Yang Shouki, atau akrab dipanggil Shou–siswa kelas dua SMA–itu ketahui tentang Ra, seniornya di kelas tiga, hanyalah pengetahuan umum sebagaimana yang ditahu anak-anak lain; bahwa Ra adalah ketua geng motor di SMA 1. Bahwa Ra ini bukan cuma pandai mengangkangi motor tapi juga tampan, cool, dan tidak jumawa, tidak pernah membeda-bedakan kelas. Siapapun yang mau gabung gengnya, hayuk-hayuk saja, tidak dibatasi pada Kawasaki Ninja, yang matic pun boleh. Tapi pernah ada seorang siswa yang terpaksa harus Ra tolak, sebab daftarnya pakai sepeda ontel. Bukannya sok atau rasis atau bagaimana, Ra cuma khawatir, kalau-kalau mereka nanti main kebutan di jalan, satu geng sudah sampai Merauke yang satu ini masih ngengkol di Sabang.
Shou selalu berdecak kagum tiap melihat Ra, entah di antara bangku panjang dan mangkok bakso di kantin, atau di parkiran, atau kala mengantri toilet untuk buang urin, atau kapan saja ketika kebetulan berpapasan di koridor kelas. Tapi Shou hanya membiarkan kekagumannya sebatas kagum, sebab pemuda ini sadar diri. Shou itu aku mah apa atuh dibanding sosok sempurna Ra. Lagipula Ra sudah punya banyak fans, sudah banyak yang antre berebut perhatiannya; mulai dari adik kelas imut minta ditowel pipinya, hingga mbak kelas yang mental-mental dadanya, atau yang berjakun pun, ada. Bahkan kalau Shou mau diadu dengan siswa sepeda ontel, dia tetap kalah kasta, sebab dirinya ke sekolah cuma pakai jalan kaki.
Dari sekian banyak fans Ra, beberapa sudah ia pacari, oh Ra memang terkenal playboy. Dan siang ini di jam istirahat, dia tengah pacaran di rindang pohon beringin–entah kenapa kepsek terdahulu memilih menanam pohon angker ini–di tepi halaman sekolah. Lalu Shou, yang mengaku hanya mau kagum, sedang nemplok di jendela kelas dua lantai dua, memandangi yang bersangkutan dari kejauhan. Si gadis yang kali ini sudah berbeda rupa dari pacar Ra terakhir kali, merangkul erat lengan Ra, mulutnya monyong-monyong entah mengajak ngobrol atau undangan cipokan. Shou melihat bahwa Ra tak begitu selera meladeni si gadis. Mungkin minggu depan, atau bahkan dalam hitungan hari lagi, si gadis sudah akan diganti.
Shou memperhatikan bahwa kelopak mata Ra sedang terpejam. Shou tahu betul bahwa di balik pejam itu ada sorot mata amat tajam, itu salah satu daya tarik Ra. Dan tentu masih ada banyak daya tarik lain, misalnya rambutnya yang agak panjang menutupi leher, tak tahu bagaimana selalu lepas dari patroli ketat BP, mungkin ada kongkalikong dengan fakta bahwa orang tua Ra donatur paling berpengaruh di SMA 1. Hidungnya yang bagai pensil habis diserut , mancung tak kepalang. Bibir tipisnya, kulitnya yang putih, yang kadang suka bikin Shou heran, kok bisa masih putih padahal suka dijemur terik matahari aspal.
Shou masih akan menikmati pemandangan sebentuk Ra, ketika sekonyong-konyong objeknya itu membuka mata dan tatapannya lurus langsung menghunjam ke arah Shou di lantai dua. Shou tak alang terkejut, hampir saja tubuhnya mau terjun dari jendela. Shou segera memundurkan tubuh, mencoba menenangkan diri. Mungkin saja dirinya salah lihat, atau kalaupun tidak, memangnya kenapa, toh Ra pasti hanya akan berpikir bahwa sitatap mereka barusan cuma kebetulan yang terjadi di sepersekian detik, dan bukan bahwa Shou tengah diam-diam mematainya.
Setelah mengumpulkan keberanian, Shou perlahan kembali mengintip dari jendela, melongok ia pada bawah pohon beringin, dan mendapati bahwa kini sosok Ra sudah lenyap. Shou menghela napas lega. Meski helaan napas selanjutnya entah kenapa berisi kecewa.
###
Setelah insiden tatapan menghunjam itu, tak ada hal spesial yang terjadi. Ra tetap masih menderum-derumkan motor bersama teman gengnya, masih sering pacaran, dan Shou masih suka memperhatikan semua itu dari balik jendela, meski kali ini dilakukannya dengan lebih hati-hati; Shou menjadikan buku LKS yang lebar sebagai tameng tempat menyembunyikan separuh wajah. Semuanya berjalan sebagaimana biasa, paling tidak sampai sebuah sore beberapa hari kemudian....
Shou biasa berangkat dan pulang sekolah dengan jalan kaki, dari rumahnya hanya berjarak yang menghabiskan waktu seperempat jam, bisa disingkat jadi separuhnya kalau Shou kesiangan bangun dan alamat tak kebagian pintu gerbang terbuka. Tapi itu jarang. Shou selalu rajin dan sampai tepat waktu. Sore ini pemuda berkulit tan itu berjalan pulang pelan saja. Di samping lelah, sudah dicuci otak oleh matematika, Shou juga punya misi lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Jangan) Serempet Aku, Ra!
FanfictionBagi Shou, Ra itu umpama bintang, indah tapi jauh tak terperi. Jadi Shou hanya puas dengan sebatas kagum. Sampai sebuah insiden serempetan mengubah segalanya....