"Hei! Kau tidak bisa melihat?!"
Eunhyuk belum sempat berjalan terlalu jauh dari pintu kelas—hendak pergi ke loker—ketika dia mendengar suara yang kini sudah cukup familier. Donghae sedang menatap nyalang ke arah seorang murid yang kini tengah kesulitan memungut kertas-kertas yang terserak di lantai.
Rasanya sayang, bagaimana mata sayu yang indah itu menampilkan sorot yang kasar.
Murid yang terjatuh—Eunhyuk menduga dia telah bertabrakan dengan Donghae—berusaha membereskan kertas-kertas miliknya secepat mungkin, akan tetapi rasa takut dan segan hanya membuat tangannya gemetar, membuat tugas tersebut semakin sulit untuk dilakukan.
Merasa iba, Eunhyuk menghampiri mereka, ikut berjongkok di samping murid itu dan membantunya memunguti kertas. Murid itu terlihat terkejut, namun menerima bantuannya dengan sedikit kelegaan.
"T-terima kasih ..." gumamnya.
Eunhyuk melemparkan seulas senyuman ramah. Namun belum sempat dia menjawab, suara lain memotongnya.
"Memungut kertas pun kau harus dibantu? Mata saja tidak punya, tanganmu juga tidak berfungsi?"
Murid itu kembali membeku sesaat karena rasa takut, kertas-kertas yang sudah terkumpul di tangannya hampir terjatuh kembali. Eunhyuk menahan sebuah helaan napas iba, dengan cepat mengumpulkan sisa kertas yang ada dan memberikannya. "Ini."
Eunhyuk kemudian bangkit berdiri, menatap ke arah Donghae dengan ekspresi yang tenang. Samar-samar dia mendengar murid yang semula terjatuh menggumamkan terima kasih sekali lagi, dan segera menyingkir dengan langkah kaki terburu-buru. "Mungkin karena kau membuatnya takut, Donghae-ssi. Tangannya gemetar," nada suaranya begitu ringan, tanpa sedikit pun tujuan menyudutkan.
"Aku membuatnya takut?" Donghae mendengus. "Jika ada hal yang patut dia takuti, seharusnya itu adalah kecerobohannya sendiri. Untuk apa kau membantunya?"
Eunhyuk mengedikkan bahunya ringan, namun seulas senyum kembali terlukis di bibirnya. "Aku hanya ingin membantu," jawabnya singkat.
Sang pemuda berambut burgundy dapat melihat bagaimana Donghae menatapnya dengan tidak suka atas jawaban tersebut. Tapi dia tidak mengatakan apa pun, hanya terdiam dengan ekspresi tenang dan ramah yang sama. Sepertinya itu hanya membuat Donghae semakin kesal karena akhirnya, dia kembali mendengus.
"Kau menyebalkan," ujar Donghae pelan, berjalan melaluinya.
Eunhyuk menoleh sedikit, menatap sosok Donghae yang perlahan menjauh. Senyumannya terjatuh, dan dahinya berkerut dalam rasa kecewa.
"Apa aku ... tak sengaja melakukan sebuah kesalahan?" bisiknya pelan pada diri sendiri.
~***~
Don't judge a book by its cover—mungkin sedikit ironis ketika Eunhyuk sendiri yang harus mengatakannya, tapi dia tidak bisa memikirkan istilah lain yang lebih cocok.
Hal tersebut terlintas di pikiran ketika tatapan sang pemuda berambut burgundy hinggap pada bangku kosong di sisinya. Kelas pagi baru saja dimulai. Seharusnya, bangku itu tidak lagi kosong sekarang. Bangku tersebut adalah satu-satunya bangku 'bebas' yang tersedia di kelas, maka wajar jika murid baru yang telah datang sekitar dua minggu lalu ditempatkan di sana.
Tapi sejujurnya, Eunhyuk tidak merasakan adanya perubahan berarti jika membandingkan kehidupan kelasnya sekarang dengan dua minggu lalu. Lagipula, Lee Donghae—murid baru sekaligus teman sebangkunya—jarang sekali muncul di kelas. Walau mereka bertemu dalam insiden kecil tadi pagi, sekarang Eunhyuk tidak tahu ke mana perginya pemuda berambut brunette tersebut. Terkadang, Eunhyuk malah hampir lupa bahwa dia memiliki teman sebangku, karena betapa jarangnya Donghae datang untuk menempati tempat tersebut dan membolos.
YOU ARE READING
Innocent Beast!
FanfictionEunhyuk akhirnya mendapatkan ketentraman dalam hidupnya. Dia hanya ingin menjalani semua bersama adik angkatnya, pergi kesekolah dan menikmati hidup sebagai seorang usia tujuh belas tahun biasa. Akan tetapi, ketentraman tersebut kembali tergoncang k...