Satu

58 7 4
                                    

Saat sore, jika dagangannya sudah habis, ia biasanya bermutasi menjadi gadis pengamen. Menumpang dari angkutan umum ke angkutan umum lainnya, bernyanyi seadanya untuk mengumpulkan sedikit tambahan uang. Kira-kira pukul 7 malam, setelah azan isya berkumandang, Abu bergegas pulang untuk menyelesaikan tugasnya di rumah.

" Abu cepat masak makan malam. Bapak dan ibu mu sudah lapar"

" Mengapa kamu selalu saja lelet setiap bapak dan ibu butuh bantuan? Anak tidak tau diuntung! "

Baru duduk sebentar untuk meneguk segelas air, Abu langsung diteriaki dan dijewer agar cepat-cepat memasak makan malam. Walau terbilang masih sangat kecil, masakan Abu sudah sangat enak karena jika tidak enak, Abu akan dihukum membersihkan kamar mandi pada tengah malam dan setelah itu dilarang tidur di dalam rumah.

Selesai masak Abu tidak boleh langsung makan. Ia harus mengelap seluruh barang di tiap ruangan, menyapu, mengepel, sampai tidak ada debu dan kotoran sedikit pun di dalam rumah maupun di teras. Setelah semua pekerjaan selesai Abu baru diperbolehkan makan, itu pun kalau makanan masih ada. Jika bapak dan ibunya sedang sangat lapar atau sangat menyukai masakannya, seluruh makan malam dihabiskan dan Abu hanya bisa meminum air untuk menahan lapar.

Abu tidak pernah bisa mengeluh bahkan saat kelelahan pun ia tidak boleh menunjukannya karena jika demikian bapak dan ibunya akan merasa ia tidak ikhlas mengerjakan seluruh pekerjaan dan ia pun akan dipukuli dan dicaci bahwa ia adalah anak tidak tahu diuntung serta tidak tahu malu.

Bunda Abu, seorang keturunan bangsawan belanda yang diusir dari rumah dan tidak dianggap telah diberi kesempatan kedua oleh keluarganya setelah datang kabar bahwa suaminya dihukum mati. Ia pun kembali ke rumah keluarganya yang megah dan disambut dengan baik oleh keluarganya. Namun saat itu umur kandungan bunda Abu yang sangat muda tidak disadari oleh keluarganya.

Saat kandungan mulai menua dan ukuran perut makin membesar, bunda Abu memberanikan diri memberitahukan keluarganya bahwa ia mengandung anak suaminya, veteran pribumi. Luka lama keluarga yang merasa dikhianati kembali terkuak dan bunda Abu pun kembali dihadapi oleh dua pilihan, janinnya atau keluarganya. Dengan berat hati, untuk kedua kalinya, ia pergi dari rumah dan meninggalkan keluarganya.

Kali ini terasa lebih sulit karena tidak ada suami yang dicintainya dan ia pun sedang hamil tua. Tapi demi janin yang ia cintai, yang ia percayakan suatu saat akan menjadi orang baik yang berguna bagi sesama seperti suaminya, ia menguatkan diri. Kembali ke rumahnya yang dulu, bunda Abu memulai usaha membuka toko kelontong dengan sedikit uang yang ia punya. Kerja keras bunda Abu yang cekatan dan paras warga kelas atas yang dimilikinya membuat tidak perlu waktu lama bagi toko kelontongnya untuk berkembang.

Dengan waktu cepat, toko kelontong bunda Abu sudah bisa pindah ke tempat yang lebih luas di kawasan elit pertokoan warga kelas atas dan ia pun sudah memiliki banyak sekali pegawai. Para bangsawan dan pemerintah kolonial Belanda mempercayai toko kelontong bunda Abu untuk memenuhi berbagai keperluan mereka dalam jumlah yang besar.

Dengan tabungan yang lebih dari cukup, tidak sulit bagi bunda Abu untuk menjalani proses melahirkan yang sangat layak seperti warga kelas atas lainnya. Walau tanpa keluarga, kelahiran Abu berlangsung hangat tanpa kekurangan rasa kasih sayang karena kelahirannya didampingi pegawai-pegawai bunda Abu yang dengan ikhlas menyayangi bunda Abu layaknya saudara sendiri.

Bayi perempuan cantik lahir ke dunia dengan penuh kasih sayang. Dengan tangis pertamanya, dalam dekapan bunda tercinta, Abu diberi nama Namira Fadjar. Namira adalah nama yang sejak dulu ia dan suaminya rencanakan untuk diberikan pada anak perempuan mereka kelak dan Fadjar adalah nama mendiang suami yang dicintainya, Fadjar Moehammad.

Namira diurus dengan sabar dan telaten oleh bundanya. Walau tanpa ayah, Namira tetap mendapat rasa kasih sayang dan perhatian yang cukup dari bundanya dan orang-orang di sekitar mereka. Ia tumbuh menjadi gadis kecil yang manis dan penyayang, gadis kecil itu memiliki paras manis dengan kulit sawo matang dan rambut hitam seperti ayahnya, ia tidak membawa paras cantik warga kelas atas kecuali matanya yang berwarna abu-abu, seperti bundanya.

Waktu berlalu cepat dan tanpa terasa malam itu adalah malam sebelum hari ulang tahun pertama Namira. Setelah toko tutup, bunda dan pegawai-pegawainya mulai menata berbagai pernak-pernik untuk pesta kecil Namira di toko esok hari.

Saat sedang sibuk-sibuknya memasang kertas warna-warni di langit-langit, menata bangku-bangku, meja-meja dan berbagai perlengkapan lainnya, terdengar gemuruh orang datang beramai-ramai dari luar pintu toko yang telah ditutup, diikuti suara tembakan dan suara orang bersaut-sautan dengan nada tinggi, menggunakan bahasa yang benar-benar asing dan tidak dipahami.

Suara gemuruh semakin menjadi-jadi dan diikuti suara teriakan. Udara di dalam ruangan seketika menjadi panas dan pengap. Merasa ada hal buruk yang terjadi, bunda segera berlari ke ruang tidur Namira di bagian belakang toko dan menggendongnya yang sedang terlelap. Salah seorang pegawai toko memberanikan diri mengecek apa yang terjadi di luar toko.

Puluhan orang bersenjata lengkap dan berseragam terlihat memenuhi kawasan pertokoan. Parasnya jauh berbeda dari orang pribumi namun lebih jauh berbeda lagi dari tentara kolonial Belanda. Mereka terlihat menembaki warga Belanda dan siapapun yang terlihat seperti keturunannya bahkan mereka tidak segan membakar toko-toko yang ada setelah menembaki pemiliknya. Melihat hal itu pegawai bunda segera kembali masuk dan menutup pintu toko, ia segera memberitahu bunda tentang apa yang dilihatnya dan menyarankan bunda untuk pergi mengungsi.

Suara gebrakan terdengar dari luar pintu toko kelontong bunda diikuti suara teriakan dengan bahasa yang sama sekali tidak dipahami. Tidak ada pilihan lain, bunda ditemani dua pegawainya segera pergi melalui pintu belakang toko sedangkan sebagian pegawai yang lain bertugas menjaga toko kelontong.

Sepanjang perjalanan menuju rumah pegawainya mereka melihat banyak kehancuran, toko-toko yang terbakar dan tubuh orang-orang yang ditembaki. Sebagian besar dari mereka adalah warga kelas atas. Bunda berjalan dengan menunduk, diapit kedua pegawai pribuminya, ia memakai jaket bertudung sehingga rambutnya yang pirang tidak terlihat. Namira tidak digendong bundanya, ia degendong oleh salah seorang pegawai di sisi kanan bunda, sebagai perlindungan terakhir baginya jika bunda tertangkap di tengah jalan.

Sedikit lagi sebelum mereka menghela napas lega, beberapa langkah lagi sebelum memasuki pagar rumah pegawainya, mereka ditahan oleh salah seorang pria bersenjata.

" Anata no kao o misete! "

Dengan paksa, pria itu menarik rahang dan mengangkat wajah kami satu per satu. Saat pria itu mulai menarik rahang bunda dan melihat wajahnya, pria itu terkejut saat mengetahui bahwa sosok tinggi di depannya adalah seorang wanita. Parasnya cantik dan hidngnya mancung, khas warga kelas atas. Pria itu segera berteriak dan seketika ia dan seorang temannya mengancungkan senjata pada bunda dan dua pegawainya.

Seorang pria bersenjata lain menghampiri mereka dan membisikan sesuatu pada pria yang baru saja berteriak. Seketika pria itu kembali berteriak memerintahkan temannya untuk melepaskan dua pegawai bunda namun tidak dengan bunda. Bunda ditarik, dijenggut dan diseret, dibawa kearah wanita-wanita warga kelas atas yang sedang ditawan di sebrang jalan. Pria yang tadi berbisik sekarang tersenyum kearah dua pegawai bunda dan mengisyaratkan mereka untuk pergi melanjutkan perjalanan seakan tidak ada sesuatu apapun yang terjadi.

Kedua pegawai bunda tak kuasa membendung air mata mereka. Sambil mendekap Namira, kedua pegawai bunda melanjutkan langkah mereka dengan sempoyongan menuju rumah yang tinggal beberapa langkah lagi. Mereka bahkan tidak bisa kembali menengok dan melihat apa yang terjadi dengan bunda di sebrang jalan karena pria-pria bersenjata itu berjajar menghalangi pandangan mereka. Suara teriakan terdengar bersaut-sautan, diikuti suara tembakan.

A Girl Called AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang