verhaal

849 232 66
                                    

📁

Jari jemari kakinya yang tidak beralas apa pun mondar-mandir dari satu pohon ke pohon yang lain. Lagaknya bak kesetanan, di tengah hutan malam-malam begini dengan bertelanjang kaki──ada luka dan darah yang menguar sebab bergesek langsung dengan pualam. Gaun putihnya yang lusuh copang-camping di bagian bawah, kotor betulan terkena tanah.

Irisnya yang setajam elang bolak-balik melihat ke belakang──mengedar ke segala penjuru. Surainya yang panjang sepunggung sudah lepek, basah terkena air keringat. Sekali-sekali ia mendesah, terhenti seraya memegangi tempurung lututnya yang nyaris copot.

WUSH~

Burung-burung gagak berterbangan dari atas pohon, berhambur di bawah permadani langit. Letusan peluru memekakan telinga, membuat gadis itu morat-marit kabur tanpa arah.

Terusik batinnya, ia terus berlari──tidak peduli seberapa banyak batu yang musti ia injak sampai membuat kaki mulutnya bonyok dan bernanah. Daripada kewanitaannya yang bonyok dan bernanah dipaksa bersundal dengan para menir dan totok itu, lebih sudi ia mati dan buang dirinya di sungai. Beristirahat dengan tenang tanpa tersentuh.

"Biadab!" ujarnya terengah-engah. Bangsat betulan menir itu, katanya dalam hati. Menjebak gadis berusia sembilan belas tahun. Dikata Lina bodoh untuk mengerti taktik itu.

Lina adalah seorang anak petani, anak pribumi yang tertindas. Sayangnya Lina dikaruniani wajah amoy dan tubuh molek, tak pelak di masa mendatang menjadi sebuah bencana.

Saat kekasihnya──Akbar──dibunuh oleh totok biadab itu, kebencian Lina makin besar pada para kompeni. Termasuk kepada Namjoon van deur──kompeni sekaligus tuan tanah yang hampir menguasai setengah dari perkebunan di Batavia dan Soerabadja.

"Mau ke mana engkau, Lina."

Bajingan!

Di hadapannya ada Namjoon bersama senapan panjang miliknya. Kedua matanya menyala-nyala pongah, gaya perlentenya sungguh angkuh di mata Lina. Ingin sekali gadis itu membuat dubang dengan ludah di wajahnya.

"Keparat! Mau apa engkau?!" Lina bertanya dengan marah, kedua tangannya terkepal penuh api.

"Aku sudah lamar engkau dengan cara baik dan begini balasan engkau padaku?"

Lina berdecih, ia melempar dubang ke arah samping. Matanya berkilat marah, "Engkau hanya ingin menyundaliku! Engkau juga sudah bunuh Akbar kekasihku!"

"Pria Arab itu musuhku!"

"Kalau begitu engkau juga musuhku!"

Kali ini kedua bola mata Namjoon berapi-api. Matanya menukik tajam, seiring langkahnya mendekati Lina dalam diam. "Tak ada urusannya ia dengan cintaku padamu."

"Simpan kata cinta dari mulut busuk engkau!" pekik Lina tidak tahan. Sayangnya ucapan itu menyulut Namjoon untuk bergerak mendekat.

Ia dengan cepat menarik Lina, mencumbu paksa dara itu. Tidak peduli sebenci apa Lina padanya, Namjoon hanya ingin memiliki gadis itu. Namjoon citai Lina dengan tulus; juga bukan maksud hati untuk membunuh Akbar──kekasihnya itu. Namjoon hanya ikuti perintah dari atasannya, lagipula itu juga ulah para pejabat untuk mengusir para pedagang Arab dari tanah Batavia.

"Bangsat engkau!" Lina berteriak marah saat Namjoon benar-benar ingin menggagahinya. "Setan macam mana yang rasuki dirimu! Aku tidak sudi!"

Plak!

Namjoon memukul wajah Lina dengan keras──membuat kandil di matanya menumpuk. Segera ia sundali wanita itu penuh nafsu. Memporak porandakan kewanitaannya dengan kasar──tidak peduli seberapa hebat Lina berteriak kesakitan.

Teruna itu hanya terlalu kesal, terlalu lelah memperjuangkan cintanya yang selalu ditolak mentah-mentanh. Ia hanya ingin gadis itu untuk saat ini. Memilikinya, hanya itu.

"Engkau hanya ingin sundali aku. Bukan cintai aku."

"Aku mencintai engkau, Juffrow."

"Bajingan!" umpat Lina. "Engkau puas setelah meniduri aku?"

Namjoon bungkam. Birahinya tersalurkan namun ia tahu kalau satu perbuatannya itu telah menjauhkan dirinya dari Lina──seorang wanita yang betulan ia cintai sampai mati. "Aku betul cintai engkau, Lina."

"Bunuh aku kalau begitu."

"Engkau gila!" elak Namjoon. "Aku tidak! Aku akan nikahi engkau."

"Tidak sudi! Lebih baik aku mati."

"Tidak akan."

"Bagaimana kalau kita mati berdua? Kau kata kau cintai aku, kan?"









-Klaar-

Ophiucus ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang