DIHARI PERTAMA SEKOLAH INI RASANYA...

49 0 0
                                    

Hari itu hari senin, kukenakan seragam putih abu lengkap dengan topi dan dasi, tak lupa tas ransel yang ku selipkan dikedua bahuku, tentu saja kupilih warna abu agar sewarna dengan roma anak SMA. Warna abu-abu memanglah bukan warna favoritku, favoritku adalah biru tua. Lalu kenapa semua serba abu?

Ya biar terlihat matching aja dengan seragam yang kukenakan hehe. Bahagia saat itu, aku merasa aku benar-benar sudah beranjak dewasa.

"Padahal rasanya baru saja kemarin masuk SMP", kataku dalam hati sambil bercermin, dan tersenyum geli.

Pagi itu aku diantar oleh ojek langganan sejak aku duduk di bangku SMP. Sebut saja dia Mang Babas.

(***)

"Wafa Shofia kelas 10-6" ujar pak guru yang saat itu belum ku ketahui siapa namanya. Saat itu memang pengumuman pembagian kelas di sebuah aula sekolah.

Mendengar kelas 10-6, aku langsung beranjak untuk mencari kelas itu. Ketika ku mulai langkahkan kaki untuk mencari kelas, tiba-tiba ada yang memanggil dari arah belakang. Terlihat ada seorang wanita dengan langkah terbata-bata, kupastikan dia memanggilku.

"Hey, kamu anak kelas 10-6?" katanya dengan suara yang cukup terdengar lantang.

"Iya, kamu juga?"

"Oh kita sama, kelasnya dimana ya? Kita cari yuk"

"Ayuk" kataku sambil tersenyum.

Dan itulah awal mula perkenalanku dengan teman sebangku ku. Dimeja urutan paling belakang tepatnya. Wanita itu bernama Cici. Dia bukan anak keturunan China. Orangnya cukup asyik, banyak obrolan klasik diantara aku dengannya layaknya orang sedang berkenalan pada umumnya. Namun setelah obrolan panjang itu terjadi semua kembali membisu, seperti biasa aku memang terkenal sebagai seseorang yang tidak pandai untuk mencari sebuah topik pembicaraan. Kulihat Cici sedang sibuk dengan handphone yang tengah digenggamnya. Entah apa yang membuatnya terlihat sangat sibuk. Apakah dia punya pacar hingga dia harus terus mengabari pacarnya setiap saat? Atau dia sedang sibuk mencari untaian kata yang pas untuk dijadikannya status dalam sosial media? Namun tak apalah, aku tidak peduli, yang terpenting aku sudah punya teman sebangku, dan teman yang siap untuk menemaniku ke kantin sekolah di waktu istirahat nanti. Aku tidak akan sendiri.

"Ternyata aku bisa punya teman" bisiku dalam hati.

Kesan di hari pertama sekolah sebenarnya tidak seseru seperti yang aku bayangkan. Aku hanya bisa memandang bagaimana suasana sekolahku, kelasku, perkenalan dengan wali kelas, memandang bagaimana tingkah dari para teman-teman dikelas, mereka semua sibuk berbicara dan tertawa. Aku tidak. Aku merasa bosan, ingin cepat aku akhiri hari itu karena sebenarnya di hari pertama hanya akan menjadi sebuah moment perkenalan saja dengan teman-teman. Kulihat teman sebangkuku lagi, ia masih terlihat sibuk dengan handphonenya. Seandainya aku tahu kalau di bangku SMA aku sudah boleh membawa handphone, aku pikir tidak boleh bawa handphone. Besok aku pasti bawa handphone, hanya untuk terlihat seperti orang sibuk saja hehe.

Setelah proses perkenalan dengan 'bunda' sapaan dari wali kelasku, pembagian struktur organisasi, jadwal piket, bunda menugaskan untuk melakukan perkenalan diri di depan kelas. Entah kenapa jantungku tiba-tiba langsung berdetak cepat, aku benci itu. Aku benci jika harus berhadapan dengan yang lainnya di depan kelas. Aku benci untuk berdiri disana. Ingin ku pergi tapi tak mungkin. Sejujurnya, aku tidak terlalu memperhatikan satu persatu dari mereka yang sedang memperkenalkan diri, namun ada satu hal yang membuat ku tertarik untukku lirik.

"Fajri maulana? Tadi perasaan bunda ada yang namanya maulana juga, kalian berdua kembar?"

Aku hanya menengok untuk memastikan, lucu sekali jika memang benar ada anak kembar dalam satu ruang kelas. Namun ternyata, itu hanya sebuah kekeliruan saja. Orang yang disebut kembar oleh bunda, ternyata tidak benar-benar kembar. Kembali ku tengok lelaki yang berdiri di depan kelas itu, dia hanya tersenyum saja. Lalu dia melanjutkan..

"Rumah saya di gang depan sekolah" katanya dengan nada yang datar.

Menarik sih memang, kenapa dia menyebutnya seperti itu? Kenapa dia tidak bilang saja bahwa rumahnya berada di jalan Taktakan. Ah mikir apasih aku! dari tadi aku hanya sibuk berbicara pada diriku sendiri. Kembali kulihat cici, dia terlihat masih menggenggam handphonenya, sangat membosankan. Tak terasa sudah pada giliranku untuk maju ke depan kelas. Rasanya berkecamuk, detak jantungku semakin tak karuan, namun apalah daya aku harus tetap maju kedepan sebelum dipandang aneh oleh teman-teman.

"Assalamualaikum, saya wafa afu dari SMP lontar kota Serang, alamat di jalan jamhari 40A". ucapku penuh keyakinan.

Aku berusaha untuk terus tersenyum kala gugup itu terus menghantui. Ku fokuskan kembali pandanganku kepada teman-teman di hadapanku. Mereka terdiam, tak ada suara satupun. Aku langsung kembali pada bangku ku, langkahku cukup cepat saat itu.

Setelah perkenalan itu selesai, bunda menyerahkan kembali kepada teman-teman satu kelasku untuk terus melakukan pendekatan hingga nanti bel pulang tiba. Lalu kejenuhan pun tiba. Setelah bunda keluar dari kelas, dalam hitungan detik ada seorang wanita yang tiba-tiba memegang tanganku. Aku kaget, apa salahku?

"Kamu anak SMP lontar?" tanyanya dengan tangan yang masih terus menggenggamku.

"I-iya" jawabku dengan rasa sedikit takut.

"Oh, aku dari SMP sana juga, kita sama, tapi ko gak pernah keliatan ya?"

Mendengar jawabannya membuat aku sedikit lebih tenang, aku kira aku akan diajak gulat olehnya. Karena sejujurnya aku baru menemukan adanya wanita seagresif dia. Kuhelakan nafas perlahan. Wanita itu bernama Lisa, seperti yang kubilang tadi, dia cukup agresif, asyik, aku bisa menemukan banyak topik pembicaraan dengannya dibanding dengan teman sebangkuku. Hingga pada akhirnya aku banyak mendengarkan cerita-cerita dia pada saat SMP. Tak terasa bel pulang sekolah pun tiba. Hari itu aku pulang dengan angkutan umum berwarna biru toska.

(***)

"Hfttt.. akhirnya sampai juga dikamar yang sangat pewe ini" kataku sambil merebahkan tubuhku yang sedikit berkeringat.

Ditemani oleh 'pipo' sang boneka beruang besar berwarna coklat muda yang ku beli dengan uang tabunganku sendiri. Aku memang bukan penggemar boneka seperti wanita pada biasanya. Terbukti dikamarku saja hanya ada pipo. Ia selalu berada tepat di samping ranjang kecilku. Usianya masih terlalu dini, aku membelinya tepat di bangku SMP kelas 9. Meskipun masih terbilang baru, tapikurasa pipo sudah terlalu banyak mendengar keluh kesahku, seakan teman curhat tetapi bukan. Teman bermain? Bukan juga. Aku memang selalu merasa kesepian. Itulah mengapa aku banyak bercerita pada pipo dan buku diary tentang keseharianku. Bagaimana tidak kesepian? Dirumah ini, hanya ada aku, ibu, dan juga bibi. Kalau bibi sedang pulang kampung, hanya ada aku dan ibu. Ah sepi rasanya!

"Afu mau makan?"

Suara dibalik pintu itu cukup mengangetkan. Itu adalah suara bibi yang telah setia bersamaku dari sejak aku masih menjadi bayi merah. Dulu, kedua orangtuaku adalah orang yang sibuk, mereka jarang terlihat ada dirumah. Itulah mengapa kedua orangtuaku memilih bibi untuk mengasuhku. Hingga pada akhirnya sampai usiaku yang 16 tahun ini aku merasa aku jauh lebih dekat dengan bibi dibanding dengan ibu. Aku lebih sering cerita ke bibi soal sekolah, tugas, teman-teman dan sebagainya. Terkadang ibuku juga cemburu.

Untuk kedua kalinya suara ketukan pintu itu terdengar. Lamunan ku langsung terbuyar. Aku segera beranjak dari kasur dan menghampirinya.

"Iya bi, afu ntar makan ya, mau ganti baju dulu" kataku sambil membuka pintu kamar.

"Yaudah, makanannya ada didapur ya, sayur sop sama tempe goreng"

"Wah asyik, oke deh bi", jawabku.

Tak sabar aku ingin segera menyantap makanan yang sudah dibuat bibi, sepertinya enak. Selalu enak sih tepatnya. Kemudian suara perutku pun terdengar.

"Sabar ya cacing-cacing kecil" kataku sambil tertawa kecil.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 09, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

1   1   /   1   2   /   1   3 Jatuh cinta dalam diam (Based on True Story)Where stories live. Discover now