Bad Surprise

328 48 42
                                    

.
.
.

Chapter One

[Bad Surprise]

warn:
typo(s) | drama | mature

now playing :

Mercy - Shawn Mendes

. . .


Jungkook menemukan dirinya dengan buku-buku jemari yang mengerut, tubuh diselimuti kemeja putih dan celana kain hitam, berdiri tanpa beralas kaki di depan cermin yang tengah memantulkan bayangan seorang asing.

Ia melihat rambut sosok itu berwarna hitam, berkebalikan keras dengan memorinya yang mengatakan bahwa seminggu lalu berwarna merah menyala. Benar-benar merah hingga menusuk mata. Dia berjalan mendekat mendapati sepasang tindik dan tatto bergambar tengkorak yang tergambar di bagian belakang leher mendadak tidak lagi diketahui eksistensinya. Dahinya mengerut, wajah yang terpampang disana tampak jauh lebih muda daripada yang selama ini ia lihat, membuat ia menarik sebuah kesimpulan yang mungkin cukup menjelaskan bahwa ia kini tengah menatap pantulan sosok dirinya ketika berumur 15 tahun.

Belum sempat Jungkook berpikir, segalanya tiba-tiba berubah cepat. Tak ada lagi cermin. Tak ada lagi ruangan hampa dan gelap yang seolah ingin menelannya bulat-bulat. Suasana berubah menjadi ruangan yang tampak familiar. Cahaya dari lampu yang menerangi setiap sudut itu terasa hangat.

Ada sebuah televisi dan sofa yang tampak empuk, aroma kopi yang baru diseduh dan sepotong roti yang matang dari pemanggangan memanjakan indera penciumannya dengan hebat. Ketika sepasang manusia berjalan dihadapannya saling memeluk mesra dan menjadikan sofa sebagai tempat melepas penat, Jungkook kini mulai paham bahwa mereka adalah orangtuanya dan ia kini tengah berada di ruang keluarga.

Itu tampak begitu romantis dan manis. Jungkook mengembangkan senyum lebar menatap keduanya dari balik punggung. Jungkook tidak tahu pasti kapan terakhir kali ia melihat hal yang membuat hatinya terasa begitu tenang, rasa-rasanya ia ingin mengabadikannya di dalam memori lebih lama.

Namun pemandangan itu tiba-tiba tersedot tergantikan dengan suara tamparan begitu keras, menghantamnya dengan begitu kuat. Aroma anyir darah yang pekat serta suara tangisan meraung-raung mendadak tercampur aduk membuat kepalanya pening. Butuh beberapa detik untuk menyadari jika sudut bibirnya kini berdarah. Ia mendongak, menatap sosok lelaki yang memandangnya penuh amarah.

"Jangan menghalangi aku, bocah! Minggir!"

Jungkook terhempas, punggungnya menabrak dinding dengan keras. Ia seperti mati rasa, tubuhnya pegal kesakitan, namun apa yang ia lihat masih lebih membuat kedua matanya mendidih dan memanas.

Dia melihat ibunya berlutut, memohon ampun pada lelaki bajingan yang kini menarik rambut ibunya dengan kuat hingga menengadah. Satu tamparan kembali melayang, menggema dalam keheningan mencekam, tanpa ampun membuat wanita itu jatuh tersungkur mencium lantai.

Tanpa Jungkook sadari, air matanya telah terjatuh, tangannya mengepal kuat. Wanita yang sangat ingin ia lindungi sekarang sekarat tepat di depan matanya, memuntahkan sesuatu berwarna merah pekat seiring dengan tendangan yang mengenai perut dan tubuhnya bertubi-tubi tanpa jeda.

Gusar, matanya melirik-lirik mencari alat yang dapat meyokongnya untuk ikut melawan — setidaknya untuk menghentikan apa yang kini tengah ia lihat. Dalam diam Jungkook mendapati beberapa botol soju kosong berwarna hijau yang tergeletak di meja, terbesit sesuatu di dalam pikirannya.

bittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang