Kembali dari Bangsal

9 0 0
                                    



Jalan yang panjang itu sangat gelap. Di kiri kanan jalan itu hanya terdapat sawah yang membentang luas. Tidak ada lampu penerangan yang menerangi jalan. Hanya bulan dan beberapa sorotan lampu motor yang menjadi sumber cahaya di jalan tersebut. Terlihat Robi, seorang laki-laki yang masih muda sedang berjalan perlahan menyusuri jalan itu. Ia terlihat sangat lelah dan kakinya gemetaran. Matanya berkunang-kunang. Ia berjalan dengan sangat tidak bersemangat seakan ia tidak ingin hidup lagi.

Dari kejauhan, ia melihat sebuah rumah yang sederhana. Ia berjalan menghampiri rumah tersebut dengan susah payah. Dengan sisa tenaga yang ada, ia pun tiba di rumah tersebut yang ternyata adalah sebuah rumah makan padang. Di depan rumah makan tersebut terdapat sebuah bangsal dan ia memutuskan untuk beristirahat disana karena sudah malam. Tak lama, seorang wanita paruh baya keluar dari rumah makan tersebut lalu menghampirinya.

"Siapa kamu nak? Tiba-tiba kamu datang dan duduk di sini. Kalau kamu mau makan masuklah ke dalam, jangan duduk di depan sini." Tutur wanita tersebut.

"Nggak mau makan, nggak punya uang. Boleh numpang tidur sini nggak, bu?" tanya Robi dengan lemasnya.

"Siapa namamu? Kenapa kamu mau tidur di sini? Dimana rumahmu?" tanya wanita tersebut bertubi-tubi dengan keheranan."

"Robi. Saya kabur dari rumah. Rumah di Jakarta." Jawab Robi singkat sambil menatap lemas wanita tersebut.

"Apa kamu jalan kaki sampai ke Bekasi ini? Kenapa kamu bisa kabur dari rumahmu?" tanya wanita itu lagi dengan nada terkejut.

"Iya jalan kaki. Saya nggak mau cerita soal itu." Jawab Robi sambil mengusap matanya karena berair.

"Ya Tuhan. Saya masuk sebentar ya nak, saya mau panggil bapak." Ucap wanita tersebut sambil menggelengkan kepalanya lalu bergegas ke dalam rumah makan.

Robi menatap langit malam yang amat pekat. Ia cukup terkejut bahwa ia telah berjalan sejauh itu tanpa mengetahuinya. Jakarta-Bekasi bukanlah jarak yang dekat apalagi ditempuh dengan berjalan kaki. Perasaan terkejut itu tak bertahan lama. Setelah itu, ia mulai berpikir apa yang akan dilakukannya di kemudian hari. Ia sudah tak tahu lagi untuk apa dirinya hidup. Ia merasa dirinya tak berguna lagi bagi siapapun. Beban dalam dirinya sungguh besar. Ia pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya esok hari di tempat yang sepi. Namun dirinya masih sedikit ragu untuk itu.

Tiba-tiba seorang pria datang dari dalam rumah makan menghampiri Robi yang sedang melamun menatap langit.

"Nak Robi kan? Saya sudah dengar tentang kamu dari istri saya. Perkenalkan saya Johan dan ini istri saya Gita. Ini saya bawakan makanan untuk kamu silakan dimakan tidak usah bayar." Ucap pria tersebut dengan ramah dan santun.

Robi yang sangat lapar dan haus itu sebenarnya tidak ingin makan karena ia merasa tidak ada artinya lagi untuk makan, terlebih esok hari ia akan mengakhiri hidupnya. Tetapi rasa laparnya mengalahkan rasa ingin matinya di esok hari. Oleh karena itu, ia jadi ingin menyantap hidangan yang telah disiapkan untuknya.

"Pak, benar nih saya boleh makan gratis?" tanya Robi dengan nada ragu.

"Boleh-boleh silakan di makan." Jawab Pak Johan sambil tersenyum.

Robi pun segera menyantap makanan yang diberikan Pak Johan. Sesaat kemudian, keluar seorang remaja perempuan dari dalam rumah makan membawakan minum lalu diberikan pada Robi. Lalu perempuan itu kembali berjalan ke dalam rumah makan tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Itu putri saya, Naomi, ia orangnya pemalu. Sekarang ia sedang kuliah semester dua. Bagaimana denganmu nak Robi? Kamu kuliah atau sudah kerja?" Tanya Pak Johan yang sekarang duduk disebelah Robi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 30, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kembali dari BangsalWhere stories live. Discover now