aku tak ingin menyerah begitu saja.
Apalagi itu sandal kesayanganku, sandal yang selalu nyaman kupakai setiap waktu.
Semoga besok ketemu.

Kami pun mempercepat langkah.
Aku, dengan tanpa sandalku, sedikit meringis kesakitan saat telapak kakiku menginjak batu.

Memang benar ya, suatu hal akan terasa lebih bermakna ketika telah tiada.

Tiba-tiba teringat...
"Ah ya, aku masih punya sandal gunung di tenda."

Alasan mengapa tidak kupakai adalah, karena kakiku lecet saat memakai sandal gunung baru,
sedangkan kakiku sudah terlalu nyaman memakai sandal kesayanganku.

Malam itu, kulihat sepasang sandal gunungku
Alasnya yang bergerigi, akan mencegahku terpeleset lagi.
Kalaupun terperosok lagi, tak akan lepas, karena talinya rapat terpasang di kaki.
Kulihat lecet di tumit kiri,
"Mungkin karena kakiku belum terbiasa memakai ini."

Malam itu, terpintas dalam pikiranku
Jika aku tak punya sandal gunung ini, sepertinya aku akan tetap berusaha mendapatkan sandal kesayanganku kembali.
Setelah kudapatkan pun, bisa saja aku terpeleset lagi.

Malam itu, terngiang kembali:
"Sudah, ikhlaskan saja..."

Mengikhlaskan
Sebuah kata yang sangat mudah diucapkan namun sangat sulit dilakukan, apalagi jika dirasa suatu hal tidak dapat tergantikan.

P.S:
Kalau kamu mengalami hal yang sama sepertiku..
Kehilangan sandal jepit kesayanganmu..
Percayalah,
Ada sandal gunung yang lebih pantas menemani perjalananmu.

Karena setiap alas kaki diciptakan untuk melindungi kaki, tergantung dimana kaki itu biasa melakukan perjalanan.
Jika kau terbiasa berjalan di jalan aspal, memang sandal jepit pantas untukmu.
Namun jika jalanmu tanah berbatu yang kadang licin terkena hujan, sandal gununglah yang terbaik bagimu.

Tapi sesungguhnya, semua itu tak semudah membeli sandal baru.

SANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang