#Prolog🍑

108 14 10
                                    

"Ayo...berpisah." Kata Dian. Dengan wajah pucat saat dia mendesah lega. Susu ditangannya mengepul panas, ujung jarinya nampak bergetar.

Duduk diseberang nya adalah Levin yang tengah menatap kosong kearah Dian. Nada suaranya tidak terbaca saat dia bertanya, "maksud kamu apa?"

Dian menundukkan kepalanya tidak menjawab.

Levin menatap nya cukup lama, dan berkata dengan suara muram "aku tanya, maksud kamu apa?."

Dian menarik nafas dalam dan dengan lembut bersuara "Vin, aku nggak suka lagi sama kamu, ayo kita berpisah."

"Nggak suka?" Levin dengan agresif bertanya dengan mata dingin. "Kenapa nggak sejak dulu kamu bilang? Sewaktu SMA, kamu maksa biar aku nikahin kamu, dan kamu bilang gak suka? Kita udah bersama selama tujuh tahun dan baru sekarang kamu bilang kamu nggak suka?"

Kata kata Levin seperti pisau tajam, menusuk hati Dian dengan dalam, perlahan memutar kembali bayangan kejahatannya di masa lalu

Saat itu, dia menggunakan metode curang untuk memaksa Levin menikahinya, tapi akhirnya setelah bertahun tahun, dia menyadari dia salah, jika dia tidak mencintai mu, tidak ada gunanya bahkan jika kamu memaksanya tinggal di sampingmu.

Dia sekarang menyadari kesalahannya, jadi dia harus melepaskan Levin, membiarkannya memilih cintanya dan membiarkannya bahagia dengan orang yang disukainya.

Setelah diam-diam mendengar kan ucapan levin, jari jari Dian sedikit mengencang pada pegangan gelas, Dian semakin menundukkan kepalanya dan dengan perlahan mengulangi "aku ingin kita berpisah."

"Kamu ingin pisah? Oke kita akan pisah!" Levin bangkit dari kursinya tiba tiba "kamu pikir aku bakal peduli buat terus sama kamu?" Dengan suara nyarinya nya iya mulai mengumpulkan mata dari orang orang disekitar mereka " apa lihat-lihat?" Ia berteriak kepada penonton dan kemudian menarik tangan Dian keluar dari restoran itu menuju mobilnya.

Dia yang ditarik tangannya hanya bisa pasrah dan menahan air mata sambil menunduk.

Ketika tiba di mobil, dan mobil mulai berjalan, Dian mulai dapat mengkondisikan hatinya.

Suasana mobil tampak mencekam saat ini, nafas kuat tanda emosi berhembus dari Levin dan menjadi satu satunya suara di mobil itu.

"Kenapa?" Ketika mobil berhenti di persimpangan menunggu lampu lalu lintas, Levin bertanya secara tiba tiba.

"Apa?"

"Aku tanya, kenapa? Apa alasan kamu minta pisah? Apa karena aku batalin janji waktu malem itu? Kan udah aku bilang, aku punya masalah waktu itu, itu benar-benar lembur perusahaan. Oke Aku akan mengambil cuti Minggu ini, saat itu ayo kita pergi ke suatu tempat-"

"Vin" Dian memotongnya "apakah kamu.... mencintai ku?" Dian menoleh dan menatap Levin, bertanya dengan pelan.

Ujung telinga Levin tiba tiba memerah, dan setelah beberapa batuk "kenapa kamu menanyakan masalah itu?" Kemudian dengan cepat ia mengubah reaksi nya, mulutnya berkedut setelah melirik Dian sambil melihat lurus kedepan. "Ternyata itu yang kamu pengen dengar. Kenapa kamu seperti gadis kecil saat kamu sudah dewasa, masih membicarakan cinta sepanjang waktu-"

"Apakah kamu mencintaiku?" Dian memotongnya lagi.

"Kalo kamu ingin mendengar nya, maka aku mencintaimu." Jari jari Levin di roda kemudi mengepal.

Dian menundukkan kepalanya semakin dalam, dan dengan lirih "jadi begitu" Dian merasakan dadanya mengencang dan sesak, mendengar jawaban Levin seakan memberi nya hantaman kuat pada hatinya, 'lihat, ia hanya menyukai mu karena kamu memaksa' suara di fikirannya menambah sakit di dadanya.

Ia sadar bahwa Levin memang bukan jodohnya, kehidupan mereka selama 7 tahun tidak menghasilkan perasaan sekecil apapun, semua hanya berdasarkan paksaan, ia benar benar berharap waktu terulang lagi dan ia bisa memperbaiki kesalahannya di masa lalu.

Dadanya semakin sesak, jadi dia mulai membuka jendela sedikit agar dinginnya udara malam dapat masuk.

"Kamu kepanasan?" Levin mengulurkan tangan dan menurunkan suhu AC beberapa derajat.

Saat Dian hendak menutup jendela. Sebuah cahaya terang tampak menyilaukan dari kaca depan, diiringi suara klakson yang berulang. Hal ini sontak mengejutkan ku Dian dan Levin yang saat itu tidak memperhatikan jalan.

Levin yang terkejut secara reflek membanting stir ke kiri untuk menghindari tabrakan, namun malah berakibat menabrak pembatas jalan.

Saat itu Dian yang berada di samping kursi pengemudi cukup mengalami benturan dan goncangan yang kuat, ia mulai merasakan kepalanya sangat sakit dan berat, seluruh tubuhnya terasa sangat sulit digerakkan, ia tidak memiliki tenaga tersisa bahkan hanya untuk membuka mata.

Pandangannya pun mulai meremang, saat itu terdengar sebuah suara memanggil namanya berulang kali, namun suara itu perlahan meredup dan menghilang diikuti gelapnya pandangan.

Semua sunyi.

Tak ada cahaya,

Tak ada suara,

Bahkan ia tak bisa merasakan detak jantungnya sendiri.

Dia menyadari satu hal.

Dia telah Mati




                                •••

STILL LOVE U Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang