Adakah hal yang patut disesali dari menjadi budak atas rasa cinta? - Shabrina
•••
Den Haag
[07:58]
Desember, 30 2016Pagi yang cerah, untuk meneguk segelas teh hijau hangat dengan beberapa cemilan manis. Namun, tidak untuk fraksi yang Shabrina tulis. Sungguh kacau—————jauh dari kata sempurna. Lebih dari pada apapun, gadis itu malah jadi lebih tak suka pada pelajaran musik.
Setelah beberapa saat terus saja berkutat, ponsel navy metalic itu berdering.
"Hoi?"
"You dont have to talking in dutch" Suara yang sangat familiar menyapa indera gadis itu sesegeranya, kemudian sang penelpon terkekeh pelan diujung sana, entah apa yang ditertawakannya.
"Baik, seperti yang bapak mau, ngomong-ngomong ada apa pak? Saya sedang mengerjakan tugas bapak"
"Jangan basa-basi, tidak begini gayamu berbicara padaku Shabrina, bahkan di universitas sekalipun. Mana Shabrina yang blak-blakan?"
Lantas gadis manis itu tertawa cekikikan, merebahkan tubuhnya pada balkon kamar, mengehela napas perlahan. Sembari menertawakan lagi teman satu perumahannya dulu. "Ponsel siapa yang kau pakai?"
"Temanku"
"Teman atau kekasih mu?"
"Jangan sembarangan"
"Aku tidak berbicara sembarangan, gadis mana disini yang kalau melihat dirimu tidak terpesona?"
Lantas suara si penelpon terdengar tertawa lagi, kali ini lebih semangat dalam tawanya. "Apa kau bisa bantu aku hari ini? Mengangkat barang"
"Untuk apa? Kemana? Kau ingin pulang ke Indonesia? Kenapa mendadak?"
"Daripada menjawab semua pertanyaan mu itu, lebih baik segera keluar atau aku mati beku menunggu dan mendengarkan celotehanmu,"
Lantas gadis bernama Shabrina itu terheran, kemudian mengerang sembari bersusah payah bangun sesekali melenturkan otot-otot tua nya itu.
"Goedemorgen mevrouw"
"Kau pindah tepat disamping Flat ku? What the——————— ini bukan mimpi kan?"
Tak ada jawaban, hanya cengiran yang sejurus kemudian ia mengelus puncak kepala Shabrina dengan lembut. "Bukannya lebih mudah, kalau kau ingin bertanya dengan dosen mu, kau bisa langsung menanyakannya ke sebelah,"ucapnya ringan sembari mengusap telapak tangannya yang Shabrina rasa sudah mulai terasa dingin.
Jadi, pemuda ini adalah Park Jimin. Dulunya saat tinggal di Cimahi, Indonesia mereka tinggal dalam satu komplek perumahan hanya berbeda gang. Umur mereka pun hanya terpaut 3 tahun, namun Jimin sudah cukup pintar hingga masuk kelas akselarasi dan 2 tahun lebih cepat lulus SMA hingga memutuskan untuk kuliah di Belanda, Den Haag.
Pernah saat itu Jimin bertanya pada Shabrina, tempat yang paling ingin gadis itu tinggali kalau bosan di Indonesia. Jawabannya Belanda.
"Kenapa? Awalnya ku kira rata-rata gadis akan memilih Paris atau paling tidak New York"
"Aku hanya penasaran dengan tipikal orang yang pernah menjajah tanah ini"
"Kalau ke Jepang? , kau sesekali bisa main kerumah ku di sana"
Jimin sendiri juga keturunan Korea Selatan—Indonesia, lebih tepatnya Busan—Solo.
Jimin menghela napasnya dengan berat dan tersenyum sembari berhenti memainkan rubik ditangannya, "kalau memang Belanda jadi pilihanmu, maka aku akan kesana. Belajar dan mencari kerja"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold [BTS FANFICTION]
Fanfiction"Kau tak cukup tau Jim mengenai apapun yang kurasakan, berhenti seolah-olah hidupku itu kau lah Tuhannya!" - Nana "Baik, aku tak akan peduli lagi jika kau memang ingin menggali lubang kubur mu itu sendiri," - Jimin "Hampir setiap harinya aku tersiks...