" Tisu.. tisu.."
Peluh memenuhi wajah gadis penjual tisu itu. Menahan lapar dan pening akibat berputar-putar di sekeliling ibukota yang panas, menjajakan tisu. Namun sialnya tidak ada yang membeli karena semua terlalu sibuk dengan urusannya, pada senin yang padat ini.
Abu, orang-orang memanggil gadis itu. Setiap hari gadis kecil yang harusnya duduk di kelas 5 sd itu harus bangun jam 4 pagi, memasak, mencuci, lalu pergi ke toko kue dekat Stasiun Manggarai bekerja membantu membuat kue-kue basah. Siangnya ia pergi menjajakan tisu di jalan, bukan barang dagangannya, tisu-tisu ini adalah barang dagangan dari toko kelontog saudara angkatnya yang telah diambil alih oleh rentenir. Untuk tiap kotak tisu yang terjual Abu mendapat jatah 500 perak saja.
Ayah Abu adalah seorang veteran. Bunda Abu adalah seorang keturunan bangsawan Belanda, karena keputusannya untuk menikah dengan veteran pribumi, bunda Abu pun diusir oleh keluarganya dan tidak dianggap lagi. Satu tahun setelah menikah, ayah Abu diasingkan ke Sulawesi karena pergerakannya yang gencar terhadap Pemerintah Hindia-Belanda. Saat itu bunda Abu belum menyadari bahwa ia sedang mengandung Abu pada usia kandungan yang sangat muda. 3 bulan setelah pengasingan, datang kabar bahwa ayah Abu dihukum mati karena masih mengupayakan perlawanan.
Abu, orang-orang memanggil gadis itu. Dikarenkan matanya yang indah dengan warna abu-abu seperti bundanya. Bagi warga di tempat ia tinggal tidak banyak yang memiliki mata yang unik, indah dan dalam seperti yang dimiliki gadis itu.
*note :
Hope you enjoy the story!
Kindly send your feedback in comments or through my instagram (dm) : sawsanhasya
KAMU SEDANG MEMBACA
A Girl Called Abu
General FictionDikisahkan seorang anak keturunan Indonesia-Belanda yang tidak diterima dalam keluarga besarnya. Tak sempat melihat sang ayah saat dilahirkan, Abu dibesarkan oleh bundanya dengan tulus dan penuh kasih sayang. Waktu berjalan cepat dan takdir nyatanya...