Np: Crazy In Love - Beyonce
Alya tersenyum malu, "Makasih ya. Gue masuk. Bye!" Alya melihat ke Olive dan membuka pintu ruangannya.
Suasana dalam ruangan Harry, tepatnya bagian mejanya. Berantakan, tumpukan berkas, dan Harry selalu menggeram tak tentu. Pasti lagi stress, pikir Alya tersenyum melihat Harry yang fokus pada kertas-kertas pentingnya.
Alya berjalan ke belakang kursi kebesaran Harry. Harry belum menyadari kedatangan istrinya.
"Gue tau lo butuh bantuan" ucap Alya seraya memeluk Harry dan menyimpan kepalanya di bahu Harry.
Deru nafas Alya akan membangkitkan yang di bawah. Jujur, Harry siap melakukannya saat ini juga tapi dia belum tahu mengapa seperti menunda-nunda.
Kaget pastinya, Harry langsung mendongkak kepalanya dan melihat ke arah Alya, senyum tipis yang tercetak jelas di wajahnya.
"Kenapa lo nggak minta bantuan sekertaris lo?" Tanya Alya sanbil melihat layar laptop yang memperlihatkan diagram garis. Mengingatnya seperti waktu SMA dia cukup rumit soal diagram.
"Lo tau gue susah percaya sama orang" jelas Harry lebih rilek dari sebelumnya. Dengan pelukan hangat dari sang Istri.
"Tapi, kenapa lo punya sekertaris dan tangan kanan. Kalo nggak disuruh" jelas Alya bukan pertanyaan yang harus di jawab tapi sebuah pernyataan.
Harry menggelengkan kepalanya. Dia lebih melanjutkan tugasnya.
Cup! Alya mencium pipi Harry. Membuat Harry menegang seketika, namun Alya mengacuhkannya. Ini akan berdampak buruk untuk mereka, khususnya Harry.
"Tahan, Hazz. Belum saatnya" suara Harry baik yang berdengung di telinga kanannya.
"Ngapain harus di tahan, Hazz? Dia istri lo, dia berhak ngasih apa yang dibutuhin lo. Lihat lekukan tubuh Istri lo, montok dan pas buat lo. Cepet, sebelum diambil orang!" Balas Harry jahat yang berdengung di telinga kirinya.
"Hazz, jangan ngambil tindakan bodoh. Jangan lakukan disini, carilah tempat yang romantis dan sebaiknya kalian pergi berbulan madu. Itu akan lebih berkesan" kata Harry baik.
"Bangsat! Diam!" Bentak Harry jahat sambil menatap Harry baik.
Cup! Harry mendapatkan kecupan kedua kalinya. Harry melihat ke arah Alya. "Apa?" Tanya Harry malas.
"Tadi lo ngelamun, emang lo ngelamun apa?" Tanya balik Alya seraya duduk di atas meja Harry.
Harry menggelengkan kepalanya, berkat ulah Alya dia bangun dari lamunan dan gangguan dari sisi baik dan jahat Harry. Harry mengacakin rambutnya, frustasi."Ada gue, Hazz. kenapa lo nggak minta bantuan gue?"
"Lo bisa apa?" Harry kembali melihat Tanaya.
"Sebisa yang gue mampu" jelas Alya smrik.
*****
Alya dan Harry kembali ke aktivitasnya. Alya mengingat rambut menjadi bun, melihatkan leher jenjang yang siap untuk dihisap, digigit, dan di kasih bercak merah. Leher tersebut diperuntukan hanya untuk Harry. Harry memperlihatkan jari-jari lentik yang lihai menekan tuts tuts laptopnya, jari yang selalu mengelus rambutnya, jari untuk membelai pipinya, dan untuk menyubit pinggangnya Harry.
"Sial!" Kesal Harry langsung mengusap wajahnya dengan kasar.
Alya yang mendengar langsung melihat ke arah Harry, "kenapa?"
"Kenapa lo slalu nyiksa gue" jelas Harry menatap Alya dengan kilat nafsu membara.
Tanaya mengerutkan kedua alisnya, dia bingung. "Emang nyiksa apa? Gue duduk di depan lo dan gue nggak ganggu kerjaan lo juga, kan?" Tanya Tanaya semakin bingung.
"Bego!"
Alya diam saat mendengar ucapan itu dan lebih melihat ke arah Harry dengan tatapan yang susah diartikan. Sakit tapi tak berdarah. Alya bukan tak bisa menjawab, hanya perkataan Harry terlalu sakit untuk diingat.
Harry juga membalas tatapan Alya dengan banyak alasan, "Kenapa lo terlalu bego, sih? Lo tuh lulusan S1 tapi otak udang. Sia-sia dong kuliah tapi otak masih udang" ucap Harry yang tidak peka dengan ucapannya.
Tangan Alya meremas pulpen yang digenggamnya. Alya tidak ingin mendengar hinaan dari suaminya, terlalu banyak kata yang harus dia buang dari hatinya.
Alya masih diam tidak menjawab.
"Gue laper, lo bawa makan siang,kan?" Tanya Harry sambil menutup layar laptopnya dan membereskan berkas yang ada di atas mejanya dengan rapi.
Alya menganggukan kepalanya, "Ini makan siangnya. Gue pulang ya" ucap Alya lalu berdiri setelah memberikan makan siang.
"Kita pulang bareng, gue ngerjainnya di rumah." Ucap Harry yang selalu memerintah dan tidak ingin di bantah siapapun.
Alya kembali duduk dan lebih menatap Harry yang menyantap makan siangnya dengan lahap. Dia bahkan tidak menanyakan apa Alya sudah makan siang apa belum, dia terlaku tidak peduli dengan sekitar.
Alya menghela nafas, dia masi memikirkan perkataan Harry 5 menit yang lalu yang menyayat hatinya. Alya memijit pelipisnya.
"Hazz, gue nggak akan ninggalin lo meskipun lo nyuruh buat lo ninggalin gue. Karena apa, gue udah nemuin hati yang pas buat di pertahankan. Lo tau? gue kalo udah sayang nggak bisa meninggalkan apa yang udah ngebuat gue sayang"
itu yang ingin sekali Alya bicarakan pada Harry. Namun, memang takdir wanita selalu belakangan. Biarkan seorang lelaki yang terlebih dahulu.
Alya mendesah pelan dan memejamkan matanya seolah mencari ketenangan dari masalah perasaanya.
********
Perjalanan pulang dilanda keheningan. Harry memang sudah mengatakan bahaw akan mengerjakan pekerjaannya di Rumah.
Namun di dalam mobil hanya suara nafas dan suara kendaraan lain yang berlalu lalang. Tidak ingin ada yang berbicara, Harry yang tidak ingin memulai atau Alya yang tidak ingin memulai.
Cekikkk!! Mobil tiba-tiba di rem mendadak. Harry langsung melihat ke arah Alya.
"Lo bisa ngga sih pelan-pelan kalo mau ngerem? Nggak kayak kesurupan gitu" gerutu Alya tanpa melihat ke Harry.
"Liat gue!" Geretak Harry.
Alya menjingkat kaget dan langsung melihat ke arah Harry, dia waswas apa yang akan dilakukan oleh Harry.
Saat Alya sudah melihat ke arah Harry, Harry langsung mendekatkan wajahnya ke Alya.
Alya membulatkan matanya, Harry semakin mendekatkan wajahnya. Alya meremas ujung baju yang dipakainya. Dia harus bagaimana, menurut cerita yang dibacanya, jika ada lelaki yang mendekatkan wajahnya harus menutup mata. Dan Alya mengikutinya, dia menutup mata.
Hidung mereka sudah menempel dan Harry memiringkan wajahnya.
*****
HAYO HAYO HAYOO
CIPOKAN ATAU NGGAK?
DUH HAZZAAAKUUU
KAMU SEDANG MEMBACA
I Needed You, Styles
RomanceGue tidak pernah membayangkan bagaimana menjadi seorang istri dari pria yang kejam, irit berbicara, berdarah dingin, dan workholic. Gue bingung mengapa dia memilih gue untuk menjadi istrinya. Masih banyak wanita yang ingin menata hidupnya dengan pri...