ADA YANG BILANG, PENJARA SUCI

26 3 2
                                    

Sholat Isya' baru usai, siswi baru diminta untuk kembali ke kamar masing-masing. Rizma, Itta, Ijah, Elly dan Isna termasuk di dalamnya. Kelima gadis yang tinggal sekamar itu langsung menuju ke kamar mereka. Pengurus Asrama Putri atau yang akrab dipanggil pengurus ASTRI yang menjadi pengasuh mereka datang setelah semua anggota kamar yang berjumlah sepuluh orang berkumpul. 

Acara malam ini adalah pertemuan kamar. Dalam pertemuan biasanya dibahas masalah-masalah yang ada di kamar atau santri boleh curhat dengan pengurus ASTRI. Seperti sebelum-sebelumnya, Mbak Afifah yang jadi pengasuh kamar E4, memulai pertemuan dengan mengucap basmalah, berturut-turut kemudian qiro'ah bersama lalu mbak Afifah mempersilakan adik-adik bimbingannya untuk membicarakan masalah kamar, seperti piket kamar, sampai pembagian tidur. Pembagian tidur bisa jadi salah satu masaah karena model tidurnya tidak di tempat tidur tapi dengan kasur busa yang digelar di lantai. Kadang ada anak yang tidak suka kalau lokasi tidurnya tidak digilir, biasanya yang paling dihindari adalah yang paling dekat dengan pintu kamar karena paling sering terganggu dengan aktivitas teman kamar yang lain.

"Ada masalah di kamar?" tanya mbak Afifah.

"Sejauh ini sih ngga' ada Mbak." Jawab Isna yang didaulat sebagai ketua kamar.

"Masalah piket kamar, posisi barang pribadi, atau masalah tidur?" mbak Afifah memancing.

"Sudah dibagi dengan kesepakatan bersama kok Mbak." Itta yang menjawab.

"Iya, Mbak. Tidurnya sudah di-rolling kok tempatnya, jadi semua merasakan tidur dekat pintu."

"Bagus deh. Oya, piring-piring kotornya jangan digeletakkan di dekat pintu ya, kalau bisa segera dicuci." Tegur mbak Afifah melihat setumpuk piring kotor dan teman-temannya teronggok di dekat pintu..

"Ya kan barusan tadi makannya." Ijah yang mendapat jatah piket membela diri.

"Setidaknya dimasukkan ke ember trus ditaruh dekat tempat cuci ya lain kali, biar kamarnya rapi." Afifah menyarankan.

"Ok mbak." Jawab sekamar hampir bersamaan.

"Masih pada kangen-kangen sama orang tua nggak nih." Afifah mengganti topik pembicaraan.

"Elly tuh Mbak, masih sering nangis-nangis," lapor Itta.

"Apaan sih, Ta." Elly menonjok Itta pelan, dia jelas malu diledek seperti itu, meskipun nyatanya memang begitu.

"Iya, Mbak. Kemarin habis pemilihan ketua kamar dan Mbak Afif keluar kamar, Elly langsung menangis," tambah Sholihah, salah satu personil kamar E4.

"Ngga' usah nambah-nambahin deh, Sholi." Elly tambah malu.

"Hahaha, biasa kok kalau anak baru masih suka nangis-nangis kangen, asal nggak minta dijemput aja." Afifah ikut menggoda.

"Mbak Afif~," Elly tak bisa berbuat apa-apa karena dia malah jadi bahan obrolan.

"Oya, mulai minggu depan adik-adik mulai ikut piket asrama mulai dari piket bagi makan, piket aula, piket halaman piket, buang sampah, dan piket pembakaran."

"Piket pembakaran itu apa, Mbak?" tanya Rizma.

"Piket pembakaran itu piket mambakar minsafatunnisa (pembalut). Kan tempat sampahnya sudah dipisah antara sampah biasa dan sampah minsafatunnisa. Nah tiap minggu minsafatunnisa yang sudah dikumpulkan di tong sampah besar di belakang asrama, agar jauh itu lho, lalu dibakar."

"Oh." Anggota kamar ber-oh.

"Kalau piket lain ya biasa, sampah biasa dikumpulkan jadi satu biar tukang sampah gampang mengambilnya, halaman disapu, aula disapu dan dipel. Nanti jadwalnya di tempel dan bisa diurutkan sendiri. Dari ASTRI nanti juga ngecek."

"Ok, Mbak." Ijah membuat lingkaran dengan ibu jari dan jari telunjuknya sementara jari lain terbuka.

"Ada yang mau curhat ngga' nih." Mbak Afifah melihat jam tangannya. Sudah sekitar satu jam dia memberi bimbingan ke adik-adik barunya.

"Aku mau curhat dong Mbak, tapi pribadi aja." Hamidah, anggota kamar E4 mengajukan diri.

"Ok, ada lainnya, yang mau curhat di forum?" Afifah memberi kasempatan terakhir.

"Kalo aku sih, nggak Mbak." Itta mengawali.

"Saya juga nggak," Isna sama.

Sekamar pun tidak ada yang mau bertanya lagi, akhirnya Mbak Afifah mengakhiri bimbingannya, lalu mengajak Hamidah keluar kamar. Anak-anak kamar E4 pun beberapa bubar, ada yang mencuci baju, ada juga yang keluar menemui teman-teman sekelasnya. Tinggallah Rizma dan 4 teman dekatnya.

"Banyak aturan ya di asrama, sampai ada piketnya segala. Pantes aja kakakku bilang asrama sering disebut penjara suci." Ijah si mood maker membuka percakapan.

"Penjara suci? Apaan tuh maksudnya?" Itta bingung.

"Wah, namanya ngeri amat." Rizma bergidik.

"Ya kalian lihat saja, asrama kita ini dikelilingi tembok tinggi, sejauh mata memandang pasti ada batas temboknya, tapi pembuatan tembok ini untuk kebaikan kita, menjaga kita dari berbagai godaan di luar sana, itulah asal-usul ada yang nyebut asrama sebagai penjara suci." Ijah mengedarkan pandangannya seolah disekelilingnya tembok.

"Dasar ada-ada yang punya ide itu," Rizma tetawa. Dia jadi membayangkan dia berdiri dikelilingi tembok berwarna hijau.

"Tapi emang benar juga sih kalau tembok-tembok itu melindungi kita dari godaan di luar sana, yang pergaulan bebas lah, yang tren fashion aneh-aneh lah, yang saingan gadget-gadget." Isna sepakat dengan penyebutan nama itu.

"Kalau itu aku juga setuju," tanggap Itta.

"Tapi namanya itu lho. Penjara suci." Rizma kembali tertawa.

"Iya, sih. Jadi agak serem." Elly ikut nimbrung.

"Apalah itu, kan kita udah disini. Aku nggak nyesel kok, karena bisa ketemu temen-temen kayak kalian," Itta merangkul Rizma dan Isna yang ada di kedua sisinya.

Kelima teman akrab itu puntertawa bahagia.    

SERIAL ASPI "SI PEACH PUFF"Where stories live. Discover now