Aku, 3 Tahun yang Lalu

7 1 0
                                    

Aku mendongakkan kepala. Kerja paruh di toko ayam ini lebih berat dari yang kubayangkan!

Masuk pukul 6 malam selepas bimbingan belajar sampai pukul 10 malam benar-benar menguras tenaga yang kusisakan untuk mengerjakan pekerjaan rumah nanti malam. Toko ayam ini sedang ramai-ramainya, sih, sekitar jam 7 sampai 9. Meskipun aku kerja di bagian Drive-Thru tetap saja disuruh mengerjakan bagian dapur! Aku harus meminta tambahan gaji kepada manajer atas hal ini!

Oh iya, aku berumur 19 tahun.

Kalau bertanya mengapa aku sudah ambil kerja paruh waktu, silahkan salahkan Ayahku yang kerjanya hanya sebagai pemabuk dan tukang judi di rumah! Jadinya, tugas untuk mencari nafkah bagi keberlangsungan hidup jadi tanggung jawabku dengan kakak sulungku.

Kakak keduaku? Ia sudah menikah dan sekarang entah hidup di antah berantah dan tak pernah lagi menghubungi rumah sejak ia menikah dengan wanita asal Italia yang menjadi pacarnya sejak ia masih menengah pertama.

Omong-omong, wanita Italia itu cantiknya di atas rata-rata, lho! Waktu Kak Bi, panggilanku kepada kakak keduaku, memamerkannya kepadaku dan kakak sulungku, kami sempat heran kenapa wanita cantik keturunan Italia ini mau berpacaran dengan pria butek asal Amerika yang bahkan saja tampangnya bisa dibilang mirip telenan ibuku yang sudah belasan tahun tidak diganti.

Yah tapi, cinta itu buta. Tak ada yang tahu siapa akan menjadi milik siapa. Bisa saja, Emma Watson yang jadi pemeran Hermione di Harry Potter akan berlabuh di pelukanku, seorang mahasiswa kumal pekerja paruh waktu.

Mungkin kalau Emma memilihku jadi pasangannya atau apa, ia sudah terlalu buta.

Dan kenapa aku membicarakan soal Emma yang menjadi rahasiaku sejak lama? Ayolah, setiap orang berhak berimajinasi di setiap hidupnya, asal tidak kelewat batas.

Ibuku seorang pekerja kantoran. Setiap hari pulang malam dan sudah sering memarahi Ayah yang tak lekas bekerja lagi setelah dipecat. Tiap hari ia hanya duduk di depan teve, meminum beer, vodka, atau whisky favoritnya. Kalau ia tidak di temukan di depan teve? Paling paling keluar berjudi bersama teman salah pergaulannya di rumah temannya yang berjarak 5 blok dari rumah kami.

Aku benaar-benar kasihan pada Ibu yang setiap hari mengurus adik, oh, aku lupa mengatakan bahwa aku mempunyai adik perempuan lucu yang baru berumur 9 tahun. Sungguh, ia sangat manis sampai pernah memancing pedofilia datang kerumah kami saat ia berumur 7! Ayo, biar aku ceritakan bagian ini di chapter selanjutnya, tapi mari kita lanjutkan cerita tentang Ibuku yang kerepotan mengurus adik dan Ayahku.

Ibuku itu perempuan kuat, sekalipun setiap hari ia dibuat marah oleh Ayah yang selalu meminta uang selepas kalah berjudi (dan ya tentu saja Ibu menolaknya), Ibu tetap mengerjakan pekerjaan rumah yang setinggi gunung dan membersihkan seabrek kotoran yang ditinggalkan Ayah.

Namun yang tak kunjung aku paham, Ibu tetap saja memberikan uang itu setelah mendiamkan Ayah beberapa hari setelahnya.

Entah Ayah menggunakan jurus apa untuk membujuk Ibu memberikan uang yang bisa dibilang tidak sedikit itu. Seperti gendam mungkin bisa dibilang?

Yah~~ Begitu-gitu Ayah juga keren dulu.

Dulu Ayah seorang polisi gagah yang sering membela kebenaran. Terlalu klise memang, tapi aku ingat waktu aku masih kecil Ayah tersenyum padaku lalu berkata,

"Kelak saat kau sudah tumbuh, jadilah orang yang adil. Jadilah orang yang jujur. Karena nanti dunia tidak akan membutuhkan orang pintar dan kaya. Namun mereka butuh hati kecil tulus yang murni tanpa tercemari oleh jahatnya waktu"

Lalu Ayah menggendongku terbang seperti pesawat. Aku tertawa senang, kacamata bulatku merosot dari hidung mungilku.

Ayah dan aku tertawa saat kacamataku benar-benar jatuh ke rumput taman di belakang rumah.

Indah, kan?

Ya seperti itulah Ayah yang aku rindukan. Dan adikku sekarang sungguh bernasib malang. Ayah, semenjak dipecat dari kepolisian karena dituduh sebagai pengedar narkoba, menjadi murung dan hidupnya semakin suram. Adik manisku satu ini tidak bisa mendapatkan figur seorang Ayah.

Mari kita kembali ke toko ayam.

Aku mulai bekerja disini sejak kurang lebih setengah tahun yang lalu. Aku cukup umur, kok. Kan sudah kubilang aku ini berumur 19 tahun.

Skip. Aku sangat inginmemberitahu pada kalian tentang hal ini.

Kalau ada seseorang yang bilang padamu bahwa aku terlalu 'imut' untuk ukuran anak 19 tahun, segera sanggah perkataan mereka! Aku cuma laki-laki dengan tinggi 158 cm. Yah, terlalu bayi untuk laki-laki umur 19 tahun.

Biar aku mendeskripsikan diriku. Aku mempunyai kulit putih langsat. Lengkap dengan rona merah di sekitar tulang pipi.
Bisa dibilang, aku mewarisi gen kulit Ibuku yang halus dan sehat. Pipiku sedikit chubby, hidungku kecil, mataku tajam dan sedikit garang, nah, aku paling suka bagian mata! Karena itu yang paling laki dari diriku.

Maaf.

Ayo kita kembali lagi ke keadaanku sekarang.

Aku terjebak. Terjebak di toko ayam tingkat dua di bagian dapur. Aku menghela nafas. Jam baru menunjukkan pukul 10 kurang 10. Kurang 10 menit lagi sampai aku bisa lepas dari seragam merah berompi aneh ini.

"Dipanggil manajer," Riu menepuk punggungku yang sedang mencuci seabrek piring kotor bercampur ludah pelanggan.

"M.. Ma.. Makasih" Aku lagsung membuang muka. Yak, aku orang yang sedikit canggung dan mungkin anti-social.

"Manajer ada di dekat tangga dapur,"

Aku mengangguk. Sial! Padahal aku bisa minta tambahan gaji bulan ini kepada manajer karena tugasku menjadi dua. Namun, begitulah sifat manusia, sering berubah mood dalam sekejap.

Omong-omong, kenapa aku dipanggil manajer? Gawat! Aku belum siap dipecat!

//

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I was die, before.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang