Prolog

54 0 0
                                    


Seorang wanita yang selalu menanti akan hadirnya gerimis manis di senja hari. Gerimis yang membuatnya merasa tidak seorang diri, kedamaian yang ada. Aroma dari para rerumputan yang terpanggil oleh siraman halus rintikan nan syahdu. Bukan hanya rerumputan itu saja yang terpanggil, aku pun demikian. Aku merasa ada sapuan rindu disana.

Ku buka jendela kecil kamarku, ku hempaskan nafas penuh kebahagiaan, terkadang kulampiaskan bahagiaku dengan tulisan karangan di sebuah buku diary kecil yang selalu terselip dalam rak kayu tua yang hampir rapuh. Bersama pena bertinta hitam pekat yang terus mengayun seakan mengiringi setiap kata yang kubisikan, dan memori yang kupastikan akan terus tersimpan. Memang terdengar aneh rasanya jika ada seseorang yang menyukai gerimis. Kau bisa sakit jika terlalu lama untuk bermain dengannya. Namun bukan itu maksudnya. Aku suka karena ia begitu indah.

Perkenalkan, akulah sang wanita pencinta gerimis itu, Wafa. Waktu kecil, aku pernah bermimpi untuk menjadi seorang atlet bulutangkis, berhadapan dengan lawan main dengan loncatan indah sambil melakukan smash sekuat tenaga, sampai semua orang takjub melihatnya. Namun sangat aneh rasanya dengan postur badanku yang tidak tinggi, hanya sekitar 140cm. Impian itu hanya menjadi sebuah kemustahilan belaka. Oya, aku juga suka menyanyi. Hingga pada akhirnya aku punya impian yang tidak begitu mustahil untuk ku wujudkan, yaitu menjadi seorang penyanyi. Banyak cara yang sudah aku lakukan untuk mewujudkannya, salah satunya aku pernah mengikuti lomba menyanyi di salah satu stasiun radio swasta di kampung halamanku, Serang Banten. Aku tahu aku tidak menang dalam ajang itu, tapi setidaknya aku sudah berusaha dan aku tidak akan pernah berhenti untuk terus berusaha.

Aku adalah anak pindahan dari kota Rangkasbitung. Dari sejak umur 5 tahun. Lalu aku meneruskan TK di Serang. Saat itu rumahku hanya sebuah kontrakan kecil berwarna kuning terang, bukan sebagai pemilik. Lalu saat aku duduk dibangku kelas 4 SD, akhirnya ayahku mampu membangun rumah sendiri. Tidak jauh dari tempat kontrakan itu. Hanya berjalan kurang lebih 50 langkah, atau lebih aku tidak tahu. Aku senang bisa tinggal disini, rumah ini punya halaman yang cukup luas hingga akhirnya aku bisa berlari-lari kian kemari. Tak lupa ada banyak pohon dari berbagai macam buah. Mangga, jambu air, nangka, belimbing, rambutan, mahkota dewa, tomat sampai timun suri. Bisa bebas aku petik jika sedang berbuah. Rumahku dekat dengan sebuah sungai mati. Banyak bambu, banyak nyamuk. Tapi tak apa. Jika hujan badai, angin akan terdengar jelas menyapu disetiap tangkai bambu yang berjajar, mereka bergoyang ke kanan dan ke kiri.

Singkat cerita, kata kedua orangtuaku, saat aku masih berumur 40hari, aku hampir saja masuk kedalam ruangan operasi, ruangan yang ditakuti oleh banyak orang. Kalau kamu tahu alasannya pasti terdengar tidak masuk akal. Saat itu kedua orangtuaku sedang pergi untuk menjalankan ibadah Haji. Dirumah hanya ada aku, dan bibi. Ketika itu aku sedang nangis kelaparan, bibiku bingung harus bagaimana. Lalu ia melihat ada sebuah pisang ambon di meja makan. Diambilah lalu suapkan kepadaku yang saat itu masih menjadi bayi merah. Mendadak aku tidak bisa buang air besar sampai 20hari. Paniklah bibiku. Kemudian bibi langung menghubungi adik dari ibuku, ia meminta tolong untuk membawaku ke rumah sakit. Dan dokter bilang aku kena gangguan pencernaan. Namun anehnya sakitnya sampai ke dada, aku tidak tahu nama penyakitnya apa. Dokter langsung memberikan sebuah obat penghangat untuk perutku, jika sampai 3 hari pencernaanku masih buruk, tamatlah riwayatku. Terpaksa akan di operasi. Tapi syukurlah Tuhan berkata lain, tepat dihari ketiga akhirnya aku sembuh. Haha ada-ada saja!

Dalam pohon keluarga, aku adalah anak bungsu alias anak terakhir dari 5 bersaudara. Impianku konyol. Yakni memiliki seorang adik. Tapi nyatanya, aku adalah adik yang paling kecil. Ibuku adalah seorang ibu rumah tangga, sedangkan ayahku adalah seorang pekerja swasta.

Berbicara soal ayah..

Suatu malam. Jam 2 malam tepatnya. Waktu dimana sudah tidak ada lagi kehidupan di dalam rumah. Tiba-tiba aku harus terbangun dari mimpiku. Suara ketukan pintu yang kasar seperti ada kehadiran sosok pencuri dalam rumah. Bukan. Tapi suara ketukan itu berasal dari kakakku yang mencoba membangunkanku. Kala itu mimpi indah yang sedari tadi sempat datang berubah menjadi mimpi yang amat sangat buruk. Aku melihat ada air mata disana. Segera aku langkahkan kaki dengan kecepatan tinggi tanpa peduli aku akan terjatuh. Luka tidak lagi berarti saat itu. air mata sudah tidak dapat terbendung lagi, saat aku melihat ayahku terbaring dengan nafas yang terengah-engah. Dengan bibir yang pucat, dan mata yang terpejam. Nafasnya pun pergi bersama dengan nyawanya. Kala itu adalah saat-saat paling menyedihkan di sepanjang hidupku. Aku harus kehilangan pria pertama yang aku cintai. Ayah adalah seseorang yang tidak pernah letih untuk mengajarkanku untuk menjadi wanita yang tegar.

Ayah banyak mengenalkanku kepada orang-orang yang hebat. Sebenarnya aku tak pandai untuk bisa tertawa lepas seakan hilangkan penat, bercanda ria sampai tak kenal waktu, mengumpulkan banyak orang hingga menjadi seperti sebuah geng komplotan layaknya anak sosialita. Terbukti hampir sebagian temanku memandang dan menyapaku sebagai seseorang yang pendiam. Bukan, bukan pendiam, melainkan pemalu. Namun wajar saja mereka melihatku seperti itu, bagaimana tidak, aku memang sangat terlihat jarang untuk berbicara. Sepatah katapun tidak. Terkadang, aku berfikir, aku tak akan pernah punya teman. Bagaimana punya teman, pendekatan pun tidak ada.

Oya, bukan berhenti sampai situ saja, aku juga sempat berpikir, pikiran yang konyol kataku, bagaimana aku bisa mendapatkan tambatan hati? Haha, aneh rasanya untuk seorang anak kelas 1 SMA sudah beripikir tentang cinta. Banyak orang bilang itu namanya cinta monyet, bukan cinta sungguhan. Seperti apa rasa cinta saja aku tidak tahu. Aku pernah membicarakan itu bersama ayah, dan ayah hanya tertawa lepas. Tak tahu kenapa.

Namun siapa sangka, semua diluar dugaan, akhirnya aku telah menemukannya, pria itu yang mengenalku pada rasa yang tidak pernah aku kenal... Cinta. Namun jatuh cintaku hanya dalam diam. Biarkan aku mencintainya dengan caraku.

1   1   /   1   2   /   1   3 Jatuh cinta dalam diam (Based on True Story)Where stories live. Discover now