...Garis Dua...
"Tak!" alat tes kehamilan melayang masuk ke tempat sampah di sudut kamar. Merk ketujuh, dan hasilnya tetap sama. Garis dua, sebagian samar, sebagian jelas.
"S**t", makian tertahan keluar dari mulut cantik berpulas lipstik merah marun itu. Hidupnya sudah rumit, tidak perlu tambahan kerepotan hamil, melahirkan dan mengurus bayi untuk membuatnya tambah rumit. Rahel mengetuk-ngetuk ujung jarinya ke atas meja rias. Wajahnya yang berkerut menatap balik dari cermin dihadapannya.
Kata orang, kecantikan yang berlebihan bisa jadi anugerah sekaligus kutukan, dan ya setidaknya itu terbukti untuk dirinya.Drrt... Drrt... Ponselnya bergetar halus. Pesan Whatsapp.
Mas Hanung:
Kamu di mana?Rahel berpikir sejenak sebelum jemari lentiknya lincah mengetik balasan.
Aku di rumah, Mas... Sudah selesai rapat?
Tak lama ponselnya kembali berdering, kali ini panggilan video call. Rahel menggeser icon hijau di layar ponselnya. Seraut wajah pria separuh baya tampak di layar, tersenyum penuh cinta.
Rahel membalas senyuman itu, lesung pipi menari manis di sudut bibirnya.
"Halo Cantik, ngga kemana-kemana malam minggu?"
Suara kebapakan itu menyapa lembut, selalu membawa kehangatan dan rasa aman yang menyelusup relung hati Rahel.
Rahel menggeleng pelan, senyum tetap membayang di wajahnya.
"Ngga, Mas. Malas keluar, sepertinya mau hujan. Baru tadi pagi cuci mobil, nanti kotor kena becek. Mas sudah selesai rapat?"Sosok pria itu melonggarkan sedikit dasi biru tua di lehernya, lelah dan kantuk jelas tampak di wajahnya. Refleks Rahel menelusuri tampilan di ponselnya, pada garis rambut lebat yang mulai beruban.
"Tadinya aku mau ngajak anak-anak dinner, tapi sudah pada punya acara sendiri... Dewi juga masih di Singapura.", suara Hanung sedikit tercekat saat mengucapkan nama itu.
Seperti juga Rahel, yang mendadak kelu. Dalam benaknya melintas sosok seorang perempuan ayu, yang dulu kerap dipanggilnya Ibu."Hel... Rahel...", Hanung tertawa kecil melihat wajah cantik diseberangnya yang termenung. "Kamu ini, masih saja hobi melamun... Aku kesana ya... Kangen indomie telor buatan kamu."
Rahel terkesiap dari lamunannya.
"Eh... Tapi, Mas... Anu... Indomienya habis..."Hanung kembali tertawa,
"Gampang, sekalian aku mampir minimarket nanti. Tunggu aku ya, jangan tidur dulu."Rahel mengangguk pelan. Sambungan video call terputus. Perutnya bergejolak, masam, pahit asam lambung mendesak kerongkongannya. Cepat atau lambat memang harus dihadapi... Dan diselesaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS DUA
General FictionKehamilan, adalah anugerah terbesar bagi seorang perempuan. Selalu? Tidak juga. Terkadang menjadi ujian, ancaman, bahkan sebab kematian. Ada bahagia, gelisah, takut. Ada penantian, kekhawatiran. Setiap perempuan punya cerita yang berbeda tentang ke...